2.2. Old Friend.

111 19 5
                                    

Wajah itu, suara itu, lama tidak bertemu!

Kami berpelukan penuh haru, saling menanyakan kabar. Kami pun lalu berjalan bersisian sebelum memasuki sebuah coffeeshop di dekat rumah sakit tempatku bertemu dengannya.

"Yaampun! Serius?! Sejak kapan??! Kenapa kau tidak memberitahuku dari dulu?"

"Ayolah, apakah kau lupa? Jika kita tidak putus kontak kamu pasti sekarang kamu sudah merebut Taka dariku untuk kau ajak selfie hahah."

Pembicaraan kami mengalir ketika aku mulai memberitahukan hubunganku dengan Taka. Mungkin terkesan kurang bijaksana jika aku membeberkan kisah hubungan yang 'tidak biasa' ini kepada orang lain. Namun kali ini aku memutuskan untuk menceritakannya, mengingat dia adalah orang yang baik dan dapat dipercaya. Selain itu aku juga punya perasaan bahwa aku harus menceritakan ini kepadanya.

Merliyn

Apakah kalian ingat? Dia teman pertama ku dari Indonesia ketika aku mulai berkuliah di Jepang. Dia juga yang mengajakku menonton konser untuk pertama kalinya dan bahkan menanggung biayanya juga. What a lifetime experience.

"Ah iya, kalau kamu butuh ekhem...yah siapa tau saja, kamu bisa menghubungiku jika butuh wedding organizer." Celetuknya sambil menyodorkanku sebuah bussiness card bewarna hitam dengan tulisan berwarna emas.

"Apa sih Mer! Haha. Belum sampai situ juga kali... Ngomong-ngomong soal itu, jadi wedding organizer langganan artis-artis Jepang ini milikmu? Bercanda kau mer! Hebat benar temanku yang satu ini!"

"Ahaha ya, begitulah. Terimakasih. Tapi siapa tahu kan, dalam waktu dekat ini Taka-san pulang dan memberimu kejutan, hm?" Ia menatapku jahil.

"Kejutan apa? Kejutan dia minta pijat karena encok terlalu banyak pecicilan mungkin iya." Sahutku pura-pura tidak paham.

"Alah, kau pasti pura-pura tidak paham kan? Bayangkan saja bagaimana jika sepulang dari tour ini, Taka-san melamarmu seperti ini... (Y/n), will you marry me? Aww so sweet...." Ia menggodaku lalu cekikikan sendiri.

"Apaan sih mer?" Aku berusaha menahan senyum, membayangkan jika hal tersebut memang benar-benar akan menjadi nyata.

"Kamu lucu sekali (y/n) kalau menahan malu! Pantas saja Taka kepincut. Anyway, kamu bisa hubungi nomor di bussiness card ya.. Jika nanti Taka melamarmu. Karena sepertinya aku tidak bisa berlama-lama disini. Sampai jumpa, (y/n)!" Pamitnya sambil menjulurkan lidahnya.

"Sampai jumpa! Hati-hati ya!"

Dasar anak itu. Tidak berubah sama sekali.

Ia lantas menggeser pintu kaca kafe dan berjalan keluar dan menghilang bersama orang-orang yang berlalu-lalang di trotoar depan kafe.

Aku kembali menyeruput caffe latte ku seraya mengingat masa-masa ketika aku dan Merliyn masih sering bersama. Dan tidak kusangka seluruh perjuangan dan kesedihan ini sudah terbayarkan dengan takdir bahagia yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

Tetapi ini bukan happy ending seperti yang ada di film-film. Di kehidupan nyata, happy ending bukanlah akhir yang sebenarnya.  Kebahagiaan bisa saja berubah kembali menjadi kesedihan begitu saja.  Seperti satu hal yang kini harus ku hadapi.

Kulihat lagi lembar hasil tes ANA-ku. Dengan harapan apakah mungkin aku salah membaca, atau mungkin aku membaca baris atau kolom tabel yang salah. Namun hasilnya tentu saja tidak. Diperiksa berkali-kali pun, hasilnya tetap saja positif. Kuremas kertas tersebut, ingin rasanya aku berteriak.

(*Tes ANA : Tes antinuclear antibody, salah satu pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa penyakit autoimun)

Systemic Lupus Erythematosus. Sebuah penyakit turunan yang membuat sistem imun menyerang dan menghancurkan sel-sel dalam tubuhku sendiri. Penyakit yang sama yang merenggut nyawa ayahku beberapa tahun yang lalu. Bentol-bentol yang kukira adalah alergi dingin, ternyata adalah salah satu gejala dari penyakit ini.

Ms. Bakso (Taka X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang