Tiga Belas

1.9K 161 3
                                    

"Sayang, kau harus benar-benar dijaga setidaknya oleh Hina dan Herin. Tak usah ikut denganku. Aku janji hanya akan menghadiri meeting." Jeno menahan agar dirinya dan juga Miyoung aman.

Jeno akhirnya berkendara seorang diri menuju kantornya. Ia sadar kalau di samping mobilnya ada seseorang dengan motor sportnya selalu mengiringi. Orang itu lalu berjalan selalu di depan mobil Jeno hingga mendekati area kantor Lee Corp. Motor itu berbelok ke arah lain saat Jeno akan memasuki area parkir kantornya. Jeno penasaran dengan orang itu. Tapi, ia berusaha tidak terlalu peduli.

"Siapa orang itu?" Jeno masuk sembari terus mengamati jalanan.

Begitu masuk ke area kantornya, Jeno harus dihadapkan banyak berkas yang harus ia teliti dan tandatangani. Sedikit stress karena berkas tak henti-hentinya datang begitu ia duduk di dalam ruangannya. Begitu aliran berkas sudah berhenti, Jeno memilih pergi ke kafe yang ada di lantai terbawah kantornya. Lagi-lagi ia terganggu dengan kehadiran wartawan yang ingin mencari berita soal keluarga Lee. Terpaksa Jeno melakukan interview di dalam kafe tersebut secara mendadak.

"Apa benar nyonya Miyoung sedang diincar bahaya saat ini?" tanya wartawan itu.

"Jika harus jujur, itu benar. Istri saya hampir buta atau bahkan meninggal saat keracunan di rumah sakit kemarin." jawab Jeno.

"Apakah pihak rumah sakit yang bertanggung jawab atas kejadian ini?" tanya wartawan itu lagi.

"Tidak, akan tetapi seseorang di luar sana. Pihak rumah sakit sendiri justru bingung mengapa istri saya keracunan makanan." jawab Jeno lagi. Ia merubah posisi duduknya untuk menyeruput cappuchinnonya.

"Adakah ciri-ciri khusus yang menggambarkan pelakunya?" tanya wartawan itu.

"Saya belum yakin untuk membeberkannya ke publik. Tapi saya yakin ini masih terkait masa lalu saya." Jeno beranjak ketika dirasa cukup.

"Terima kasih atas waktunya, Tuan Jeno." kata wartawan itu.

Jeno menghela napas sedikit frustasi. Pertanyaan wartawan itu sedikit membuatnya teringat pada Miyoung. Ia yakin kalau Miyoung baik-baik saja di rumah. Akan tetapi, bahaya akan tetap mengintai Miyoung kapan saja. Belum lagi kecurigaannya terhadap motor sport yang mengiringinya tadi.

"Apa yang dilakukan orang itu di sekitar sini. Pasti tak akan lepas dengan sangkut paut orang yang mengincar Miyoung." ujarnya bermonolog.

***
Miyoung menyibukkan diri dengan mendesain pakaian baru. Miyoung juga mendesain gaun anak-anak yang akan berwarna dasar putih. Ketika ia mendapat bahannya dengan mengoreknya dari kardus bahan Miyoung bisa menggarapnya sendiri dengan menjahitnya menggunakan tangan dan mesin.

Ia menatap baju buatannya itu dengan tersenyum. Ukuran yang mungkin pas dipakai Haemi atau Haera. Miyoung menunggu putri-putrinya itu pulang dari sekolah untuk menunjukkannya.

"Gaun yang cantik. Tapi, gaun itu mirip seperti gaun pemakaman. Warnanya bukan putih bersih tapi cenderung putih tulang." komentar Hina.

"Entah mengapa aku juga berpikiran untuk membuat gaun model seperti ini untuk ukuran anak-anak. Apa mungkin karena firasatku kuat?" Miyoung meletakkan baju buatannya di atas meja. "Aku merasa aku akan kehilangan anakku. Setelah calon bayiku... Dan mungkin salah satu dari si Kembar." Miyoung terisak.

"Miyoung, jangan seperti itu. Anak-anakmu adalah anak-anak yang hebat. Mereka bisa bertahan hingga dewasa nanti." kata Hina berusaha menghibur.

"IBU... KAMI PULANG!" Seru Haemi dan Haera yang memasuki ruang pribadi Miyoung. Mereka masih menggunakan seragam sekolah dasar mereka.

"Anak-anak ibu yang cantik sudah pulang rupanya. Coba lihat, apa yang ibu buat ini." Miyoung menunjukkan gaun buatannya.

"Cuma satu?" tanya Haemi yang sepertinya merajuk.

CEO Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang