Satu makna melekat ketika aku memberi setangkai mawar putih pada seorang wanita. Kesucian sebuah warna buat aku candu untuk temu dalam tawa. Bukan bagian lara yang menjadi perihal menjelang senja, tapi suka menyatu di atas sukma.
Julia, adalah wanita pertama yang kuberi makna mengenai cinta. Dia berkilah saat amarah memutar arah untuk memutuskan asa. Di mana lara telah membuatnya menangis sepanjang masa.
Aku meminta temu yang tak diduga, dia pun mau. Menipu mata bahwa rasa sudah ada padahal semu. Dia menunggu di atas bangku kayu saat senja menjamu. Dan mawar putihku, tersimpan rapih di balik jaket biru.
Julia, apa kau mau menjadi pacarku?
Sekejap waktu menyapu seluruh duri yang menancap di hati. Berhenti sesaat kelu menyentuh lidah agar diam meresapi. Aku menepi, menanti jawaban yang tak kunjung pasti. Apa aku salah memberi arti?
Semesta menarik energi untuk dia menjawab, iya. Magnet alami seolah memberi restu jika aku dan dia kini bersama. Mengolah rasa agar tak cepat sirna meski tetap berakhir mendua.
Itulah mawar putih yang selanjutnya menjadi lambang kasih ketika aku mendamba wanita. Banyak tangkai sudah kuberi pada mereka. Hingga kemesraan menjadi timbal balik ketika insan menjalin cinta.
Berapapun jumlah mereka, aku masih saja terpana saat mengingatnya. Meski ada di antaranya yang menerima dengan cokelat sebagai pelengkap rasa. Betapa manis liku kisah tentang seorang aku yang masih mendamba asa.
Jiwa yang perkasa seakan mengikat wanita untuk terus mendekat. Padahal nyatanya, aku melarat dalam sekat. Tak ada kesempatan buat aku terbang tanpa rekat. Hanya kesedihan yang pekat.
Teramat banyak warna yang kutempuh. Menepis duri untuk mawar merah menjadi bagian paling bergemuruh. Tunggu aku membawa kisah menyentuh. Tapi jangan buru-buru, karena nanti kamu malah jenuh. Semoga terenyuh, sampai aku luluh.
°
°
°
Bandung, 06 Juli 2019
- Abi -
KAMU SEDANG MEMBACA
Fact of The Sun, is You! [TERBIT]
Non-FictionBersama kenangan, kini aku menepi di antara ruang-ruang hampa penuh makna.