"OH JELAS TIM KITA PASTI MENANG!"
Sorakan khas lelaki terdengar, bersamaan dengan headphone tak berdosa yang terbanting, menjadi korban selebrasi singkat keempat pemuda di sana. Kemudian mereka terengah sendiri, terlentang di atas karpet sang tuan rumah sembari mengatur napas dan menunggu loading untuk masuk ke stage berikutnya.
"Jus jeruknya habis," Hyunjin mengambil teko yang telah kosong, "aku turun bentar, ngambil jus lagi."
Biar Felix jelaskan, sekarang mereka semua tengah berkumpul di rumah Hyunjin, menghabiskan liburan semester yang cukup panjang. Walaupun hanya bermain game, setidaknya mereka saling bertemu. Pun bermain di rumah lebih menghemat uang ketimbang harus pergi ke game center.
Mama mana mau ngijinin ke game center, batin Felix kemudian terkekeh sendiri.
Ngomong-ngomong tentang ijin, Felix memang sempat diinterogasi singkat tatkala dirinya keluar dari kamar dengan setelan kaos putih santai dan celana hitamnya. Mamanya tentu tak mau mengijinkan anaknya itu bermain. Beliau lebih senang Felix berada di depan meja belajarnya, tak peduli jika anaknya nanti menjadi gila.
Namun Felix akhir-akhir ini pandai berkelit. Dirinya spontan saja mengatakan bahwa akan pergi ke rumah Hyunjin, anak yang selalu dielu-elukan oleh mamanya.
"Mau belajar? Bagus, bagus. Asal sama Hyunjin tidak apa-apa."
Begitu yang Nyonya Lee katakan sembari matanya berbinar senang melihat punggung Felix yang membawa tas gendong. Pun Felix hanya menahan tawa. Begitu telah menjauhi rumah, barulah tawanya lepas, mengingat ibunya yang mengira bahwa dirinya akan belajar.
Mama ga tau aja kalo aku bawa laptop buat main, bukan buat belajar.
"Tumben, Min, ga belajar," suara Jisung membuyarkan lamunan Felix, "biasanya belajar buat semester depan."
Bertepatan ketika Seungmin membuka mulut, Hyunjin datang dengan teko yang tadi dibawanya turun. Seungmin segera meraih teko dari tangan Hyunjin, menuangkan isinya ke dalam gelas lalu meneguknya.
"Udah, sih, kemaren," balas Seungmin kemudian, "tinggal fisika aja, sih."
Gila bener, batin Felix. Ditatapnya Seungmin yang menampilkan gestur santai, seolah perkataannya barusan adalah hal yang wajar terlontar.
"Kamu, Jin?" giliran Felix yang bertanya, "sama kayak Seungmin? Udah belajar?"
Tangan Hyunjin yang bergerak di atas mouse terhenti, menoleh sebentar lalu memasang wajah malas andalannya. Matanya menyipit dengan bibir yang mengeluarkan decakan.
"Study isn't my style."
"SOK BENEEEER!" Jisung langsung menyoraki lalu memukul Hyunjin dengan bantal secara brutal.
Sementara itu Felix hanya terdiam, tahu pasti bahwa Hyunjin menyimpan senjata pamungkasnya sendiri. Felix seratus persen yakin bahwa Hyunjin layaknya seperti Seungmin, ambisius dan tak mau kalah. Tipikal orang sukses yang selalu dibicarakan orang-orang.
"Halah pret," sahutan Seungmin membuat Felix menoleh, "dikira aku ga tau kalo setiap pelajaran kamu malah belajar materi semester depan? Cuh lah, dikira aku ga tau?"
Tuh kan, Felix tersenyum masam, temen-temenku emang gini semua.
Oknum yang dituduh hanya memberikan cengiran, terkekeh sembari mengusap tengkuk dan kembali menatap layar. Jawaban yang amat jelas untuk Felix.
Gila sih, temenmu pinter semua.
Bisikan kembali datang. Reflek, Felix memejamkan mata, memiringkan leher dengan rahang yang mengeras, tipikal ketika ia tengah marah.
"Brisik," pun bisikan lirih tanpa sadar terlontar, amat lirih sampai Felix yakin tidak ada yang mendengarnya.
Namun sebuah tepukan di bahu hadir, mengejutkan Felix. Matanya langsung terbuka dan menoleh kepada pelaku yang ternyata adalah si tupai, Han Jisung.
"Lix," panggilnya, "kenapa?"
Felix hanya bisa diam seperti hari-hari sebelumnya. Memilih tidak menjawab dan beringsut menjauh dari Jisung, membiarkannya terbingung sendiri mencari jawaban atas sikap Felix yang terkesan dingin itu.
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Voices ; Lee Felix [✓]
FanfictionTentang Felix yang berusaha terbebas dari suara-suara yang mengganggunya.