Never Change - Part 20 : Akhir Penyesalan

381 31 1
                                    

-------------------3am-----------------

Lebih dari 24 jam telah berlalu sejak tragedi penggebrakan transaksi narkoba itu terjadi. Itu berarti sudah lebih dari 24 jam juga Gabriel harus terpisah dari dunia luar. Setelah dibekuk petugas kepolisian, Gabriel yang sempat menerima perawatan luka-lukanya, kemudian ia dibawa ke kantor kepolisian untuk dimintai keterangan atas transaksi narkoba mereka lakukan, serta tentang tuduhan atas aksi penyerangannya terhadap bos komplotan itu dan seorang gadis, yang tak lain adalah Ify, yang juga ikut terluka parah malam itu.

Setelah berjam-jam dia menghadapi puluhan pertanyaan dari pihak kepolisian, kini ia harus mendekam di sebuah sel kecil di kantor kepolisian itu. Entah sudah berapa lama ia terkurung disana sendiri, tanpa ada seorang pun yang mendatangi dirinya. Hatinya kini merasa begitu sepi, sesepi sel yang terasa begitu dingin itu. Tapi rasanya sel itu tidak sedingin perasaan yang dirasakan Gabriel. Dalam kesendiriannya, ingatannya terus dihantui bayangan terakhir sosok Ify yang terkulai lemah dengan dibanjiri darah sebelum mereka terpisah. Perasaan cemas dan ketakutan begitu mencekam dirinya kini. Ketidaktahuannya akan dunia luar membuatnya begitu frustasi. Tapi dirinya bisa berbuat apa? Dia kini hanya sesosok insan hina yang kebebasan atas dirinya sendiri saja sudah terengut.

"Gabriel."

Gabriel tersadar akan lamunannya. Dengan gontai, ia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah sumber suara yang telah memanggilnya itu. Tampak seorang lelaki muda berseragam kepolisian kini telah masuk ke dalam selnya dan menatapnya dengan sendu. Gabriel hanya balas menatapnya sesaat, lalu kembali menunduk dalam dekapan kakinya. Beberapa saat hanya keheningan yang kembali menyelimuti sel itu. Lalu Gabriel bisa merasakan orang tadi telah duduk di sampingnya dan ikut menyandarkan diri di dinding sel itu.

"Kenapa lo tiba-tiba mengubah rencana? Bukankah lo seharusnya hanya akan menghambat pergerakan mereka dengan menyabotase kendaraan mereka dan menggiring Hassel pada pihak kepolisian?"

Gabriel tak bergeming sedikit pun dari posisinya. Ia pun tak menggubris sedikit pun ucapan lelaki itu. Lelaki itu pun tampaknya hanya bisa menghela nafas berat melihat kebisuan Gabriel itu.

"Hassel tak bisa diselamatkan. Pisau itu terhujam ke jantungnya. Ini bisa saja mempersulit keadaan lo, Yel," lirih lelaki itu. Jantung Gabriel seakan berdetak kencang mendengar kabar itu.

"Itu memang pantas untuknya Yat," lirih Gabriel pelan masih dari balik dekapan kakinya. Lagi-lagi Gabriel mendengar desahan kecil dan helaan nafas dari pengunjungnya yang tak lain adalah Dayat.

"Gue tau lo sangat benci dengannya. Tapi bukan begini caranya Yel. Tak selalu darah harus dibayar dengan darah," lirih Dayat lagi sedikit tajam. Gabriel terus menunduk dalam meresapi ucapan Dayat itu. Dia tau, kemaren dia telah mengikuti nafsu amarahnya. Tapi jujur, rasanya hatinya kini menciut ketakutan mendengar kabar itu. Apakah kini dirinya telah menjadi seorang pembunuh? Tapi orang itu adalah penjahat kejam yang telah menyakiti banyak orang, jadi salahkah dirinya jika ia merasa mensyukuri ini semua?

"Maafin gue. Gue benar-benar sudah menjadi penjahat sekarang Yat," lirih Gabriel lagi yang kini mulai merasa jijik dengan dirinya sendiri karena ia sempat bisa begitu saja berubah menjadi sosok yang begitu menikmati kabar kematian seseorang.

"Jangan berkata seperti itu. Gue tau lo orang baik yang gak akan pernah ingin menyakiti orang lain Yel. Kesalahan lo itu tak akan menutupi jati diri lo sesungguhnya," lirih Dayat kemudian sembari menepuk pundak Gabriel hangat. Ucapan Dayat itu membuatnya sedikit terenyuh. Dia sadar, dia telah salah karena mengikuti egonya. Dan dirinya tau, ada harga tinggi yang harus ia bayar untuk menebus itu semua. Dan dia telah memilih untuk membayarnya dengan mengorbankan dirinya sendiri, dan bahkan tanpa pernah ia harapkan, juga keselamatan gadis yang begitu ia sayangi kini juga turut dikorbankan. Sekali lagi Gabriel kini merasa menjadi seorang yang begitu hina.

Never Change (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang