Empat

3.6K 235 5
                                    

"Miyoung! Jangan lakukan itu!" bentak Jeno ketika Miyoung memberitahu kalau ia ingin bersikap seperti wanita nakal.

"Tapi kau melihat wanita sejenis mereka dibanding aku. Aku cemburu." kata Miyoung.

"Tak perlu bersikap seperti itu di depan orang lain hanya karena ingin mendapat perhatianku. Kau sudah seperti itu saat hanya ada aku, dasar centil. Maaf, aku menjadikan orang-orang yang kemarin itu pelampiasanku. Aku seketika kalap saat melihat mereka." kata Jeno berbisik pada Miyoung.

"Tapi kenapa? Hanya karena aku sakit-sakitan?" Miyoung bersedih.

"Jangan bersedih karena itu oke? Nikmati Paris malam ini. Lihat, anak-anak sangat senang di area itu. Mereka menari-nari." Jeno menunjuk Jaeyoon dan dua adiknya yang bergerak aktif.

Miyoung bersandar di pundak Jeno sambil melihat kerlap-kerlip lampu menara eiffel. Perasaannya begitu tenang saat ini. Eiffel tak seramai biasanya. Benar-benar malam yang indah karena gemerlap menara eiffel dan sinar bulan purnama menghias langit. Miyoung beruntung tak ada perempuan manapun yang mendatangi Jeno lagi.

"Apa udaranya dingin?" tanya Jeno ketika merasakan telapak tangan istrinya berubah dingin.

Miyoung tak menjawab. Namun, bibirnya yang seketika pucat menjelaskan semuanya. Tubuhnya seketika lemas dalam pelukan Jeno. Jeno langsung membawanya menuju pos ambulans yang dekat dengan menara eiffel. Miyoung harus segera masuk ke rumah sakit. Jeno tahu kalau Miyoung terlalu lelah berjalan dengan jarak yang cukup jauh. Tubuhnya sedikit membengkak karenanya.

"Sayang, bertahanlah. Jangan tinggalkan aku." kata Jeno ketika melihat Miyoung yang terbaring lemah.

***

Begitu tiba di rumah sakit, Miyoung mendapat pertolongan pertama dengan cepat. Kondisinya juga sudah sangat lebih baik dari sebelumnya. Tubuhnya tak lagi bengkak, detak jantungnya sudah kembali normal. Namun, tubuhnya masih terlalu lemas menyesuaikan keaadan.

Jeno yang menemaninya harus puas dibuat panik karena Miyoung yang tak kunjung sadar setelah berjam-jam lamanya pingsan. Saat Miyoung sudah siuman, Jeno menyerah diserang kantuk. Ia tidur dengan posisi duduk menghadap Miyoung. Miyoung terkekeh karenanya. Teman-teman Miyoung juga sudah berada di ruang perawatan Miyoung saat ini.

"Kami tahu kondisi Nyonya, untuk itu kami langsung kemari." kata Jaemin.

Bibirnya terasa kaku, Miyoung sangat kesulitan saat ingin menjawab. Ia hanya tersenyum kaku menanggapinya.

"Ibu..." rengek Haera yang melihat Miyoung terbaring lemah.

Miyoung meneteskan air matanya sebab mendengar suara Haera. Ia harus bangkit karena putrinya itu. Haera memang mempunyai karakter fisik yang sama dengan dirinya. Termasuk sakitnya yang ternyata menurun pada tubuh kecil Haera. Ia dan Haera sama-sama punya riwayat lemah jantung. Sedangkan saudari kembarnya hanya punya alergi terhadap kucing seperti sang ayah, Jeno.

"Ibu... Jangan sakit lagi. Nanti ayah pergi." kata dari seorang Haemi.

"Lihat, Ayahmu saja tertidur di samping ibu sekarang." kata Renjun.

"Ayah pasti kelelahan. Paman, pindahkan ayah agar tidurnya nyaman." Jaeyoon melihat ke arah Jaemin.

"Baik tuan muda." Jaemin menyanggupi permintaan Jaeyoon. Ia dibantu dengan Renjun memindahkan Jeno tidur di atas sofa panjang

"Jaeyoon sama seperti ayahnya. Penampilannya saja yang tampak nakal. Tapi, hatinya begitu lembut." kata Hina ketika mendekat pada Miyoung.

Miyoung tertawa kecil ketika mendengarnya. Ia menatap ke arah Jeno yang justru bergerak terbangun setelah dipindahkan oleh Jaemin dan Renjun. Wajahnya terlihat seperti seusai menangis. Kantung mata yang membengkak, sekitar matanya agak menghitam, ia tampak kacau. Jeno terkejut karena ruang perawatan istrinya ramai.

CEO Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang