sebelas

2.1K 172 2
                                    

Miyoung terbangun dengan keadaan kebingungan. Jeno mendekatinya dan mengusap lembut kening dan pipi Miyoung tanpa bersuara. Miyoung terlihat menatapnya lekat juga tanpa suara. Miyoung sedikit tenang menerima sentuhan Jeno di pipinya.

"Kau bisa melihatku dengan jelas kan?" tanya Jeno ragu.

Miyoung hanya mengangguk membenarkan. Ia memang merasakan perutnya agak mulas, tetapi ia merasa takut menceritakan apa yang ia alami. Bagian tubuh bawahnya terus bergerak tak nyaman. Jeno hanya bisa tersenyum melihatnya. Miyoung pasti sedang mengalami kram peluruhan calon janin.

"Tidurlah lagi, aku tahu kamu kesakitan." kata Jeno.

"Kenapa perutku sangat sakit? Ada yang mengganjal." katanya mengeluhkan.

"Itu demi darah yang keluar dari tubuhmu sampai bersih sempurna, sayang. Kau kemarin keracunan. Bayi kita tak sengaja terimbas racun dari makananmu kemarin." jelas Jeno. "Maafkan aku memaksamu makan kemarin. Aku menyesal melakukannya, jika aku tak menyuruhmu makan, ini tidak tejadi." justru Jeno yang terisak.

"Itu sudah terjadi. Jangan sesali. Aku mungkin memang tidak ditakdirkan punya anak lagi." kata Miyoung yakin.

"Tapi Miyoung, kau juga ikut terluka. Bahkan hampir terbunuh juga karena racun di makanan itu." Jeno memalingkan wajahnya dari Miyoung.

"Aku bersyukur masih bisa melihatmu. Meskipun bayi kita sudah tidak ada lagi, setidaknya aku masih bernapas dan melihatmu lagi." Miyoung dengan penuh senyum menatap Jeno.

"Tapi, karena itu kau harus tinggal di rumah sakit lebih lama lagi, sayang." Jeno menunduk.

"Bukannya sudah biasa?" kata Miyoung yang diakhiri dengan bibirnya yang maju. "Kau bahkan asyik di luar sana saat aku harus mendapat waktu perawatan tambahan."

"Maaf soal itu. Oh ya, saat keluar rumah sakit nanti, bagaimana soal premiere produk baru Em Way? Bukannya ini pertama kalinya merilis aksesori?" Jeno tiba-tiba memikirkan bisnisnya.

"setelah pameran, Buka sistem pre order saja. Aku hanya ingin memproduksinya kurang dari seribu buah. Kurang eksklusif rasanya kalau produknya ada lebih dari seribu buah di dunia." kata Miyoung. "Harganya juga pasti jatuh kalau stoknya justru banyak." kata Miyoung.

"Dasar otak matematika keuangan." kata Jeno setengah meledek.

"Dasar otak matematika teknikal." balas Miyoung. "Jangan bicara soal matematika padaku karena faktanya kau yang mendapat medali emas olimpiade nasional."

"Kalau kau tak sakit waktu itu, mana mungkin Jongin seonsaengnim menunjukku." Jeno menampik.

"Setidaknya kau jadi punya niat berusaha walaupun hanya karena aku. Coba saja kalau tidak? Jadi apa kau sekarang ini?"

"Jangan bahas itu lagi. Aku malah teringat Taeyong." kata Jeno. "Ah, orang itu masih saja jadi sukarelawan di rumah sakit jiwa. Padahal aku ingin meminta bantuannya." Jeno teringat pada sang kakak.

"bantuan untuk apa? Soal Seonji? Pasien rumah sakit jiwa yang kabur?"  tanya seseorang yang suaranya tak begitu asing.

"Kak Taeyong?" Jeno sangat terkejut dengan kehadiran Taeyong. "Maksud Kakak?" tanya Jeno menjurus pada Seonji.

"Sebenarnya dia sudah mulai sembuh dan menyukai hal-hal berbau kimia dan racun. Akan tetapi pemulihannya belum sempurna dan masih ada sel otaknya yang menyimpan memori dendam pada keluarga kita." jelas Taeyong. "Dia kambuh lagi karena itu." kata Taeyong. "Aku kemari karena mendapat laporan kalau ternyata perempuan itu di sini."

"Selama ini aku disetubuhi wanita gila?" Jeno tak sengaja membeberkan masa lalunya itu.

"Bodohnya dirimu, tapi bisa kubilang memang benar untuk itu." Taeyong mengiyakan.

CEO Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang