Empat Belas

2K 160 4
                                    

Jeno berencana mengajak Miyoung penyegaran di sekitar Korea. Jeno mengajaknya menikmati pemandangan laut dari atas tebing tinggi. Miyoung merasakan udara segar untuk sedikit penyembuhan paru-parunya. Jeno menemaninya dengan memegangi Miyoung di belakangnya. Ia memeluk pinggang sang istri dan membenamkan kepalanya di tengkuk Miyoung. Ia menghirup kuat-kuat aroma tubuh istrinya untuk melepas lelah.

"Kalau ini hari terakhir kita bersama, apa yang akan kau lakukan?" tanya Miyoung.

"Aku memastikan kalau aku akan tetap bersamamu." Jeno memeluk Miyoung semakin erat.

Miyoung melihat kalungnya dan meraih liontinnya. Ia membuka liontin yang menampakkan foto keluarga kecilnya yang bahagia. Ia melihat ada yang berbeda dengan bagian foto Haera. Ia hanya tersenyum dan menggenggamnya.

Jeno mengajak Miyoung menuju tempat lain untuk dikunjungi. Kini mereka turun ke pantai yang tadi mereka lihat dari atas tebing. Mereka benar-benar menikmati udara dingin yang bertiup dan deburan ombak yang membasahi kaki.

Jeno melihat sekitarnya dan menemukan kejanggalan. Jeno langsung menarik Miyoung masuk ke mobil dan membawanya entah kemana. Jeno bisa merasakan keanehan dari sekumpulan audi hitam yang terparkir di tebing. Mereka keluar dari area pantai melalui jalur tanah kapur tersembunyi. Namun, sayangnya mereka masih tetap bisa ditemukan oleh sekumpulan mobil itu.

Aksi kejar-kejaran tak bisa dihindarkan. Beruntung karena mobil Jeno terselubung anti peluru, semuanya aman. Jeno bisa menghindar ketika mobilnya masuk ke sebuah bangunan tua. Ia berhasil bersembunyi sementara waktu. Pada saat Jeno merasa lingkungan telah aman dari mobil pengejar, Jeno melajukan mobilnya ke arah pulang.

"Jeno, apa yang terjadi?" Miyoung setengah panik.

"Diam saja, kita sedang diincar." Jeno melajukan mobilnya dengan kecepatan sangat tinggi.

Jeno fokus menyetir hingga pada akhirnya ada satu peluru melesat begitu saja ke bagian kaca mobil. Tidak terjadi apapun dengan kaca mobil itu. Jeno terpaksa melawan dengan membalas tembakan.

"Jeno... Biarkan aku menyerahkan diri saja. Aku memang disiapkan untuk ini." Miyoung keluar dari mobil.

"Miyoung... Jangan lakukan itu!" pinta Jeno.

Miyoung tak mengindahkannya. Ia tetap berada di luar dan mengangkat tangannya seperti menyerahkan diri. Semua pistol yang ditodongkan padanya akhirnya turun. Miyoung maju sedikit untuk meneriakkan penyerahan dirinya.

"Bunuh aku jika kau mau, aku memang yang membunuh ibumu. Aku yang menembaknya. Siksa aku dulu kalau perlu. Puas?"

"Jangan sayang... Ku mohon." kata Jeno memohon agar Miyoung kembali.

Tak ada respon, seseorang berbadan besar mendekat pada Miyoung dan membekapnya dengan saputangan yang telah diberi bius. Miyoung dalam sekejap pingsan di tangan orang berbadan besar itu. Jeno langsung menutup pintu mobilnya. Ia berbalik dan menabrak orang yang menghalangi lajunya.

***

"Bibi, ini sudah sangat sore. Ayah dan ibu kenapa belum kembali?" Haera bingung ketika ayah dan ibunya belum pulang meskipun hari sudah sore.

"Bibi tidak tahu. Seharusnya mereka sudah kembali kalau hanya pergi ke pantai." Hina memegang tangan Haera. "Tunggu sebentar, biar bibi beritahu pada pamanmu." Hina memanggil Renjun yang kebetulan sedang wara-wiri di dekat nya. "Sayang, bisa hubungi Jeno?" tanya Hina.

Renjun menggeleng. Ia juga sedang berusaha menelepon Jeno saat ini. Ponsel Jeno sepertinya mati. Renjun curiga kalau Jeno sedang mengalami kesulitan saat ini.

"KIRIM TIM PENCARIAN!" seru Renjun.

"AYAH DAN IBU KENAPA PAMAN?" tanya Haera.

Renjun hanya tersenyum. "Jangan khawatir, ayahmu tidak apa-apa."

CEO Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang