Never Change - Part 15 : Lembah Hitam

352 30 8
                                    

----------------------3am-----------------------

Pagi itu Ify terbangun dengan mata yang sembab. Ingin rasanya ia berharap kenyataan yang baru ia ketahui kemaren hanyalah mimpi buruk belaka. Tapi ia sadar, itu bukanlah mimpi. Segala ingatan kejadian menyakitkan itu begitu melekat kuat dibenaknya kini. Cukup lama ia hanya tertunduk diam di pinggir tempat tidurnya merenungkan kejadian semalam.

"Ify! Aku ngelakuin ini semua buat lindungin kamu! Aku gak mau kehilangan kamu!"

Ucapan Gabriel itu masih terngiang jelas di benaknya. Entah apa yang ingin coba Gabriel sampaikan kepadanya. Gabriel tampak begitu hancur kemaren saat ia tinggalkan. Namun hati Ify pun begitu remuk menyaksikan kebobrokan yang Gabriel coba sembunyikan darinya. Ify benar-benar tak tau harus bersikap bagaimana menghadapi pertentangan di hatinya itu? Segalanya seperti sapuan ombak yang tiba-tiba menghempasnya kuat tanpa sanggup ia lawan. Baru saja ia merasakan bahwa segala rintangan ini telah berakhir, tapi kenapa masalah kembali menghampiri mereka? Apakah mungkin sebenarnya takdir tak merestui hubungan mereka?

"Fy?" Sebuah teguran menyadarkan Ify. Ify melirik dan menemukan Sivia telah duduk di sampingnya. Sivia tampak telah rapi, siap untuk berangkat bekerja rupanya.

"Lo kenapa? Gue tau, waktu gue datang kemaren lo cuma pura-pura tidur. Lo nangis semalaman lagi kan?" tanya Sivia lembut. Ify hanya menunduk diam tak menjawab.

"Sejak lo sakit dulu, gue ngerasa lo semakin tertutup. Dan sikap lo itu semakin buat gue khawatir Fy," lirih Sivia. Ify melirik Sivia dan hanya bisa menatap sedih sahabatnya itu. Ify tau tak ada gunanya berpura-pura di depan Sivia karena dia sadar sahabatnya itu diam-diam selalu mengawasi dirinya. Dan kebaikan sahabatnya itu semakin membuat dirinya merasa tak enak hati jika harus melibatkan sahabatnya itu terlalu jauh.

"Gue gamau maksa lo buat cerita, Fy. Tapi ijinkan gue buat bantu ringanin kegundahan hati lo. Gue mohon jangan pendam perasaan lo sendirian Fy. Gue cuma gamau kalau lo sampe sakit lagi." Ucap Sivia lagi pelan.

Ify bisa merasakan sebuah usapan lembut menenangkan di pundaknya. Ify membuka matanya kembali dan kembali menatap Sivia yang kini telah menatap hangat tepat di kedua matanya penuh. Sebuah perasaan bersalah menelisik masuk. Ify tau Sivia selalu berusaha menemaninya melewati ini semua, dan hatinya juga tak menyangkal, sikap Sivia selalu membuat perasaannya lebih ringan dalam menghadapi masalah-masalahnya. Jadi kenapa dirinya kini tak mau sedikitpun lebih membuka diri?

"Maaf kalau selalu buat lo khawatir Vi. Gue.... Gue cuma gak tau, kenapa semua menjadi begitu sulit kini Vi," lirih Ify sambil menunduk dalam. "Di satu sisi, gue masih pengen terus percaya dengan kata hati ini. Tapi, di sisi lain entah kenapa gue merasa segalanya seperti bersekongkol menentang ini semua. Gue benar-benar bingung, Vi," lanjut Ify lagi. Sekali lagi ia membuang nafas beratnya sesaat sambil merasakan gejolak hatinya yang begitu tak menentu kini.

"Jika lo menemui suatu hal yang buruk dengan orang yang lo sayang, apa yang akan lo lakukan Vi?" tanya Ify lagi sendu. Sivia tampak terdiam sesaat, tak segera menjawab setelah mendengar lontaran pertanyaan dari Ify itu.

"Kalau lo masih bisa menyebutnya orang yang lo sayang, gue rasa meninggalkannya begitu saja tanpa kejelasan bukanlah jalan keluar yang baik," ucap Sivia kemudian sembari menatap lekat Ify. "Meski kita menemui hal buruk sekalipun, selama masih ada rasa yang dapat diperjuangkan, cinta selalu layak buat dipertahankan. Hidup tak akan benar-benar hidup tanpa ada masalah yang selalu mengujinya, Fy," ucap Sivia lembut.

"Memang tak selamanya segala hal bisa berjalan seperti yang kita mau. Mungkin terkadang terasa sangat sulit. Tapi semua tergantung bagaimana kita menyikapinya," tutur Sivia lagi sambil mengusap pundak Ify hangat.

Never Change (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang