Yang kangen, yang kangen :v. (Gada yang kangen juga :"v)
Arda natap Abang nggak percaya, soalnya anak itu minta ijin pakai alasan yang nggak jelas. Biasanya, jam tambahan pelajaran itu dimulai semester dua. Tapi, Abang bilangnya sekarang.
"Kalau dipergok sama Om Darwin, habis riwayat lo, Rel."
Farrel menutup bekal makanannya, lalu tersenyum manis di hadapan Arda. "Bodo amat, Farrel nggak perduli."
Arda mendecak, dia makan lagi baksonya. "Nanti disekap di rumah sakit, mau?"
"Mau kok, asal dikasih ke taman aja sama Papa. Atau jalan-jalan di luar." Abang minum air yang dia bawa dari rumah. Mama yang nyiapin, biar hemat sama sehat katanya. Abang mah, nurut aja.
"Aneh." Arda bergumam sambil ngunyah baksonya.
"Siapa?" tanya Abang bingung.
"Lo."
"Kok Farrel?"
"Emang lo."
"Farrel salah apa?"
Arda menggeram, kesel banget kalau ngomong sama Abang ini. Dia udah layangin tangannya pengen ngejitak kepala Abang. Tapi, dia tahan, lanjut makan bakso. Nggak tega tahu, kalau Arda mukul Abang. Soalnya, Arda lebih pengen ngarungin Abang, bawa pulang, terus dia uyel-uyel pipi Abang di rumahnya, saking gemesnya sama dia.
"Farrel udah selesai makan." Abang ngerapiin bekal sama botol minumannya.
"Nggak nanya," sahut Arda yang masih makan bakso. Udah mau habis, tinggal kuah-kuahnya aja. Arda nggak mau ninggalin kuahnya, soalnya dia beli ini pakai uang. Kalau dia ngebuang kuahnya, sama dengan dia ngebuang uangnya.
"Farrel ngomong sendiri, nggak sama Arda."
"Gila, dong. Kalau ngomong sendiri."
Abang mutarin bola matanya malas. "Tau ah gelap, kurang lampu di kantin." Habis itu Abang jalan ninggalin Arda yang lagi minum air.
Arda ketawa. "Padahal udah ada matahari yang nyinarin kantin, masih aja nyari lampu. Sumpah deh, besok gue bawa karung aja deh, buat ngarungin dia. Gue adopsi aja jadi adek gue."
Habis membayar bakso sama minuman. Arda nyusul Abang yang mungkin lagi ngambek. Biasa sih, dia kan anaknya ambekkan.
***
Pulang sekolah, sorenya. Tujuan mereka akhirnya tercapai, mereka berdua sedang duduk manis di kursi penonton. Pertandingan basket udah mulai. Abang yang paling semangat di sini, teriak ini itu lah. Arda sampai-sampai nutup telinganya. Suaranya Abang tuh, cempreng.
"Rel, aduh. Udah! Biasa aja teriaknya, nanti kalau bolanya udah masuk baru teriak. Kalau sekarang kan, malu. Lo cuman ngebuat mereka nggak fokus."
Abang berhenti teriak. "Oh iya, ya. Farrel lupa. Em, nanti Farrel pulang sama Arda ya?"
"Iya, gue nanti nelpon sopir buat jemput."
Abang melotot, nggak percaya kalau Arda bawa hape. "Kan nggak dikasih bawa hape. Arda emangnya bawa?"
Arda ngangguk cepat. "Gue matiin."
"Untung lah. Ar, Farrel haus." Abang majuin bibirnya. Sambil megang lehernya.
"Minum."
"Nggak ada air."
"Beli."
"Nggak ada yang nganterin."
"Aaah Abang! Yaudah, ayo beli minum!" Arda nyatuin alisnya, natap Abang malas. Lagi enak-enaknya nonton, eh malah disuruh nganterin beli minum. Kan sebel.
Abang senyum senang, terus jalan bareng Arda ke warung. Untung aja warungnya dekat, jadi Abang nggak perlu jalan jauh-jauh, nanti bisa kesemutan lagi kakinya. Urusannya makin brabe nantinya.
"Eh, kalian berdua, kelas sembilan dari SMP Satriwara, kan?" tanya salah satu murid SMP yang lagi nongkrong di warung itu. Dia ngelihat dari seragam putih Abang, sama dasinya.
Arda sama Abang ngangguk barengan. Mereka belum beli apapun, lagi ngeladenin lima murid yang ada di dekat mereka.
"Temannya Garen pasti, ya?"
Sekali lagi, Arda sama Abang ngangguk. Sempat bingung sih, kok ada murid dari SMP lain yang kenal sama Garen, apalagi dia tahu kalau Arda sama Abang temenan sama Garen.
"Karena Garen udah ilang, gue balas dendam sama kalian aja, deh." Laki-laki itu bangun dari duduknya. Terus ngedeketin Abang sama Arda.
Mereka berdua reflek mundur, Abang udah megang tangan Arda erat. Abang udah takut, ini pertama kali, lho. Dia ketemu sama orang kayak gini. Iya lah, dianya aja selalu dikekang sama Papa.
Arda merasa udah ada rasa aneh, nggak enak gitu. Arda kan orangnya peka, pasti tahu. Tangan Arda ikut genggam tangan Abang.
"Rel! Lari, lari secepat mungkin. Ini gawat!" Bisik Arda tepat di telinga Abang. Dia dengan cepat narik Abang buat lari. Abang mah cuman bisa pasrah, ikut lari juga.
"Woy! Tunggu! Kalian, kejar mereka berdua."
Murid ber empat lainnya mengangguk, terus lari ngejar Arda sama Abang. Laki-laki itu juga ikut di belakang prajuritnya. Mereka siapa, dari mana, nggak tahu asal-usulnya, udah nyerang Abang sama Arda aja. Aneh.
**
Anggap aja Abang rambut hitam :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Farrel ✔
Tienerfictie[COMPLETED] Hanya sekilas kehidupan Abang bersama Papa gesrek dan Mama tercintah. Warning! Gaya bahasa yang berbeda, absurd beut. Start : 7 Mei 2019 End : 12 September 2019