vii

1.9K 318 26
                                    

Nyonya Lee hampir memuntahkan teh yang tengah ia teguk tatkala maniknya mendapati anak satu-satunya melenggang santai memasuki rumah. Masalahnya bukan disitu melainkan pakaian yang Felix kenakan sekarang.

Seragam putih panjangnya diikatkan di pinggang, menampakkan baju hitam yang dipakai oleh Felix. Pun baju hitamnya tidak dimasukkan rapi ke dalam celana, menambah kesan urakan dari pemuda itu. Nyonya Lee menggigit bibir menahan amarah, diletakkannya cangkir kemudian bersidekap seraya menyilangkan kaki.

"Maksudnya apa ini, Felix?" pertanyaan yang terlontar menghentikan langkahnya, "udah kebanyakan main kayaknya ya, kamu."

Felix menghela napas barulah menoleh santai ke arah ibunya, "aduh, Mama ngerasa panas ga, sih? Felix ngerasa panas banget, nih, Ma."

Bola mata Nyonya Lee rasanya hampir keluar mendengar jawaban Felix. Sudah tidak terhitung seberapa banyak anaknya ini menjawab atau setidaknya bersikap santai. Tidak seperti biasanya dan Nyonya Lee tidak terlalu suka itu.

"Jawab mama, Felix," nadanya semakin meninggi, "kamu habis dari mana?"

Felix memilih diam sejenak. Matanya tak dialihkan kemanapun, hanya tertuju kepada Mamanya. Pun sang mama ikut terdiam, menaikkan alis, menunggu jawaban dari Felix.

Bukannya ia ingin membangkang namun Felix tak tahan lagi. Ia lelah dan hanya ingin beristirahat sejenak. Sebenarnya Felix tidak mencontoh siapapun--walau Hyunjin acap kali berdandan seperti dirinya sekarang--justru sedari dulu ia ingin berdandan begini. Felix bukan tipikal anak rajin dan rapi, ia juga anak remaja biasa yang bersikap berandal.

"Kenapa sih, Ma, nanyain itu terus," walau jelas ia mendebat sang mama, nada bicaranya tetap lembut, "kata Mama, Felix sudah dewasa, bukan anak kecil lagi. Seharusnya Felix bebas dong, mau melakukan apa."

Pun Felix sebenarnya tidak seberani itu. Tangannya bergetar semenjak awal ia masuk rumah. Terlebih tatapan sang mama sekarang yang terlihat ingin mengeluarkan segenap amarah di depannya.

Namun Felix amat terkejut tatkala sang mama justru menghela napas lelah, menopang dahi sebentar sebelum kembali menatap Felix, "ga bolehkah mama khawatir, hm?"

Felix menggeleng tidak percaya. Bohong, pasti bukan itu, batinnya menjerit. Lebih dari siapapun, Felix kenal mamanya. Bukan seperti ini sosok mama yang ia kenal.

"Kalau kamu melakukan kesalahan, nanti imbasnya ke kamu lagi. Mama ga mau kamu kena masalah," begitu lanjut Nyonya Lee.

Tidak, ada yang ganjil, Felix tidak semudah itu percaya, pasti ada sesuatu yang tersembunyi di balik kata-kata Mama.

"Sekarang jawab mama, Felix. Kamu habis dari mana?"

Tatapan lembut Felix dapatkan namun tetap batinnya tidak percaya. Di bawah rasa curiga, Felix menatap penuh selidik, memberi jawaban yang telah ia siapkan matang-matang.

"Habis pergi bersama Hyunjin," bukan bohong jika Felix melihat binar di mata ibunya.

"Bagus itu, bagus," antusiasme terdengar, "kamu bisa jadi seperti Hyunjin nanti. Sering-sering tanya ke dia, gimana caranya jadi pinter kayak dia...."

Selanjutnya Felix mendengus. Kakinya kembali bergerak menuju kamar, mengabaikan ibunya yang terdiam dan menatapnya tajam. Dibantingnya tas dan badannya menuju kasur. Terdiam, menatap langit-langit.

Kamu bisa jadi seperti Hyunjin.

Felix berguling memeluk bantal, menenggelamkan kepalanya dan mulai menutup mata.

Jika saja Mama tau apa yang aku lakukan bersama Hyunjin, apa Mama akan tetap membandingkanku dengan Hyunjin?

°°°

We all lie~

Voices ; Lee Felix [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang