iii

2.6K 385 63
                                    

"Lix, remidi bareng aku, ya."

Felix mengerutkan kening, "hah? Aku remidi memangnya? Remidi apa?"

"Halah, jangan pura-pura ga tau, ih. Kimia woy, kan nilai yang baru keluar cuma nilai kimia. Gilaseh, Pak Jaebum cepet amat ngoreksinya."

Felix terdiam mendengar penuturan dari Hwall, "nilaiku berapa? Kamu liat ga? Kemarin ga sempet liat, rame, males."

"Hmm, sama sih kaya aku. Empat lima, makanya remidi."

Kembali Felix terdiam, memikirkan sesuatu.

"Kalau nilai yang tertinggi, kamu tau ga?" tanya Felix, belum puas.

"Temen kamu tuh, si Seungmin. Di bawahnya ada si Hyunjin. Gila sih, temenmu pinter semua."

°°°

"Pulangnya sore amat, Felix."

Felix mendecih. Gagal sudah rencananya untuk pergi ke kamar diam-diam. Ia mulai curiga bahwa ibunya ini punya indera keenam atau setidaknya pernah menjadi cenayang.

"Anu, ada tugas tambahan, Ma," mana mungkin Felix bilang kalau dirinya remidi kimia. Bahaya.

Gerakan mengupas ibunya berhenti, "oh, gitu?"

Aura gelap mulai Felix rasakan. Bahkan dirinya tanpa sadar sudah mulai berkeringat dan menelan ludahnya gugup.

"Udah pinter bohong ya kamu," berbanding terbalik dengan nada suara, Nyonya Lee memakan apel dengan santai, "remidi kimia, kan?"

Sial.

Felix menghela napas panjang, "memang aku ga bisa bohong, ya, kalau sama Mama."

Tatapan elegan namun tajam diberikan dari Nyonya Lee, "itu juga baju kamu kenapa? Habis main?"

"Kalau aku main memangnya kenapa, Ma?" entah setan apa yang sedang lewat, Felix berani menjawab, "pun kalau aku remidi kenapa, Ma?"

Kunyahan terhenti, Nyonya Lee meletakkan sisa apel ke piring dengan kasar, "menurutmu kenapa, Felix? Hm? Perlu mama perjelas lagi?"

Keberanian Felix menguap tatkala ibunya berjalan pelan menuju arahnya. Tangannya bergetar seiring dengan wajah yang didekatkan ke telinga Felix.

"Mau mama aja yang didik kamu atau papa kamu aja?"

S-sial.

Mulut Felix terkatup rapat dengan rahang yang mengeras. Ia tidak suka jika harus berurusan dengan ayahnya itu. Lain halnya dengan Nyonya Lee yang tersenyum puas, sembari menjauhkan wajah dan berjalan menuju meja makan, hendak menyantap beberapa apel lagi.

"Setidaknya jadilah seperti Hyunjin," kunyahan kembali terdengar, "kamu dekat dengannya harusnya kamu juga bisa kayak dia."

Diam-diam Felix mendecih, merasa muak namun tak bisa berbuat banyak.

"Ada lagi yang mau Mama omongin?" Felix menatap ibunya lurus, "Felix rasa udah cukup, jadi Felix harus pergi ke kamar."

Tanpa menyalakan lampu, Felix menutup pintu kamar dan langsung merebahkan diri di ranjang, menatap langit-langit dalam hening malam. Perkataan ibunya kembali terulang, membuat Felix gelisah sendiri. Mungkin satu ronde game bisa sedikit menenangkannya.

Laptop telah dinyalakan, headphone telah terpasang sempurna di telinga Felix, hanya tinggal menunggu loading selesai saja. Setidaknya begitu sampai sebuah bisikan kembali merasukinya.

Setidaknya jadilah seperti Hyunjin.

Gerak pada mouse terhenti, padahal tadinya hendak mengundang teman-temannya untuk ikut bermain. Menggeram, Felix membanting headphone-nya, beralih ke meja lain lalu membuka buku pelajarannya.

°°°

Hng, ak nulis apa sih .-.

Voices ; Lee Felix [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang