Aroma yang Letta cium ketika memasuki apartemennya bukan lagi aroma khas coklat kesukaannya, namun aroma seperti cake sedang di oven. Dengan perlahan kakinya berjalan menuju dapur, dilihatnya disana sudah ada Lita yang sedang mengangkat cake berwarna kuning dari oven.
Letta terus mengamati gerakan yang dilakukan oleh Lita, hingga wanita paruh baya itu berbalik dan sadar akan kehadiran putrinya itu.
"Loh sudah pulang? Bukannya masih 30 menit lagi untuk kamu sampai kemari?" Ucap Lita.
"Ada rapat dadakan." jawap Letta yang mendapat anggukan oleh Lita.
"Kamu bersihin badan kamu dulu sayang, biar saya selesaikan dulu menghias cake keju favorit kamu, setelah ini kita akan makan siang bersama dan memakan cake sebagai penutupnya." ucap Lita dengan senyum menenangkan khasnya, sedangkan Letta berbalik arah menuju kamarnya tanpa membalas ucapan milik Lita.
Wanita paruh baya itu memahami apa yang tengah putrinya itu rasakan. Dia hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan hidupnya saat ini, juga gadis itu membutuhkan banyak dukungan dari orang sekitarnya. Hanya saja, terkadang Lita merasa lelah karna sering di acuhkan. Namun itu tidak menggugurkan niatnya untuk memperjuangkan hak yang semestinya di dapatkan oleh putrinya.
Perlu kita sadari, tuhan memberi kita semua itu dengan ukuran dan takaran masing masing. Kita hanya harus bersiap diri untuk menerima dan menjalankan apa yang tuhan berikan untuk kita.
Tidak ada istilahnya tuhan itu pilih kasih karna memberikanmu sebuah cobaan begitu berat untuk kau selesaikan, sedangkan orang lain tak semestinya mendapatkan yang kau dapatkan. Namun kenyataanya, terkadang orang lain lah yang mendapatkan ujian lebih berat dari mu, itu yang perlu kau ketahui.
Setelah membersihkan diri, Letta langsung menuju dapur. Ternyata disana juga ada Buan yang sedang memainkan ponselnya, sedangakan Lita masih sibuk menghias cake yang ada ditangannya.
"Letta, gimana sekolah kamu tadi?" Ucap Lita memulai percakapan.
"Lebih baik dari sebelumnya." jawap Letta yang masih dengan intonasi datar juga tak lupa dinginnya.
"Apakah tidak bermasalah jika warna rambutmu seperti itu sayang?"
"Entah."
"Tapi, lebih baik untuk kamu rubah warnanya agar lebih baik di pandang untuk anak sekolah." ucap Lita setengah berhati-hati karna takut Letta tersinggung dan marah. "Emm yasudah kita nikmati dulu makan siang ini." putus Lita ketika tidak mendapat jawaban dari putrinya itu.
Tanpa bicara Letta menghabiskan makan siangnya, juga cake yang dibuatkan oleh Lita tadi.
Enak..gue suka, batin gadis itu.
"Bian, bisa antar mama ke mall? Mama akan berbelanja sayang." ucap Lita pada putra sulungnya dan langsung mendapat anggukan kepala sebagai jawabannya.
"Bisa saya ikut? Saya ingin membeli warna rambut." ucap Letta yang membuat Bian sekaligus Lita menatap terkejut kearahnya. "Saya akan bersiap beberapa menit, tolong tunggu sebentar." lanjunya kemudian melangkah pergi dari dapur menuju kamarnya.
"Bian?" Ucap Lita sambil menutup mulutnya menggunakan tangan kanannya.
"Ha?" Jawap Bian dengan muka cengonya.
"Dari sikap Letta, bukan berarti dia sudah mengakui jika mama ini sebagai ibunya bukan? Dia menuruti apa yang secara tidak langsung mama perintah?" Ucap Lita dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Sepertinya begitu, kita harus terus berusaha buat dia merasa jika kita benar benar menyayanginya." jawap Bian.
Letta mendengar ucapan mereka! Ia ikut meneteskan air matanya, ia bahagia! Ia bisa merasakan rasa kasih sayang lagi saat ini!! Perlu ditegaskan sekali lagi. LETTA BAHAGIA!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aletta
Teen FictionBaca dulu sampe habis biar tau, jangan di skip apalagi dianggurin kalo belum selesai:) COMPLETED!! "Yang lebih menyakitkan itu ketika kita dipermainkan oleh sebuah takdir." Aletta Mauren