Bian sore ini menjemput Senja dari kampusnya, ada banyak hal yang ingin dia bicarakan ke Senja. Dia membawa Senja ke sebuah kafe yang ada di daerah Lembang, kafe yang masih menyatu dengan alam, bisa melihat pemandangannya secara langsung, dan angin sepoi-sepoi membelai kulit mereka.
Katanya, Bandung itu romantis. Bukan hanya katanya, tapi bagi mereka Bandung memang romantis apalagi dinikmati bersama orang terkasih.
"Senja ... " Bian membuka obrolan sore ini.
Senja yang semula terpukau atas keindahan ini, lalu menoleh. "Iya, Yan?"
"Maaf karena gue nggak jujur tentang perasaan gue selama ini."
Senja mengangguk. "Permintamaafan diterima, tapi bisa lo jelasin semuanya?"
"Gue udah kagum sama lo sejak SMA, bisa dibilang dari awal pertama kali gue kenal lo, tapi hanya sebatas rasa kagum karena lo cantik, pintar, baik, tanpa ada rasa ingin memiliki," Bian menjeda ucapannya, "Tapi gue kira rasa itu akan hilang seiring berjalannya waktu, ternyata gue salah, saat lo pergi gue baru sadar lo berarti buat gue. Waktu gue ketemu lo lagi di Bandung ini gue bahagia, dari situ gue pengin perjuangin lo."
"Dengan cara kasih kirim paket tanpa nama?"
Bian mengangguk, lalu terkekeh. "Gue banci ya, Senja? Gue nggak ada pengalaman nembak cewek, gue belum pernah suka sama cewek sebelum lo, pengalaman gue masih minim tentang itu semua. Jadi, gue takut untuk ungkapin apa yang gue rasa, gue takut lo menjauh."
"Terus sekarang lo mau nembak gue?"
"Nggak, karena gue nggak mau pacaran. Gue punya prinsip pacaran setelah menikah."
"So?"
Bian mengembuskan napas pelan. "So, will you be my wife?"
"Hah?"
"Nggak sekarang, nanti kalau kita sudah sama-sama siap buat membangun rumah tangga. Tapi lo jawab dulu, mau nggak jadi istri gue?"
Senja menghargai keputusan dan keberanian Bian untuk menjadikannya istri, tapi untuk saat ini Senja belum ingin menyukai siapapun, bukan takut jatuh cinta lagi, hanya sedang menjaga hati agar tidak merasakan patah hati lagi.
"Gue menghargai niat baik lo, tapi untuk sekarang gue belum bisa buka hati gue buat siapapun."
"Tapi gue boleh nunggu sampai lo siap?"
Senja menatap langit mendung. "Jangan tunggu gue, karena gue nggak bisa menjanjikan apa-apa buat lo, takut nggak sesuai ekspektasi."
Seakan tidak ada harapan lagi untuk Bian mendapatkan Senja setelah mendengar perkataan itu, entah Bian harus kembali menunggu atau ikhlas melepaskan hati yang selama ini dia jaga.
•••
Waktu terus berlalu, Bintang dan Flora masih tetap tidak berkomunikasi, ada rasa kehilangan yang dirasakan oleh Bintang, rasa rindu menjahilinya, atau sekadar menanyakan kabarnya, ternyata benar kata orang; kala jauh akan rindu. Padahal baru dua hari, tapi rindunya semakin menggebu, akhirnya Bintang melawan egonya, dia menghubungi Flora terlebih dahulu, tapi sayang pesannya tidak terkirim, ditelepon juga tidak aktif. Akhirnya Bintang memutuskan untuk pergi ke indekosnya, berharap Flora ada di sana.
Tapi hasilnya tetap sama, Bintang tak menemukan gadisnya, pikirannya berkecamuk, mengapa Flora hilang tanpa kabar? Saat dia hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba Senja turun dari motor Bian.
Bintang mengurungkan niatnya, dia menghampiri Senja. "Senja, lo tahu di mana Flora?"
Senja menggeleng. "Dari kemarin sih gue belum lihat dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Senja ✔ (TELAH TERBIT)
Teen FictionSebagian part diprivate, mari follow dulu sebelum baca. Terima kasih. ••• Senjara Revania mendapat penolakan dari Bintang Alkana, dan ternyata Bintang adalah pacar temannya. Bintang pernah bilang gini, "Lo Senja, gue Bintang. Nggak ada sejarahnya se...