--085--

2K 229 49
                                    


Inspired by: The Guardian Of Devangel

***

Dalam diam Via merapihkan semua baju-baju ke dalam koper. Mengabaikan Alvin yang sedang berbicara dengan seseorang lewat telpon. Pikirannya masih kacau, bercabang kemana-mana.

Ia masih tak habis pikir dengan segala rentetan kejadian akhir-akhir ini yang sama sekali tak terduga. Semua hal yang ia pikir akan baik-baik saja nyatanya jauh dari kata itu.

Kehidupan SMA-nya yang semula menyenangkan, disamping ia yang sebagai agen mata-mata kini berubah drastis menjadi menyedihkan. Ia tak tahu, apakah semua ini termasuk bumbu pahit dunia remaja atau bukan namun yang pasti semua hal yang terjadi sama sekali diluar terkaannya. Kehidupan SMA-nya bisa dibilang campur aduk dan berantakan.

Puk

Tepukan halus di bahunya menyadarkan Via dari lamunannya, ia menoleh kaget ke arah Alvin yang saat ini menatapnya. Ia menatap kosong pemuda itu, seolah-olah ia sedang tak melihat siapapun, yah dalam artian Alvin terlihat kasat mata oleh penglihatan mata hijaunya.

"Mau sampe kapan lo ngelamun? Itu koper udah penuh," Via menoleh ke arah koper, dan benar saja, koper itu sudah penuh bahkan bisa dibilang tak bisa ditutup.

"Hm," Via berdehem singkat, kemudian kembali pada aktifitasnya membereskan baju.

Alvin yang melihat Via masih melamun menggeleng pelan, ia berjalan ke arah tempat tidur lalu duduk di tepian. Melipat kedua tangannya di depan dada, memperhatikan gerak-gerik Via. Ia mendengus.

"Kalo lo kayak gini terus mending gue batalin aja keberangkatan kita ke Aussie," Via otomatis menghentikan kedua tangannya yang sejak tadi sibuk mengemas.

Ia menoleh, menatap Alvin yang tengah menatapnya dingin. Memalingkan wajah, ia berusaha untuk menekan bulir air mata yang sejak tadi sudah ia tahan karena kacaunya pikiran akibat semua masalah yang terjadi.

"Gak masalah, gue bisa pergi sendiri." Kata Via dengan suara yang mulai bergetar menahan tangis.

"Nggak! Lo gak bakal pergi tanpa seizin gue." Tandas Alvin tajam yang membuat Via seketika membanting dua lipatan baju di tangannya ke lantai.

"Emang gue siapa lo? Sampe-sampe gue harus minta izin ke lo, hah?" tanya Via dengan suara yang naik beberapa oktaf.

"Lo lupa diri, eh?"

"Gue? Lupa diri?" Via menggeleng tak percaya, ia mendongakkan kepala, mencoba untuk menghalau air mata yang siap tumpah dari muaranya.

"Gue gak lupa, kok. Gue masih sadar, kalo gue itu cuma agen mata-mata yang dipindah tugas untuk ngawasin lo. Dan pekerjaan gue itu seumur hidup, jadi lo gak perlu ngatain gue lupa diri. Karena gue tau betul kedudukan gue kayak gimana. Kedudukan gue gak lebih dari sekedar pe-la-yan." Via mendesis penuh penekanan, bahkan ia mengejar satu persatu suku kata pelayanan di iringi dengan jatuhnya air matanya yang sejak tadi ia tahan.

"Apa lo bilang?" rahang Alvin mengeras ketika mendengar kata-kata Via.

Ia berdiri dari duduknya, mengejar Via yang saat ini hendak mengambil baju di lemari. Dengan cepat ia menarik pergelangan tangan Via sehingga gadisnya itu membalikkan badan dengan terpaksa hingga menabrak tubuhnya.

"Tarik kembali kata-kata lo!" desis Alvin tajam, ia mencengkeram kuat pergelangan Via.

"Apa yang harus gue tarik lagi, eh?" tanya Via pura-pura tak mengerti, ia menekan semua rasa takutnya akan tatapan maut Alvin yang saat ini menghunus tepat di kedua bola matanya.

Alvin diam. Ia tak menjawab pertanyaan Via tadi. Ia hanya menatap Via, wajahnya sudah memerah menahan amarah. Via yang mendapati Alvin terdiam dengan kasat menyentak tangannya agar terlepas dari cengkeraman Alvin.

The Reger's ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang