Never Change - Part 21 : Ikhlas

396 30 6
                                    

-----------------3am------------------

Gabriel terduduk sendiri dengan perasaan yang begitu nelangsa. Pemandangan menyedihkan akan sosok Ify yang kini terbaring lemah, dengan menompangkan segala hidupnya pada peralatan medis, terekam begitu menyakitkan di benak Gabriel. Rasanya dadanya ikut terhimpit menyesakkan saat melihat nafas lemah gadis itu.

Ya Tuhan... Apa yang harus ku lakukan agar bisa mengurangi kesakitan dia? Kenapa bukan hamba yang hina ini yang menanggung segala kesakitan itu? Tolong selamatkan dia Tuhan...

Gabriel terus menunduk sedih dengan berjuta perasaan berkecamuk di dirinya. Berkali-kali ia mengusap wajahnya, namun berkali-kali juga airmata itu terus menetes dari sudut matanya. Kini Gabriel benar-benar telah tenggelam dalam kubang kesedihan yang begitu dalam. Penyesalan dan perasaan bersalah itu membuatnya begitu ingin mengenyahkan dirinya sendiri jauh dari sana, karena ia kini benar-benar merasa tak pantas dan tak cukup berharga untuk berada disana menemani gadis yang begitu disayangi banyak orang itu.

"Alhamdulillah, anak ibu sudah sadar kini. Kita akan melakukan tindakan selanjutnya."

"Apakah memungkinkan dok, jika nanti kami membawa anak kami pulang ke eropa untuk penyembuhannya selanjutnya?"

"Ya, itu bisa saja dilakukan. Tapi kondisinya harus stabil dulu. Saya masih mengkhawatirkan kondisi organ pernafasannya. Sepertinya ada cairan yang membanjiri paru-parunya akibat kebocoran dari luka bekas peluru itu. Kita harus segera melakukan observasi dan mungkin menjalankan operasi lanjutan lagi secepatnya untuk menangani ini. Saya takut jika ini tidak segera dilakukan, akan membahayakan keselamatan nyawa Ify."

"Lakukanlah semua yang terbaik untuk keselamatan anak saya Dok."

"Ya Bu. Mungkin Ibu bisa ikut saya sekarang agar bisa saya jelaskan kondisi Ify lebih lanjut di ruangan saya."

Gabriel tersentak dan langsung mendongak saat mendengar nama Ify disebut, dan seketika ia menyadari siapa dua orang yang tengah berbicara sambil berjalan kearahnya itu. Itu ternyata Ibu Sonia, Mamanya Ify, bersama seorang dokter yang kini merawat Ify. Langkah Mamanya Ify tampak terhenti saat menyadari keberadaan Gabriel disana.

"Nanti saya akan segera menyusul ke ruangan anda, Dok." Ucap Ibu Sonia kepada dokter itu. Dokter itu mengangguk pelan dan berjalan menjauh menuju ruangannya.

Sedangkan Gabriel kini telah berdiri kaku menatap Ibu Sonia dengan rasa takut. Tampak sinar mata yang lelah dan kesedihan yang dalam tergurat di wajah Ibu Sonia. Wanita itu kini menatap Gabriel lurus dengan ekspresi wajah yang begitu sulit diartikan Gabriel.

"Gabriel?" tegur Ibu Sonia pelan. Gabriel mengangguk pelan dengan segala kecemasannya. Ia kemudian menunduk dengan perasaan begitu berdosa. Entah sesakit apa perasaan seorang ibu yang menjumpai anaknya telah dilukai. Gabriel tau ini tidaklah mudah. Wanita itu berhak marah padanya. Dan jika wanita itu harus menghukumnya kini, ia siap menerimanya tanpa perlawanan apapun.

Tapi Mamanya Ify kemudian justru maju mendekatinya dan merengkuh tubuh Gabriel dalam pelukan hangat. Apa yang Gabriel takutkan itu tak terjadi. Ketakutannya seketika sirna. Hati Gabriel kini begitu terenyuh mendapati perlakuan yang begitu hangat dari Mamanya Ify itu. Gabriel pun akhirnya membalas pelukan itu kuat, hingga tanpa Gabriel sadari, ia tak mampu lagi membendung segala kesedihan yang terus coba ia tahan sedari tadi. Pertahanannya pun runtuh di balik pundak wanita yang telah melahirkan orang yang begitu ia cintai kini.

"Maafin aku Tan. Maafin aku, ini semua salah Iyel," isak Gabriel sedih. Tubuhnya yang bergetar hebat, kini luruh berlutut di hadapan Mamanya Ify. Namun wanita itu ikut menunduk, menahan tubuh Gabriel dan kembali memeluknya dengan kehangatan seorang ibu.

Never Change (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang