xxiii

2.7K 314 57
                                    

"Dua minggu ini kamu tinggal di mana, Lix?"

Puas berpelukan dan menangis, kini semuanya tengah duduk di meja makan, menunggu hidangan yang tengah dipersiapkan oleh mama dan papa Felix siap. Iya, suami istri itu memang selalu memasak bersama. Hal kecil itu yang membuat Felix merasa berada dalam keluarga yang bahagia, terlepas dari perlakuan kedua orangtuanya itu.

Yang bertanya, Chan, menatap Felix serius, "aku tau kamu gak punya banyak uang. Gak mungkin kamu nyewa apartemen or something."

"Awal kabur dari rumah aku duduk aja di depan supermarket--thanks, Ma," cerita Felix terpotong sejenak saat mamanya meletakkan daging panggang di hadapannya, "terus aku ketemu sama temenku, Kak, Yeji namanya."

Felix melirik Hyunjin yang juga ternyata sedang menatap Felix antusias. Namun ketika pandangan mereka bertemu, terlebih ketika Felix tersenyum kecil kepadanya, Hyunjin segera mengalihkan pandangannya itu.

"Aku cerita kenapa aku kabur dari rumah ke Yeji. Gak semuanya, tapi habis itu Yeji malah nyerahin kunci apartemennya ke aku," lanjut Felix.

Kedua alis Chan bertaut, "sebentar, akhirnya kamu nginep di apartemen Yeji? Serius?"

"Whoa, I know apa yang kamu pikirkan, Kak," Felix mendengus geli, "no, aku gak berdua ya di sana. Yeji bilang aku lebih butuh apartemen itu. Yeji habis itu pulang ke rumah, kok. Kita gak tinggal bareng."

Decitan kursi dari tempat Hyunjin membuat atensi Felix teralihkan. Dirinya menahan senyum, apa baru aja aku liat Hyunjin ngehela napas?

"Tapi aku kaget," Felix kembali membuka suara, "kenapa Yeji punya apartemen sendiri? Aku juga kaget karena Yeji waktu itu bilang kalau ia sering kabur dari rumah. Memangnya Yeji kenapa, Jin?"

Hyunjin langsung terbatuk ketika mendengar pertanyaan Felix. Dirinya kemudian menatap Felix, gelagapan.

"Kenapa nanya aku," jawab Hyunjin, "mana aku tau, aku kan, Hyunjin."

Felix, Jisung, dan Seungmin saling melempar tatapan. Ketiganya sadar akan sikap Hyunjin yang aneh.

"Jadi selama dua minggu kamu di sana?" kali ini yang bertanya adalah papanya. Rupanya hidangan sudah siap, "bukannya gak baik tinggal di apartemen cewek lama-lama?"

Felix menggeleng cepat, "tiga hari kemudian Hyunjin rese. Dia ngikutin aku terus padahal aku lagi pingin sendiri, Pa. Akhirnya aku kasih kunci apartemen Yeji ke Hyunjin, soalnya mereka itu deket banget. Gak mau lama-lama juga aku, Pa. Pawangnya galak."

Hyunjin melotot ketika Felix melihat ke arahnya.

"Hari itu aku sama sekali gak tau mau ke mana," lanjut Felix, sesekali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, "luckly, aku gak sengaja nabrak orang waktu lagi beli kopi panas di minimarket."

Felix tertawa kecil mengingat kejadian itu, "dia ketumpahan kopiku terus ngumpat kasar banget. Pas ndongak, eh, ternyata temen aku juga, Pa."

"Siapa?" Seungmin membuka suara, "tunggu, biar aku tebak. Sukanya ngumpat pasti Hwall."

Felix menjentikkan jari, "betul. Hwall liat aku kayak gak punya tujuan hidup ngajak aku buat tinggal di apartemennya. Setelah aku cerita semuanya, Hwall bolehin aku buat tinggal di sana sampai aku tenang."

Semuanya mengangguk mendengar cerita Felix. Kecuali Hyunjin. Ia menatap Felix lamat-lamat, terlihat ingin menyampaikan sesuatu.

"Yakin Hwall?" akhirnya suaranya keluar, "terakhir kali aku baku hantam sama dia soalnya dia sempet ngejek kamu."

Kunyahan Felix terhenti, "oh, itu. Hwall cuma kesepian, Jin. Dia iri aku punya temen kayak kalian makanya dia gitu. Aslinya dia baik, dia juga udah minta maaf sama aku, kok. Terus dia juga bilang ke aku---"

Felix menyipitkan mata, tersenyum kecil, "--kalau dia gak ada hubungan apa-apa sama Yeji."

Hyunjin tertawa canggung, "apa sih dari tadi Yeji-Yeji mulu."

"Kamu yang ada apa," sahut Jisung, "aneh banget tingkahnya dari tadi."

Setelahnya semua orang sibuk kepada makanannya masing-masing. Walau Jisung terkadang heboh ketika Hyunjin dan Felix berusaha mengambil dagingnya atau Chan yang ikut-ikutan berusaha mengambil daging milik Felix.

"Terus tadi kenapa basah kuyup, Lix?" mamanya akhirnya membuka suara, "mama hampir jantungan waktu Jisung telepon dan bilang kamu lompat ke sungai."

Gerakan Felix yang hendak menyumpit daging dari piring Hyunjin terhenti, "oh, itu. Aku lagi di jembatan, Ma. Pikiranku lagi ruwet dan ya, memang ada niatan buat lompat. Tapi, Ma, bukan itu alasan kenapa aku lompat."

"Felix itu antara baik hati dan bodoh, tante," sambar Hyunjin, rupanya masih kesal lantaran kejadian tadi.

"Hehe," Hyunjin melirik Felix sinis ketika Felix justru merespon ucapannya dengan tawa ringan, "ada anak kecil yang tergelincir, Ma. Dia nyebur ke dalam sungai. Anaknya masih kecil banget, mungkin sekitar empat tahun. Felix reflek lompat dong, buat nyelamatin anak kecil itu. Eh, gak taunya ternyata ada Hyunjin yang ikut-ikutan nyebur. Jadi kita saling tolong menolong gitu, Ma."

Mamanya tersenyum mendengar cerita Felix. Tangannya terjulur lalu membelai surai Felix lembut. Dari senyum mamanya, Felix tahu bahwa beliau bangga padanya.

"Habis itu Hyunjin nangis keras banget, tante," lanjut Jisung, "malu-maluin, sampai diliatin sama polisi, dikira Hyunjin kerasukan arwah."

"WOY, GAK GITU!"

"Memang bener, Jin. Kamu aja yang gak nyadar."

Felix tertawa melihat keduanya lalu kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Hari ini benar-benar hari yang membahagiakan untuknya. Semuanya telah kembali normal, baik dirinya, keluarganya, maupun persahabatannya. Mulai hari ini dan seterusnya, Felix akan hidup sesuai dengan kehendaknya. Tak ada lagi paksaan dan tekanan.

Di tengah keramaian itu, Felix terdiam ketika ia sadar bahwa bisikan-bisikan dalam kepalanya telah hilang. Sekuat apapun Felix berkonsentrasi, dirinya sama sekali tidak mendengar apapun dari dalam kepalanya. Oh, kecuali satu. Ada sebuah bisikan kecil yang datang, membuat Felix tersenyum.


















You're doing well, Felix.
















Yah, Felix sama sekali tidak keberatan jika bisikan itu tidak hilang. Lagipula, jika bisikan-bisikan lain datang, ia hanya perlu mengontrolnya, memilah mana yang dapat ia terima dan mana yang harus ia buang. Jika dirinya yang sekarang berhasil, maka dirinya di masa depan pun harus berhasil, bukan begitu?






°°°









Voices; Lee Felix - End







°°°

Setelah melewati berbagai macam kemalasan dan ide yang stuck, akhirnya voices resmi tamat uwuuuu

Cerita ini sebenarnya cuma uneg-uneg aku buat orang tua yang gak kesampaian, tapi gak nyangka juga bakal dapet respon positif huhu

Buat yang udah setia baca sama nunggu cerita ini (aku tau pasti kalian cape bgt nunggu) makasih banyak! Kalian yang terbaik pokoknya!

Mungkin kalian punya kritik atau saran bisa komen disini, hehe

Sampai jumpa lagi di lain cerita dan lain kesempatan

❣️❣️❣️

Voices ; Lee Felix [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang