xiii

1.6K 297 29
                                    

Felix meletakkan pulpennya kasar lalu mendengus sembari mengacak-acak rambutnya frustasi. Hanya lima soal yang diberikan oleh Seungmin namun baru saja satu yang Felix kerjakan.

"Min, gak manusiawi banget sih, soalnya," bahkan Jisung berkata demikian.

"Sekali kalian bisa nyelesaiin ini, aku jamin kalian bisa nyelesaiin soal-soal lain yang setipe," jelas Seungmin lalu meneguk jus lemonnya.

"Ayo semangat kawan-kawanku."

Sebuah bantal Felix lemparkan ke arah Hyunjin yang tengah terbaring di ranjangnya, sibuk bermain game di ponselnya. Pun Hyunjin hanya mengaduh lalu melotot kepada Felix dikarenakan dirinya kalah. Felix hanya menjulurkan lidah saja kepada Hyunjin lalu tertawa.

"Aku nambahin jus dulu, ya," kata Felix lalu berdiri, "mumet juga. Istirahat bentar, lah."

Felix segera menuju dapur dan mengambil teko berisi jus lemon yang memang disediakan lantaran ketiga temannya itu akan menginap di rumahnya malam ini. Mamanya sedang pergi, dinas luar katanya. Saat Felix berkata bahwa ia akan mengundang teman-temannya itu, mata mamanya langsung berbinar. Dengan semangat beliau menyiapkan berbagai macam kudapan dan minuman segar beberapa jam sebelum dirinya berangkat.

"Belajar yang baik, ya."

Felix mengiyakan saja, lagipula memang ia sudah berniat begitu.

Seungmin langsung mengisi ulang gelasnya yang kosong begitu Felix tiba. Pun temannya itu berinisiatif mengisikan gelas Hyunjin juga. Felix kembali duduk di samping Jisung dan tenggelam kepada soal yang diberikan Seungmin.

"Ini pakai rumus yang ini bukan, sih?" Jisung menunjuk sebuah rumus di buku tulisnya lalu menyodorkannya kepada Seungmin.

"Iya," balas Seungmin.

"Lah, tapi kok kayak beda gini, sih?" Felix ikut-ikutan bingung, "malah ini keliatannya kayak rumus sebelah."

"Rumus sebelah apaan anjay," Seungmin kembali meneliti soal yang dibuatnya, "oh ini tuh, yang ini kamu anggap alfa, yang ini kamu anggap beta. Terus kamu masukin tuh alfa sama betanya ke rumus."

Felix kembali meneliti soalnya, sesekali keningnya berkerut.

Logikaku, kok, tidak jalan.

"OH, OH, IYA!" Felix menoleh melihat Jisung yang terlihat amat senang karena mendapat jalan keluar, "aku bisa liat jalan penyelesaiannya."

Felix terdiam, dia sama sekali tidak paham. Kok bisa Jisung paham, batinnya.

"Paham, Lix?" Seungmin nampaknya sadar, "coba nih, kamu teliti baik-baik. Anggap mereka ini satu kesatuan terus kamu misalkan alfa, yang satunya juga. Kamu anggap mereka kesatuan yang bernama beta."

Felix menggaruk kepalanya bingung, "ngomong apa sih, Min."

"Nih, Lix," tahu-tahu Hyunjin sudah berada di sebelahnya sambil menggenggam pensil, "ini namanya kubu alfa, kalau ini namanya kubu beta. Mereka bertemu di rumus ini, kamu masukin mereka ke arena. Wush, wush, kalikan habis itu tambah. Ketemu."

Felix menjentikkan jari, "OALAH GITU DOANG ANJAY!"

Walau membutuhkan waktu lama, Felix merasa amat bahagia karena berhasil menyelesaikan lima soal yang tidak manusiawi itu. Pun saat Seungmin mengoreksi jawabannya dengan Jisung, semua jawabannya benar, membuat Felix tambah bahagia lagi.

"Nah sekarang bahasa Inggris," Felix bingung waktu Jisung beringsut menjauh darinya dan duduk di dekat Seungmin, "giliran Felix yang jelasin nih, sekarang."

"Kok aku, sih?" Felix tambah bingung, "gak salah?"

"Salah dari mana, Bambang," ujar Hyunjin seraya duduk di samping Jisung, "kan, di antara kita yang paling pinter bahasa Inggris cuma kamu, aussie boy. Eaak."

"Loh, Min, kamu, kan juga pinter," tunjuk Felix, "lancar juga."

Seungmin menggeleng, "pinteran kamu kali, Lix. Lupa siapa yang ngajarin aku dulu waktu SMP? Siapa ya dulu yang ngajarin grammar ke aku, hm?"

Felix mengusap tengkuknya, salah tingkah, "ya aku, sih."

"Ya udah, bes," celetuk Jisung, "ajarin kita conditional sentence type 2 gih. Itu parah susah banget aku gak paham."

Sisa waktu mereka habiskan untuk membahas materi dengan Felix yang menerangkan di papan tulis kecilnya. Pukul sebelas malam mereka selesai dan masing-masing bersiap untuk tidur. Besok pagi mereka berencana untuk pergi ke taman kota dan jogging bersama.

"Keren lah, Lix," sahut Hyunjin saat lelaki itu membantu Felix mencuci piring kotor, "penjelasanmu gampang banget dipahami. Besok-besok aku kalau bingung nanya kamu aja."

"Apa sih, Jin," balas Felix, "padahal ya Seungmin lebih pintar."

Hyunjin meletakkan piring terkahir, "semua pintar di bidangnya masing-masing, Lix. Kamu pinter bahasa Inggris sama komputer, kamu harus sadar itu. Kamu kurang bisa matematika bukan berarti kamu bodoh, inget itu."

Felix hanya terdiam dan membiarkan Hyunjin melaluinya setelah temannya itu menepuk pundaknya singkat.

Seandainya mama mikir gitu juga, aku pasti gak bakalan tertekan.


°°°

Voices ; Lee Felix [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang