Episode 21

9 0 5
                                    

1 tahun berlalu setelah Raga pertama terlihat di mata Raiyan. Dengan kekuatan yang sudah mulai stabil dan dikuasai sepenuhnya, Raiyan ditugaskan untuk menjaga permukaan. Martha dengan bangga memberikan putranya sebuah kalung sebagai tanda seorang pelindung daerah. Keadaan sudah mulai damai semenjak Raiyan ditugaskan menjadi seorang pelindung. Tidak ada lagi tanda-tanda kejahatan seperti Raga maupun penculikan untuk tumbal Dewi di kota ini. Raiyan dengan santai melompat ke sana ke mari dari gedung ke gedung yang lain. Berpatroli seperti hari-hari biasa. Hal-hal yang dapat menghindari perhatian orang-orang ketika dia menggunakan kekuatannya adalah Hoodie yang dia kenakan dan sehelai kain yang selalu menutupi bagian bawah wajahnya ketika bekerja.

"Hari yang normal seperti biasanya. Aku mulai bosan melakukan ini terus menerus. Jika saja ada hal yang menarik terjadi di depan mataku..... Tidak, aku tidak boleh berpikiran begitu. Hal yang menarik sama dengan hal yang berbahaya titik. Ingat itu, Raiyan," gumam Raiyan.

Patroli berakhir ketika kaki laki-laki ini menginjak lantai atas yang menghiasi monumen kota yang tinggi, Menara Rama. Baru melepas penutupnya, seseorang memanggil Raiyan melalui handphone yang dia bawa. Berdering dengan nada klasik yang tidak pernah dia ubah selama setahun itu. "Zahra...." Raiyan langsung mengangkat panggilan yang dia terima setelah melihat nama itu tampil di layar dengan jelas.

"Halo, Zah, ada apa?"

"Hai, Yan. Aku cuman lagi ingin mendengar suaramu saja," ucap Zahra.

"Ayolah.... Aku tahu pasti ada sesuatu yang ingin kau katakan. Terdengar jelas dari nada bicaramu dan nada tertawamu"

"Seperti biasa, Raiyan si tahu segalanya"

"Jadi, begini.... ini tentang ulang tahun Rangga. Apa kau bisa datang malam ini? Alex dan yang lainnya akan datang," tanya Zahra.

"Oh ya... malam ini ya? Aku akan datang. Aku tidak mau melewatkan kesempatan untuk mengacaukan wajahnya itu," jawab Raiyan.

"Kau ini... Kau masih dendam dengannya?"

"Yup, aku tidak percaya dia melemparkan telur busuk ke wajahku. Setidaknya pembalasanku nanti tidak akan terlalu keras," jawab Raiyan.

"Aku kira kau akan melemparkan telur busuk juga di hari ulang tahunnya. Ya sudah, aku buang saja telur-telur ini"

"Eh?! J-jangan dibuang! Aku mau pakai nanti"

"..... Sudah kubuang," ucap Zahra.

"Aduh...," gumam Raiyan.

"Nanti jemput aku ya? Dah, Yan"

"Ok. Dah, Zah"

Panggilan diakhiri setelah Raiyan menekan tombol merah itu. Sebaiknya dia bergegas pulang. Matahari sudah mulai berwarna jingga. Waktu untuk persiapan ke perayaan hari lahirnya teman pertama Raiyan di SMA terus berjalan. Dengan cepat dia melompat ke depan menuju rumah.

***

Seperti biasa Eden menikmati kopi hitam miliknya sambil menonton berita di saluran televisi kesukaanya. Asri masih serius mengetik lanjutan cerita SuperHero miliknya. Berbeda dari hari biasanya, tangan dan jari-jari Asri bergerak dengan cepat dan semangat ketika menuliskan kata dan kalimat di file docx miliknya. Mungkin karena lomba untuk cerita terbaik mulai mendekat ke arahnya. Raiyan membuka pintu rumah dan mengucapkan salam kepada mereka berdua. Yang menyadari hal itu hanyalah Eden. Asri benar-benar serius saat ini.

"Kak, makanannya mana? Aku mulai lapar"

Dengan tangan kanan yang masih bergerak dengan cepat dalam mengetik cerita, Asri menunjuk nasi bungkus yang disediakan di atas meja dapur.

"Aku mulai merindukan masakan ibu... kenapa kalian tidak bisa memasak?!," gumam Raiyan dalam hati.

Mandi sudah, dandan rapi sudah. Raiyan sudah siap datang menjemput Zahra dengan motor yang baru dia beli beberapa hari yang lalu. Dan seperti tadi yang mengucapkan "Hati-hati di jalan" hanyalah Eden. Asri.... Bisakah kau meluangkan 5 detik saja untuk mengatakan hal itu kepada adikmu?

***

Lagu ulang tahun mereka nyanyikan untuk laki-laki yang sudah berumur 16 tahun itu. Alex memberikan kadonya di urutan paling pertama dari yang lain. Seorang teman masa kecil memang harus menjadi yang paling pertama. Kado itu berisikan kacamata. Alex tahu itulah yang selalu diingankan temannya semenjak memasuki sekolah menengah atas ini. Dia selalu kesusahan di kursi belakang.

"Terima kasih, Alex"

"Sama-sama. Coba pakai, Ga," Alex memakaikan kacamata itu kepadanya.

"Cocok tidak untukku?"

"Cocok sekali," ucap Niki.

"Yup, cocok sekali," ucap Zahra.

"Cocok kok, Ga," ucap Rama.

"Terima kasih, semuanya"

"Cocok kok hehehe....."

"Yan, kenapa kau membawa sekotak telur???"

"Lepas kacamatamu itu, Ga. Dan rasakan pembalasanku!"

4 butir telur dilemparkan ke wajah Rangga setelah kacamatanya dilepas oleh Alex. "Supaya kalian berdua impas," ucapnya.

ArcaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang