Tanah Kesatria

37 18 0
                                    

Beberapa masa, sempat aku lalui sebagai seorang kesatria yang menggenggam panah. Busurnya menancap pada mereka yang ingin bersaing dengan kilah. Murah memang, tapi itulah lelaki tengah dirundung amarah.

Tameng sebagai pahlawan ditegakkan, ketika noda tertuang dalam cerita tak bertuah. Memasang badan untuk penggoda yang bisanya membuat masalah. Nyali pun pecah, seolah busur melayang tanpa arah. Tak ada yang mau mengalah!

Rentetan makian sangat mudah terucap dari mulut. Licin bagai belut, pun seperti benang kusut. Hingga kepalan mendarat, buat tubuh berselimut lumut. Memang salut!

Luka di hati, lebih sulit diobati dari pada luka fisik. Lisan memang senjata paling mematikan dibanding memantik. Siksaannya berlarut-larut sampai menyita banyak waktu agar berhenti pelik.

Aku pernah berkelahi dengan beberapa lelaki yang menjadi selingkuhannya. Meski kalah tapi itu bukan masalah, karenanya aku lega. Meluapkan segala amarah yang akhirnya menjadi cerita.

Banyak cacian kutelan sudah. Tentang perjuangan untuk mempertahankan takhta dan kekuasaan yang sebenarnya hanya celah. Suatu saat, semua akan musnah ditelan masa sampai punah. Itulah kisah dengan sejuta masalah.

Terus tumpah dalam pergantian masa tanpa ada akhir. Mengulang dan kembali terulang jika tak ada pembelajaran agar bisa mahir. Tetap mengolah segala rasa untuk kesatria bangir.

Lelah pun hinggap, saat kata petuah singgah. Aku kalah, karena memang lemah. Menyerah untuk amarah, lalu pasrah agar mendapat celah.

Kini aku lebih banyak diam dari pada melawan. Menyempitkan ruang kegelapan dengan pencahayaan. Meski masih sedikit terang, tapi setidaknya aku berusaha untuk mengemban.

Kekuatan tak sepantasnya dijadikan balasan. Bukan tentang alasan, karena lisan pun ternyata kejam tak bertuan. Perasaan yang seharusnya menjadi kerajaan, karena tanpanya semua hanya panahan.

Pijakan langkahmu sebagai tanah yang benar-benar diinjak. Sadari bahwa manusia hanyalah tanah tempat menanam segala pasak. Rendah adalah kata yang pantas untuk kita pegang saat langkah terisak-isak.

Semua akan berlalu. Meski kamu semu dan aku menggebu. Meski pilu tapi harus setuju. Begitulah aku ... dulu.

°
°
°
Bandung, 08 Juli 2019
- Abi -

->>> VERSI CETAK, BISA CEK DI AKUN INSTAGRAM @galeri.ars / di Google PlayBook <<<-

Fact of The Sun, is You! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang