13

2.9K 493 100
                                    

Halo hai, aku kembali lagi

Aku mau absen nih, kalian dari kota mana aja nih? Siapa tahu deket bisa meet hahaha

Happy reading

•••

Bintang akan memberikan sebuah pilihan kepada Yuda, dia tidak ingin pria itu terus menyakiti ibunya karena pengkhianatan. Maka dari itu, setelah pulang ulangan Bintang langsung ke kantor ayahnya karena dia tidak mau bicara di rumah, di situ ada adiknya yang masih berusia delapan tahun, biarlah agar Mentari tidak perlu tahu masalah ini.

Yuda menyambut Bintang dengan hangat, mereka pun duduk di sebuah sofa yang ada di dalam ruangan, tapi sebelum itu Bintang menyuruh Ayu untuk keluar ruangan.

"Pi, Ayu atau mami?" Tanpa basa-basi Bintang langsung berkata seperti itu hingga membuat Yuda terkejut. "Pi, aku udah tahu semua tentang Papi dan si Ayu-Ayu itu, jadi aku kasih pilihan Ayu atau wanita yang udah Papi nikahi delapan belas tahun yang lalu?"

Yuda tidak bisa ngelak, karena Bintang sudah tahu semuanya. "Jelas, Papi bakal milih kalian, itu pertanyaan yang nggak perlu dijawab," ujar Yuda diakhiri dengan kekehan kecil.

Bintang mengangguk pelan. "Kalau gitu tinggalkan Ayu."

"Ayu hanya dijadikan sebagai pemuas nafsu, nggak lebih!"

"Kalau Papi nggak bisa tinggalin Ayu, berarti Papi harus cerai sama Mami. Hidup ini adalah pilihan, Papi nggak bisa terus-terusan sakiti wanita sebaik mami."

Gimana bisa aku tinggalin Ayu, sedangkan dia sedang mengandung anakku, dan aku ada niatan untuk nikahi dia dalam waktu dekat ini. Tapi di sisi lain, aku juga nggak mau kehilangan Liana dan anak-anakku.

"Nanti kita bicarakan di rumah lagi. Papi masih banyak kerjaan."

Dengan terpaksa Bintang mengakhiri pertemuannya dengan Yuda siang ini, dia beranjak dari sofa dan langsung keluar ruangan, dia berpapasan dengan Ayu yang berdiri di depan pintu. "Jadi perempuan jangan suka godain laki orang."

•••

"Jadi, Kia itu sadara aku?" ujar Senja tak percaya setelah mendengar cerita dari sang mama.

Bukan hanya Senja yang kaget, tapi juga Alex. "Bangsat! Aku pikir papa benar-benar panutan!"

Dian menenangkan kedua anaknya. "Mama kasih tahu kalian bukan untuk cari ribut sama papa, tapi karena kalian berhak tahu."

"Terus gimana, Ma?" tanya Senja.

"Keluarga kita baik-baik aja, nanti mama akan bicara empat mata sama papa, nggak ada yang perlu dipermasalahkan, toh ini cuma masa lalu dan keluarga kita juga akur-akur aja."

Bisa dibilang keluarga mereka adalah family goals, jarang bahkan tidak pernah berantem, hanya debat-debat kecil, mereka saling menyayangi satu sama lain dan jika dilihat dari kacamata orang di luar sana, mereka keluarga yang harmonis. Wisnu juga selalu meluangkan waktu bersama keluarga, bukan tipe laki-laki yang gila kerja.

Tapi sesempurnanya sebuah keluarga pasti ada selisih paham hingga menimbulkan perdebatan kecil, tapi itu hanya sesaat.

Sekarang gue paham kenapa Kia benci gue, tapi dalam kasus ini gue nggak tahu apa-apa, gue cuma korban dari keegoisan papa.

"Ma, Senja mau keluar bentar ya. Nanti balik cepat." Belum sempat ditanya lebih lanjut oleh Dian, Senja langsung berlari keluar rumah dan menyetop sebuah taksi yang akan membawanya ke rumah Kia.

Gue tahu lo baik, Ki. Lo cuma nggak terima kalau pria yang udah telantarin lo itu adalah papa gue, pria yang selalu gue banggain depan lo, tapi kenapa lo nggak pernah jujur ke gue? Kenapa lo nggak pernah terus terang ke gue, Ki? Lo justru membenci gue tanpa alasan.

Setelah taksi itu berhenti di tempat tujuan, Senja langsung turun setelah menyelesaikan pembayarannya. Gadis itu langsung masuk ke dalam pekarangan rumah yang kebetulan pagarnya tidak dikunci.

Senja langsung mengetuk pintu yang terbuat dari kayu itu hingga sang empunya membuka pintunya.

"Ki?" ujar Senja setelah Kia berdiri di hadapannya.

"Ada apa?"

"Kenapa lo nggak pernah jujur ke gue kalau bokap kita adalah orang yang sama?"

Kia terdiam sejenak. "Oh, lo udah tahu."

"Lo benci gue karena hal itu?"

"Of course, lo punya keluarga yang sempurna, perfect family, hidup berkecukupan dari lahir, punya keluarga lengkap, lo nggak pernah tahu kan gimana rasanya dikucilkan oleh dunia? Hidup lo terlalu sempurna, dan gue benci itu!"

Baru kali ini Kia mengeluarkan semua uneg-uneg yang dia pendam. Rasa yang menyesakkan akhirnya keluar sudah.

"Sekarang gue udah kehilangan Bintang, lo puas? Lo puas akhirnya lo bisa milikin dia tanpa penghalang?" lanjutnya.

Kia langsung menarik Senja masuk ke dalam rumahnya, dan dia meraih sebuah pisau yang berada di atas meja.

"Ki, lo mau ngapain?" Senja berusaha melepas cengkraman Kia, namun sayang terlalu kuat.

Kia tersenyum tipis. "Gue mau tunjukin gimana gue saat rapuh, gue sering siksa tangan gue sendiri, gue sering lakuin self-injury tanpa orang-orang tahu. Sekarang gue mau lakuin itu ke lo."

Kia langsung menggores pisau itu ke pergelangan tangan Senja hingga keluar darah segar, Senja langsung merintih kesakitan dan tanpa sadar air matanya keluar.

"Tenang, gue nggak akan bunuh lo, kok."

"Ki, lo jangan nyakitin gue."

Seakan tidak peduli dengan rintihan Senja, Kia semakin memainkan pisau di tangan Senja.

"Ini belum seberapa dari rasa sakit yang gue rasain."

Kia semakin memperdalam goresannya hingga Senja tak lagi mampu menahan rasanya perih. Kata 'tolong' pun keluar dari mulutnya namun sayang tidak terdengar di luar rumah. Darahnya semakin segar, dan banyak hingga jatuh ke lantai. Setelah merasa puas melampiaskan kekesalannya, Kia langsung menarik Senja keluar pagar rumahnya.

"Selamat tinggal, Senja."

Kia membiarkan Senja tergeletak di tanah dengan tak berdaya, bahkan untuk berdiri saja rasanya lemah, seakan darahnya banyak yang terkuras, sementara Kia langsung masuk ke dalam rumah dengan tawa renyah.

•••

"Yan, ini Mama abis bikin kue, kamu bawa ke Kia sana."

"Malas, lagi main game, Ma."

Indri langsung merebut ponsel dari tangan Bian. "Ya ampun, tetangga cuma beberapa langkah." Wanita paruh baya itu langsung memberikan brownis itu.

"Iya-iya." Bian berjalan keluar rumah dengan ogah-ogahan, jujur dia masih kesal dengan sahabatnya itu yang tidak memikirkan perasaan orang lain.

Mata Bian memicing setelah hampir sampai, dia langsung memepercepat langkahnya untuk memastikan siapa yang tergeletak dengan darah yang terus mengalir.

"Astaga, Senja." Bian langsung menjatuhkan brownis yang dia bawa dan segera menggendong Senja, lalu dibawa ke rumahnya.

Kalau Senja kenapa-napa, lo bukan sahabat gue lagi. Gue nggak sudi punya sahabat seorang pembunuh.

•••

Nah lho, makin penasaran gak gais?🤣

Vote dan comment jangan lupa😂

Follow instagram:
Muliafitri.a
Mlyftr96

Dm for follback!

Untuk Senja ✔ (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang