1.21. Introduction.

203 23 18
                                    

"Nduuk... Tumbasne ibuk loncang seledri tulung..."
(Naaak, tolong belikan ibu daun bawang sama seledri ya...)

"Oke buuk, berapa?"

"2000 wae. Oiyo karo tulung ramban e ibuk godhong telo rambak ya, nek kebon!"
(2000 aja. Oiya, sama tolong petikkan ibu daun ubi jalar di kebun ya!)

Segera kukayuh sepeda hordog usang milik kakekku untuk membeli pesanan belanja ibukku. Aku memang sedang ingin bersepeda, mengingat beberapa bulan ini hidupku hanya berkutat di sekitar bus atau stage. Yah, walaupun kadang juga jalan-jalan sih. Sekarang usailah rangkaian tour konser bersama Ed Sheeran yang kebetulan berakhir di Indonesia. Aku sangat bersyukur, karena dengan itu aku dapat sekaligus pulang kampung dan beristirahat sebelum masa diskors ku habis dan mengharuskanku kembali ke Jepang. Dan dengan usainya tour ini, menandakan berakhir pula masa kontrak kerjaku dengan ONE OK ROCK.

Aroma pagi pedesaan yang khas, cuitan burung emprit liar, beberapa tetanggaku yang sedang berangkat ke sawah sesekali menyapaku. Lalu lalang kendaraan bermotor belum begitu ramai, mengingat sinar matahari yang baru saja menerangi horizon, belum hangat menyengat kulit.

"Bu Dhe, loncang seledri nipun kaleh ewu nggeh!"
(Bibi, daun bawang- seledrinya duaribu aja ya!)

"Siap!"

Setelah membelikan pesanan belanja, aku beranjak untuk berkunjung ke kebun. Memetik daun ubi jalar untuk sayur. Setelah selesai memetik daun, aku memutuskan untuk meluruskan kaki di pinggir kebun. Mencelupkan kakiku sebatas mata kaki ke dalam sungai kecil di sisi kebun. Hanya untuk sekedar menikmati suasana pagi pedesaan, melihat ikan-ikan kecil yang berlari kesana-kemari di dalam aliran air yang masih sebening kristal. Belum terjamah oleh limbah pabrik, ataupun bahan kimia lainnya.

Bening sekali, sebening senyumnya pada hari itu.

Lagi-lagi wajah tersenyum si rocker gombal itu yang muncul di benakku. Ya maklum saja, aku masih tidak menyangka ia tiba-tiba begitu saja muncul sebegitu dekatnya di sisiku. Mengingat sudah bertahun-tahun aku menikmati karya-karyanya, mengikuti apa saja info-info tentangnya, sampai ke kehidupan sehari-hari. Bahkan bisa dikatakan level kefangirlanku lebih hebat daripada intel-intel yang sedang menyamar jadi tukang semir sepatu. Gila, bukan?

Oh ya, apakah aku pernah bercerita? Dibalik tingkat kefangirlan yang sudah level dewa, di kehidupan nyata aku dianggap sebagai anak desa polos yang rajin membantu orangtua, rajin belajar, dan pendiam. Maka tidak heran jika dahulu di SMA aku tidak mempunyai seorang teman dekat atau sahabat. Semua hanya acquaintance-friends. Mereka lebih tepat disebut 'segan dan hormat' kepadaku daripada 'berteman' hanya karena citraku adalah seorang perfect introvert bijaksana yang pintar dan multitalent.

***

Kemarin lusa, kami tiba di Indonesia saat hari menjelang sore. Kami menginap di basecamp sebelum keesokan harinya konser terakhir di tour dengan Ed diadakan. Setelah konser, para member dan crew pun melanjutkan perjalanan nya menuju basecamp. Sedangkan aku memutuskan untuk pulang melepas rindu dengan kampung halaman.

Seperti hari-hari dirumah biasanya, pagi hingga siang hari aku membantu ibu menyiapkan dagangannya. Mengiris seledri dan sayur, menggoreng bawang merah untuk ditaburkan ke bakso. Tidak lupa juga menyapu warung dan mengelap meja. Hari-hari normal biasa yang sangat damai yang aku rindukan.

Tetapi semua berubah saat kulihat empat batang hidung itu muncul, dan mulai datang menghampiri warungku. Semoga mereka tidak mengacaukan hari damaiku, oh kamisama. Oh tidak, mereka benar-benar mampir kesini. Mereka benar-benar serius ketika berkata ingin berkenalan dengan 'calon mertua' Mori-chan.

"Yoo...nona (y/n)!" Lambai Tomoya dengan wajah ceria yang tak pernah meninggalkan wajahnya.

"Bukankah harusnya kalian sudah kembali ke Jepang?"

"Mengapa kau tidak membalas sapaan Tomoya?"

"Oh maaf Toru-san, hai'...Irasshaimase, minna-san (Selamat datang teman2)!"

"Lagipula, kau tega membiarkan Mori-chan merindukanmu? (y/n)-san?"

Menanggapi itu, Taka hanya menyenggol lengan Ryota dengan sikunya.

"Nduuuuk, kok suwi anggonmu ngelap mejo? Wes bar ta durung?"
(Naaak, kok lama kalau mengelap meja? Sudah selesai apa belum?)

Hm, mulai tercium bau-bau hari-hari damaiku tidak akan terjadi hari ini.

"Loh iki lak uwong Jepang seng kae to ya, nduk? Berarti wong iki lak seng nulung sampeyan kae? Sopo kae, jenenge? Ibuk lali?"
(Loh, ini kan orang Jepang yang dulu kan nak? Berarti orang ini yang menolongmu dulu? Siapa namanya? Ibu lupa?"

Aku terkejut dan segera menoleh ke Ibuku. Rupanya beliau datang untuk memeriksaku, karena sudah setengah jam lebih aku pamit menyapu tetapi tidak kembali. Dan tentu saja beliau segera bereaksi ketika bertemu dengan Taka, mengingat dulu ia pernah menginap disini.

Duh, mati aku. Kenapa sih, ibu tiba-tiba datang dan bertanya tentang Taka tepat di depan orangnya?

"Permisi Bu, perkenalkan, nama saya Taka. Saya adalah kekasih anak ibu."

Semua terdiam beberapa saat.

What???!!!! Shitshitshit

Dengan percaya dirinya, Taka maju mencium punggung tangan ibuku, dan memperkenalkan diri sebagai kekasihku dengan bahasa Indonesia walapun aksen Jepang-pelo nya masih sangat terlihat.

Damn! Darimana dia belajar kata-kata itu?!

Ibuku hanya menoleh kearahku dengan mata melotot karena terkejut.

"Kekasih?!! Pacar?!! Lha kaet kapan nduk sampeyan pacaran?! Kok ora cerito ibuk?"
(Kekasih?!! Pacar?!! Lah sejak kapan nak, kamu pacaran?! Kok tidak cerita ke ibu?)
.

.

Uwaa nanti malam bang Tak 32 tahun (づ。◕‿‿◕。)づ(づ。◕‿‿◕。)づ
Bukan bang ya berarti, om Taka ini berarti yang betul 🙈
Otanjoubi omedetouu !!
お誕生日おめでとう!!

Ohiyaa untuk kasih hadiah ke om Tak, para Oorers sepakat untuk membuat hashtag #ONEOKROCK jadi trending worldwide. Ikutan yuk!

Dan jangan lupa nanti malam ada Yutup premiere
S

elamat nonton! Dan keep safe!








Ms. Bakso (Taka X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang