Enam Belas

2.1K 159 4
                                    

"JANGAN TEMBAK IBU DAN AYAH." Haera menghadang orang yang tengah membidik ke arah Jeno dan Miyoung yang sedang berpelukan dan menunduk.

"Jangan ganggu aku, anak kecil. Dua orang itu telah membunuh ibuku." ucap Seonji.

"DIAM DI SANA KARENA KAU AKAN MEMBUAT LUKA YANG SAMA PADA ANAK ITU!" seseorang itu berlari menyelamatkan Haera yang masih tegak berdiri di depan Jeno dan Miyoung.

Seonji tetap tak mengindahkan teriakan itu. Bahkan ia tetap menembakkannya ke arah Haera. Dua tembakan lepas begitu saja. Seseorang itu berhasil menangkap Haera dan menepikannya. Tak beruntung, peluru pistol yang ditembakkan Seonji menggores lengan Haera dan orang yang menyelamatkannya. Kemungkinan peluru bersarang di lengan dan paha orang yang melindungi Haera. Berselang beberapa detik kemudian, ada suara tembakan lain. Bukan dari Seonji, melainkan detektif Jongin yang berhasil menembak jatuh Seonji dalam satu tembakan.

"HAERA!" Miyoung khawatir dengan anaknya.

Orang yang menyelamatkan Haera menampakkan wajahnya. Orang itu adalah Jaemin. Peluru terlihat bersarang di area pahanya. Darah bercucuran di sekitar celananya. Ia sangat lemas hampir kehabisan darah.

Haera menangis menahan rasa sakit akibat luka bakar hebat yang ditimbulkan oleh peluru pistol yang menggores tangannya. Darah juga mengucur banyak karena luka itu terbuka. Tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak terlebih tulang-tulangnya terasa remuk dan retak. Perempuan kecil pemberani itu menatap sang ibu yang kini baik-baik saja. "Ibu..."

"HAERA!" Miyoung berhambur untuk memeluk sang putri yang kini tergeletak lemas. "Haera sayang, ibu berterima kasih padamu. Pasti ini sangat sakit. Ibu akan segera membawamu ke rumah sakit kalau begitu ya?" Miyoung menggendong Haera dan berusaha menutup luka Haera.

"Tidak bu... Tidak usah." kata Haera yakin dengan suaranya yang mulai parau.

"Sayang, luka ini bisa infeksi kalau kamu tidak segera ibu bawa ke rumah sakit." Miyoung tetap berjalan membawa Miyoung keluar dari tempat mengerikan itu.

"Tidak ibu, aku tidak apa-apa. Ibu, aku senang ibu selamat. Ibu bisa bermain lagi dengan Haemi dan kak Jaeyoon." suara Haera mulai melemah.

"Maksud kamu apa sayang, ibu tidak mengerti." Miyoung berhenti sejenak.

"Ibu, Aku ingin pulang." ucap Haera.

"Iya, kita akan segera pulang ke rumah." Miyoung mengiyakan permintaan Haera tanpa mengetahui maksud Haera. Miyoung berjalan dengan cepat menuju mobil.

Mata Haera menutup dan seluruh tubuhnya mendadak lemas. Miyoung terkejut saat melihatnya. Ia mengecek nadi putrinya itu dan juga napasnya. Nihil. Tak ada yang dapat ia rasakan dari tubuh putrinya.

"Haera? Haera? Bangun nak..." Miyoung sekarang panik. "Haera? Jangan pergi. Hae..." Miyoung memeluk jasad putrinya yang kini tak bernyawa itu.

Jeno baru kembali setelah mengurus Jaemin yang harus segera dilarikan ke rumah sakit dan mayat Seonji yang memang harus dimusnahkan. Jeno bingung ketika melihat Miyoung duduk di kursi depan mobil dan menangis memeluk Haera.

"Say..." Jeno tak berani melanjutkan kalimatnya begitu tangannya menyentuh kulit Haera yang mulai dingin. Ingin rasanya Jeno marah dan mengutuk si penembak yang melukai sahabatnya dan juga membunuh putrinya itu. Ia menangis.

"Kenapa kamu tinggalkan ayah dan ibu, sayang? Kenapa kau mengorbankan nyawamu hanya demi ayah dan ibu?" Jeno menangis memeluk jasad Haera. Ia mencium pipi Haera dan mengusapnya perlahan.

"Jeno, ayo kita pulang. Tak baik membiarkan Haera seperti ini. Ia harus segera diistirahatkan." Miyoung menutup wajah Haera dengan selendangnya.

***

CEO Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang