003 - Eccedentiast [part 3]

21 3 1
                                    

(n.) Someone who fakes a smile, when all they want to do is cry, disappear and/or die; someone who hides pain behind a smile


Bangunan istana itu begitu mencolok di antara dinding yang tinggi. Bagi negeri dengan luas wilayah yang terbilang sempit ini, sepertinya yang terlihat hanya istananya saja. Mulai dari sini adalah tempat yang paling aku benci di antara semuanya. Terutama orang yang akan kutemui, Yang Mulia Raja dari negeri ini.

"Bukankah dia adalah Hazard Andrez? Dia orang yang tidak seharusnya dipilih Yang Mulia."

"Statusnya bukan apa-apa sebelum menjadi Hazard. Katanya orang itu pernah membantai seluruh keluarganya sendiri."

Meski interior terlihat cantik, siapa sangka bahwa keseluruhan istana ini memiliki rahasia dendam. Sejak dulu pemimpin kerajaan ini adalah sampah dan membangun kekuasaannya dengan cara yang kotor. Keseluruhan negeri ini juga sama saja. Menyimpan jutaan dendam yang tidak terukir di permukaan. Yang terdengar tentang kerajaan hanyalah samar dan di permukaan hanya terukir rumor pengalih yang melibatkan orang-orang yang menjadi tangan kerajaan.

"Andrez dulu merupakan bangsawan terhormat. Namun sejak pembantaian, gelar Count dihapus."

"Ah, tidak mungkin! Tidak ada bangsawan bernama Andrez. Lagipula aneh jika Count langsung menjadi rakyat biasa. Penurunan pangkat sedrastis itu tidak wajar."

"Daripada itu, bukankah dia sekarang sebatang kara setelah pembantaian?"

"Rumornya dia adalah Evil's Eye, sang Penghancur itu. Berarti benar ia membantai keluarganya!"

"Wah, orang itu benar-benar berbahaya!"

Aku melewati beberapa prajurit yang berjaga di sekitar istana. Kebanyakan dari mereka bertugas sambil berbicara tentang apa saja. Beberapa dari mereka saling berbisik-bisik tentang orang yang baru saja lewat, sebagian topik itu adalah cemoohan. Para pelayan istana yang bekerja juga sama saja. Dengan santai mereka bekerja tanpa lupa menyelipkan berbagai macam rumor yang tidak jelas dalam obrolannya.

"Yo, Hazel!"

Aku tersentak "Firia!" kehadirannya selalu mengejutkan. Baru saja seorang perempuan tiba-tiba menepuk bahuku dari belakang. "Harusnya kau menjaga sedikit perilakumu. Jangan terlalu sering mengejutkan orang lain."

Rambut blonde-nya yang tergerai melewati bahunya terayun-ayun sementara ia menanjak-nanjak di hadapanku. "Apa kau membawa hadiah untukku? Apa hadiahnya?" tanpa peduli apa yang kukatakan, dia justru menanyakan hal yang tidak masuk akal.

"Fi-ri-a!" perempuan di hadapanku ini tidak bisa membedakan waktunya serius atau bercanda. "Aku ini menjalankan misi, bukan mengambil liburan. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan hadiah untukmu. Lagipula kenapa bukan Ernest yang dimintai hadiah?"

Firia adalah tunangan Ernest, jadi hal itu wajar. Tanpa alasan yang jelas ia selalu bertingkah tidak jelas dan mengganggap semuanya adalah permainan. Bahkan dalam pertarungan yang mengancam nyawa sekalipun, Firia tetap bisa tersenyum dan menganggap itu adalah permainan yang mendebarkan Namun kembali ke permasalahan hadiah, ini tidak sepatutnya. Pembohong ini sudah kelewatan.

"Baiklah ...." Firia menghembuskan napas kesal. "Ernie sudah sering memberikanku hadiah. Aku hanya ingin mencoba sesuatu yang terlarang tanpa tunanganku." Jelas-jelas itu bukan alasan yang tepat dan membawa masalah. "Ayolah, hanya hadiah. Aldie saja mau memberikannya padaku."

Perempuan ini .... Sia-sia saja aku berbicara dengannya. "Aku bukan Ernest ataupun Ludwig, jangan mengharapkan sesuatu selalu berjalan sesuai yang kamu mau." Firia perlu melihat ke kenyataan dan tidak melihat semua hal adalah permainan. "Sudahlah, aku harus segera pergi."

Perempuan itu sepertinya kesal karena aku pergi mengabaikannya. "Iya, baiklah, aku minta maaf." Ucapannya tidak menunjukkan kesungguhan. "Hazel ...." Firia mengikuti dari belakang, mendesakku agar kembali bicara lagi. "Hei, dengarkan aku dulu ...."

Jika tamengnya tidak hancur secara perlahan-lahan, tapi hancur dalam satu serangan, dia pasti akan rusak. Sikapnya benar-benar tidak bisa ditolong. Perempuan yang tidak pernah melihat ke kenyataan itu akan rusak suatu hari nanti. Sebelum penghancuran besar terjadi pada dirinya, lebih baik rusak saja tamengnya sedikit demi sedikit.

In the Future Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang