1.2. One Night.

399 30 4
                                    

Ah, harus kuapakan dompet ini?

Kebingungan melandaku. Entah mengapa, tanpa melihat isi identitas pemilik itu, aku pun menyimpannya ke dalam almari pakaianku.

Malam hari telah tiba. Seperti biasa, ketika seluruh pekerjaan telah usai. Ibuku tengah menonton sinetron kesukaannya, adikku asyik bermain gadget, ayahku juga sedang membaca grup WhatsApp dan kadang kala terpingkal-pingkal sendiri.

Dan aku, sedang fokus untuk stalking info-info tentang ONE OK ROCK. Dan terutama info-info tentang Taka, vokalis favoritku. Saat itu aku sedang terhanyut melihat video live Nagisaen mereka.

Namun sebuah suara nampaknya tidak mengizinkanku melakukannya.

"Tok..tok..." Terdengar ketukan pintu. Satu kali, dua kali, lalu yang ketiga kali cukup keras.

"Dek, sana bukain pintu!" Seruku.

"Malas ah mbak, bukain sono!" Adikku menjawab dengan matanya yang tidak beranjak dari layar gadget nya.

"Tok..tok..tok.." Ketukan itu semakin keras. Walaupun malas aku pun beranjak bangun dan membuka pintu. Mataku membulat karena terkejut melihat siapa yang datang.

"Hey.. you are the customer this afternoon!" Seruku.

"Hi..." Sapanya dengan senyumnya yang sangat innocence itu. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ya! Dompetnya. Ia meninggalkan dompetnya siang ini.

"Do you know my wallet? I think i accidentally left it here this afternoon."

"Yeah, i save it. Chotto matte ne.." Jawabku.

Aku berlari menuju almari pakaianku, mengambil dompet yang kutemukan dan menyerahkannya pada orang yang mirip Taka itu.

Ia menerimanya dan mengucapkan terimakasih. Lelaki itu sangat berterimakasih karena paspor nya ada di dompet itu. Ia takkan bisa pulang jika kehilangan dompetnya. Aku juga menyampaikan bahwa itu bukan apa-apa, aku tidak berbuat apapun. Hanya kebetulan menemukan dompet itu dan menyimpannya.

"Okay then, yokatta(syukurlah).. good bye..." Kataku setelah ia membawa dompetnya.

Ia hanya terdiam.

" Ano.. Ms. Bakso...." Gumamnya sambil menahanku menutup pintu.

"What? Ms. Bakso?" Aku terkejut ia memanggilku begitu.

"Um.. sorry. Since i dont know your name. But, actually i got a problem." Ia berkata dengan matanya melirik kebawah dan kedua ujung jari telunjuknya bertemu.

Singkat cerita, ternyata ia mengalami sedikit kecelakaan saat mengendarai motor ke rumahku. Ban motornya bocor dan punggungnya kotor sekali. Aku ingin tertawa tetapi itu akan terdengar kejam, karena ia sebenarnya terjatuh di dekat kandang ayam milik tetanggaku. Dan punggungnya penuh dengan kotoran ayam!

"You see that?" Katanya sambil membelakangiku, lalu menoleh berusaha melihat punggungnya dan menunjuk punggungnya.

"Y-yes. I-its so dirty. You've been such a mess." Kataku sambil menahan tawa.

Aku pun mempersilahkannya masuk dan meminjamkan kaos milik ayahku.

"Ibuk, bapak ini lho pelanggan Jepang yang tadi. Dompetnya ketinggalan. Trus jatuh tadi, dan ban nya bocor." Kataku kepada ayah ibuku sambil memandunya ke kamar mandi untuk ganti baju.

"Yo nduk, buatkan teh gih" Kata ibuku.
Aku bergegas membuat teh, sembari sesekali menengok ke jendela dapur yang terhubung ke ruang tamu. Tampak kembaran Taka itu sudah selesai ganti baju dan mereka sedang berbincang dengan ayah ibuku.

"Enjoy your tea.." aku mempersilahkannya untuk minum teh. Lalu duduk di sebelah ayahku, sehingga aku dan kembaran Taka itu duduk berseberangan.

"Nduk, daritadi wong iki ngomong opo aku ga paham nduk." Bisik ayahku.

"Yaampun bapak, nggak ngomong daritadi." Kataku sambil menepuk paha ayahku.

Aku pun menghadap kembaran Taka itu dan menjelaskan bahwa orangtuaku tidak bisa bahasa Inggris. Ternyata ia bertanya dimana ia bisa menambal ban motornya.

"Wah malam-malam begini, opo yo ada yang buka.." kata Ibuku.

Akhirnya, karena tidak ada pilihan lain. Dan ditambah malam itu turun hujan petir, ia pun menginap di rumahku.

"Hey, how can you find our house?" Tanyaku setelah keluargaku pergi tidur dan hanya kami berdua di ruang tamu.

"Yeah, i just type the name of your cafe on Google maps, and then i found it." Jawabnya.
Aku hanya mengangguk-angguk sebagai tanda mengerti.

"By the way, do you know ONE OK ROCK?" Aku tidak bisa menahan pertanyaan itu.

"Yeah. Of course. Who are Japanese people who don't know the band? They are very famous. And I really love their music." Katanya
Dan tentu saja, pertanyaan yang selama ini aku pendam dan ingin aku tanyakan.

"You know, You are very similar to Taka. When I first met you, I thought you were Taka. But I know that is an impossibility."

Dia hanya tersenyum, lalu kembali bertanya,
"Do you like him? Are you one of his fangirl?"

"Yeah i really love him. He is so cute. But he changed when on stage became a very cool, energetic and charismatic person. Not only Taka, but the other members too." Jawabku.
"Hm, you looks enthusiastic." Balasnya sambil tersenyum kembali.

Huh, senyum itu lagi. Kalian tahu, senyumnya sungguh seperti anak umur 5 tahun yang mendapat eskrim di hari yang panas. Sangat imut, dan tanpa sadar aku terus menatapnya.

"Huh? Is there something on my face?" Pertanyaannya membuyarkan lamunanku.

"Oh, no, nothing. We must go to sleep soon. It's already late." Jawabku sambil berusaha untuk tetap tenang.

Aku menunjukkan kamar yang akan ia tempati, dan aku tidur bersama adikku.

Malam itu petir sangat keras menyambar. Tetapi itu sama sekali tidak mengusik tidur lelapku. Yah, memang dasar aku si ahli tidur.
Pluk! Tangan adikku jatuh ke wajahku.
Hish! Gerutuku sambil berbalik arah.

Hm? Apa ini? Sesuatu yang hangat dan empuk dan baunya seperti cologne yang harum. Baunya sangat menenangkan sampai aku ingin memeluknya. Aku membenamkan wajahku ke benda ini, dan memeluknya dengan erat. Hmm hangat. Dan entah mengapa aku merasa aman.

Taka's POV

Sial. Aku tidak biasa tidur sendiri saat hujan petir. Ya, aku takut petir. Biasanya saat tour aku tidur berdampingan di bus dengan member OOR yang lain, jadi aku tidak takut. Sedangkan di kamarku di rumah, dipasang tembok kedap suara sehingga gemuruh petir tidak akan terdengar.
Tetapi sekarang?
Aku ingin mengatakannya, tetapi aku juga berpikir tentang harga diriku. Masak seorang laki-laki umur 30 tahun takut petir? Hah?
Sudahlah aku paksa memejamkan mata saja. Entah nanti apa yang akan terjadi. Pikirku.

Author PoV

Ketika semua sedang tidur terlelap, tiba-tiba kembaran Taka itu bangun dan duduk di pinggiran ranjangnya. Matanya masih terpejam. Lalu dengan sempoyongan, ia mulai berjalan secara zig-zag. Tangannya seperti vampir yang siap mencekik siapa saja yang ditemuinya. Ia pun membuka pintu kamar tempat ia tidur, lalu berjalan lurus dan membuka pintu kamar di depannya. Tentu saja, semua ia lakukan dengan mata terpejam.
Lalu entah apa yang dipikirkannya, Ia menghampiri kamar Nona Bakso lalu menyempalkan dirinya di sisi ranjang Nona Bakso. Kemungkinan besar ia menggigau karena ketakutannya akan tidur sendiri saat hujan petir.

**Keesokan harinya..
Aku membuka mataku. Dengan keadaan setengah sadar, aku sedikit mengangkat kepala dan memicingkan mata untuk melihat apa yang sedang kupeluk.

"Huaaaaaaa......" Teriakku sambil mendorong benda yang kupeluk.

Ternyata itu adalah..
Kembaran Taka kemarin!
Ia pun terkejut dan meloncat dengan cepat ke sudut kamar seperti kucing yang sedang takut.

"Gomenasai, hontou ni...., Ah. I mean... I'm really sorry. I don't know too, how I can move here." Ia meminta maaf sambil menggaruk rambutnya yang acak-acakan.

"I'm really really sorry..." Ulangnya sambil membungkuk kepadaku.

Ms. Bakso (Taka X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang