Tujuh

2.7K 186 4
                                    

Jeno ke kantor ditemani Miyoung. Alasannya, memamerkan kemesraan mereka di hadapan direksi-direksi dibawah Jeno. Miyoung sendiri belum pernah ke kantor Jeno semenjak kantor itu direnovasi tiga tahun lalu. Miyoung dan Jeno langsung pergi ke lantai teratas gedung kantor tersebut dimana terdapat ruang khusus CEO dan petinggi perusahaan lainnya. Jeno membukakan ruangannya untuk istri tercintanya.

"Interiornya diganti? Tapi sungguh, ini lebih nyaman dipandang." komentar Miyoung.

"Akan kutunjukkan satu hal." Jeno mengajak Miyoung menyusuri pintu yang ada di sudut ruangan Jeno.

Saat pintu itu dibuka, terdapat sebuah kamar berdinding kaca di satu sisi. Kamar di dominasi warna biru dan putih. Ada beberapa sisi yang bernuansa hitam putih seperti tempat tidur ukuran Super King Size.

"Istirahatlah di sini. Aku tahu kamu butuh itu. Aku akan kembali lagi nanti. Kalau mau tidur, tidurlah." Jeno keluar dari kamar dan mulai mengurus berkas.

Miyoung berkeliling dan tertarik pada nakas yang lacinya sedikit terbuka meskipun dipasang kunci. Miyoung membukanya dan menemukan satu bungkus alat kontrasepsi. Miyoung hanya tersenyum dan membuang bungkusan itu ke tempat sampah.

"Jadi tempat tidur ini pernah dipakai tidur puluhan wanita yang berbeda bersama Jeno? Aku bukan yang pertama tidur di sini." Miyoung merebahkan tubuhnya ke kasur itu.

Miyoung mencium aroma parfum Jeno yang mendominasi aroma bedsheet dan bantal tempat tidur itu. Miyoung paham pasti bedsheet ini sudah diganti sebelum ia datang ke sini dan diberi wewangian parfum Jeno. Tercium dari aroma parfum yang masih terlalu kuat di hidung.

Belum lama setelah itu Miyoung terlelap. Ia dengan nyaman tidur di tempat itu.Bahkan saat Jeno masuk untuk memanggil Miyoung makan siang, Miyoung tidak juga terbangun. Jeno terpaksa menunggu istrinya itu benar-benar bangun lagi selama satu jam. Jeno akhirnya memututuskan untuk makan malam bersama di sudut kamar itu. Memandangi kota Seoul dari ketinggian gedung.

"Kau nyaman tidur di sini? Aku sampai tidak tega membangunkanmu." tanya Jeno.

"Nyaman, meskipun bukan aku yang pertama." jawab Miyoung sambil tertunduk. "Tak perlu meminta maaf, aku sudah tau."

Jeno diam. Ia menjatuhkan pisaunya hingga menimbulkan bunyi berisik aduan besi dan keramik. Ia merasakan kalau hati Miyoung terluka karenanya. kata memaafkan belum cukup membuktikan kalau Miyoung memang melakukannya. Hati wanita mana yang tak terluka saat pria yang amat ia sayangi tidur dengan wanita yang berbeda-beda dalam jangka waktu tiga tahun di kantornya? Tanpa si wanita mengetahuinya juga.

Jeno memeluk Miyoung dengan sangat erat memastikan Miyoung memang memaafkannya. Ia tahu Miyoung akan membalas pelukannya jika memang Miyoung memaafkan, sedangkan kalau tidak, Miyoung hanya akan diam atau menangis dalam peluknya.

Badan Miyoung terguncang dan airmatanya mulai membasahi jas yang Jeno kenakan. Tangannya masih enggan terulur untuk memeluk Jeno. Hatinya masih belum sanggup memaafkan hal ini.  Jeno yang memeluk juga hanya diam menunggu balasan peluk dari Miyoung. Lama menunggu pelukan itu, membuat Jeno sadar satu hal. Hati Miyoung memang tak mau memaafkan perilaku Jeno yang satu ini.

"Tak apa, jika kau tak memaafkanku. Aku mengerti, aku terlalu brengsek untukmu." Jeno melepas pelukannya.

Tak kuat menahan rasa sakitnya, Miyoung jatuh dari tempat duduknya. Ia kesulitan bernapas sementara wajahnya memucat. Ia pingsan belum lama setelah itu. Jeno langsung mengangkat tubuhnya dan memanggil tenaga medis pribadi yang berada di kantor. Miyoung terpaksa harus mendapat perawatan khusus di ruangan itu.

***

Matanya mengerjap menyesuaikan pencahayaan. Miyoung mengendarkan pandangannya dan berhenti saat menatap tangannya yang diberi infus. Ia juga merasa asing dengan pemandangan ini. Di depannya berdinding kaca yang menampilkan kota Seoul yang gemerlap sebab lampu di jalanan. Tentu, tempatnya saat ini bukanlah rumah sakit.

CEO Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang