"MIN, SEUNGMIN, WUHUUU AKHIRNYA DAPET NILAI DELAPAN! GA REMED, SENENG BANGET WUHUUU!"
"Kan, emang kalo belajar sama Seungmin tuh, nilai langsung naik."
"Jangan ngaco, Jin," Seungmin menoyor kepala Hyunjin, "itu karena kamu juga udah berusaha, Sung. Selamat, ya."
"Ehehehehehe," pandangan Jisung tertuju pada Felix yang sedari tadi diam, "nilaimu gimana, Lix? Pastilah lebih bagus, ye gak, ye gak?"
Felix menepis rangkulan Jisung, "liat sendiri, bisa?"
Kemudian semuanya diam.
Waktu hampir memasuki tengah malam namun Felix masih enggan beranjak. Dirinya sekarang berada di depan supermarket, duduk di sebuah kursi sembari meminum kopi panasnya. Tubuhnya masih terbalut seragam, menandakan dia belum pulang ke rumah.
Ngapain pulang, batin Felix, nanti juga dimarahi Mama.
Felix memang tidak berniat pulang malam ini. Entah mau tidur di mana yang jelas Felix tidak ingin pulang. Suasana hatinya sedang tidak baik kali ini, ia tidak mau bertambah buruk lagi dengan ocehan dari ibunya.
Pusing kepalaku, Felix mengusap kepalanya kasar kemudian meneguk kopinya.
Matanya dengan cepat bergulir begitu menyadari seorang gadis duduk di sebelahnya. Tidak di sebelahnya persis, sih, tetapi cukup dekat hingga Felix bisa melihat betapa sembabnya mata gadis itu. Setengah wajahnya tertutup masker, namun ia tahu persis siapa yang tengah duduk di sampingnya itu.
"Gak pulang?" Felix membuka suara, mengejutkan gadis itu.
"Gak ngaca," jawabnya, "aku sih, emang sering gak pulang."
Oke, jawaban menarik. Felix langsung menegakkan punggung mendengar jawaban itu. Sering gak pulang? Tapi ... kenapa?
"Gak usah nanya kenapa, deh," gadis itu seakan tahu apa yang tengah dipikirkan oleh Felix, "ntar juga kamu tau sendiri. Tunggu waktu aja."
Felix mengerutkan dahi. Oke, ini benar-benar sesuatu yang baru. Namun Felix teringat, setiap orang punya rahasia masing-masing.
"Harusnya aku yang nanya," gadis itu kembali bersuara, "kenapa gak pulang?"
Felix mendengus. Dirinya bertatapan sejenak dengan gadis itu, berpikir apakah ia harus menjawabnya atau tidak.
Jawab aja. Lagi pula keliatannya nasibnya sama.
"Tau gak sih, rasanya jadi yang terbelakang?" gadis itu mengangguk pasti, "nah, itu yang aku rasakan. Males pulang, nanti Mama ngoceh terus. Meledak nanti kepalaku."
Gadis itu mengangguk-angguk, "terus? Kamu sekarang gimana? Ada rasa mau mati?"
Kepala Felix menoleh cepat. Tenggorokannya tercekat. Harusnya aku bisa jawab, tapi kenapa...
"Jangan, aku cuma bercanda," gadis itu tersenyum tipis, "jangan nyerah, Lix. Istirahat dulu gak papa, asalkan jangan mikir buat pergi dari sini."
Felix diam, hanya menatap gadis itu. Namun tak lama karena setelahnya ia mendengus lalu tersenyum kecil. Kembali menyandarkan punggung ke kursi.
"Yah, nampaknya kamu lebih butuh," gadis itu berdiri, kemudian menyerahkan sebuah kunci kepada Felix, "ini kunci apartemenku. Gak jauh dari sini, jalan lurus aja nanti kamu liat gedung tingkat putih. Nomor 203, masuk aja."
Felix menatap kunci di tangannya bingung, "terus kamu?"
"Ya gimana lagi," gadis itu mengangkat bahu tak acuh, "pulang."
Felix diam untuk sesaat. Dirinya tak lama tersenyum. Mungkin benar apa yang dikatakan gadis itu, ia butuh istirahat, dan istirahat yang dibutuhkannya adalah menarik diri sesaat dari dunia dan orang-orang di dekatnya.
"Ji!" untuk terakhir kali sebelum pergi, Felix memanggil gadis itu, "makasih. Semoga masalahmu juga cepat selesai."
Gadis itu menoleh sedikit, memberi Felix senyuman lalu kembali melangkah.
Baik kamu atau aku, semoga kita bisa menjadi lebih kuat esok harinya.
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Voices ; Lee Felix [✓]
FanfictionTentang Felix yang berusaha terbebas dari suara-suara yang mengganggunya.