Lima Belas

2K 160 6
                                    

Haera berjalan-jalan di sebuah ruangan yang sepertinya tak pernah dikunjungi di dalam rumahnya. Pintu ruangan itu tak dikunci sejak kemarin bersamaan dengan tidak pulangnya kedua orang tuanya semalam. Karena penasaran, Haera akhirnya memberanikan diri untuk masuk.

"Apa ini?" monolog Haera ketika melihat sebuah benda serupa flashdisk tipis. Ia ingin tahu isi dan fungsi benda itu. Dibantu dengan komputer yang dibiarkan hidup, Haera mulai mengutak-atik isi benda itu.

Begitu terhubung, benda itu menampilkan pilihan tampilan. Haera secara sengaja memilih pratinjau satelit. Ia terus memperbesar gambar yang terlihat dari alat itu. Ia menemukan dua buah titik dengan latar gambar yang tak begitu asing untuknya. Ia terus memperbesar gambar itu hingga pratinjau titik itu berganti menjadi objek bergerak.

Ia mengamati pakaian objek bergerak itu dan tersentak. Sama persis dengan baju yang ayah dan ibunya pakai kemarin sebelum tak kunjung pulang.

"INI AYAH DAN IBU! AKU MENEMUKAN LOKASINYA!" seru Haera.

Ia menyambar ponsel miliknya dari dalam saku dan menekan emergency speed dial. Entah angka berapa yang Haera tekan, ia langsung tersambung dengan Jaemin.

"Paman Jaemin... Tolong ayah dan ibu. Mereka tidak pulang sejak semalam. Aku melihat mereka dari pelacak dibawa ke sebuah bangunan besar."

"ikut dengan paman. Kau paman butuhkan karena ini. Paman akan jemput kamu. Simpan dulu lokasi terbaru ayah dan ibumu, kirim pada paman." jawab Jaemin diseberang sana.

Renjun masuk ke dalam ruangan itu begitu mendengar tangis Haera. Renjun melihat ke arah komputer yang menampakkan lokasi Jeno dan Miyoung saat ini dan langsung bergegas menyiapkan senjata.

"Ah sial, kendaraan apa yang akan kupakai?" Renjun bingung ketika ingat semua mobil pengawal digunakan untuk mengirim tim pencarian.

"Paman tunggu saja paman Jaemin. Dia akan menjemputku. Kalau paman mau ikut, tentu boleh." ucap Haera santai.

***

Mobil Jaemin datang dan berhenti di depan pintu rumah Jeno. Haera langsung berhambur memeluk pamannya itu. Tapi, dirinya malah ditahan oleh Herin yang turun dari mobil.

Renjun hanya diam dan memasukkan beberapa senjata pada bagasi mobil.

"Jangan pergi ke sana Haera! Itu area berbahaya!" cegah Herin mati-matian karena Haera sangat ingin menolong ibu dan ayahnya.

"Tapi ibu dan ayah tak boleh terluka!" Haera memaksa masuk ke mobil Jaemin. "Aku ingin menyelamatkan mereka." Haera menangis lagi.

"Aku janji akan menjaganya. Doakan aku kembali." Jaemin memeluk istrinya, Herin. "Kau di sini dulu saja. Jaga anak-anak yang lain. Bilang saja kalau Haera baik-baik saja dan bermain denganku." ia menutup pintu mobilnya dan segera melaju menuju tempat Jeno dan Miyoung terakhir dilacak.

***
Jeno menyelinap masuk dan menemukan Miyoung yang terkapar tak berdaya di atas sebuah meja besar. Ia menghajar semua orang yang mendekat padanya. Disusul beberapa menit kemudian ada beberapa orang yang datang karena permintaan Jeno, seperti Jongin dan Haechan. Di belakang Jeno, Yeji dan Sehun sibuk menembaki orang-orang yang menghadangnya.

"Kemana saja kau Sehun?" tanya Jongin yang rupanya mengenal Sehun.

"Aku hanya menjadi mata-mata jika bayaranku setimpal. Tapi setidaknya aku berhasil membodohi wanita gila yang hampir membunuh desainer kondang itu." jawab Sehun sambil terus membidik lawannya.

"Hanya untuk uang, benar?" Jongin menembak ke arah kaca dan mengenai seseorang di balik kaca itu.

Jeno mendekat pada Miyoung untuk memastikan bahwa Miyoung masih hidup

Miyoung hanya diam karena tubuhnya diikat pada sebuah meja panjang dengan posisi terlentang. Tangan dan kakinya diikatkan pada kaki-kaki meja tersebut. Ia hanya bisa menangis saat mendengar suara letusan peluru yang melesat dari pistol Jongin dan beberapa bodyguardnya. Saking lamanya ia menangis, ia akhirnya pingsan.

Jeno bertarung dengan tangan kosong dan berbekal pisau serta pistol jika terdesak. Ia berhadapan dengan banyak orang berbadan besar. Meskipun kalah jumlah, Jeno tetap dapat memukul mundur sepuluh orang yang mengepungnya. Ia bahkan memastikan semua orang yang mengepungnya kehilangan kesadaran.

Jeno mendekat pada Miyoung dan melepas semua jeratan talinya. Ia menggendong Miyoung turun dan menjatuhkan meja untuk dijadikan tameng. Jeno berusaha membuat Miyoung kembali sadar. Cukup memakan waktu. Hingga pada akhirnya keberadaan mereka terdeteksi oleh Seonji.

"Kalian tak bisa bersembunyi dariku!" Seonji menodongkan pistolnya ke hadapan Jeno dan Miyoung.

"JANGAN GANGGU IBU DAN AYAHKU ORANG GILA!" suara anak kecil itu mengiringi Seonji yang jatuh tersungkur akibat tendangan di bagian lutut dalam oleh dua orang sekaligus. Anak kecil itu adalah Haera yang ditemani Renjun.

Pistol yang dibawa Seonji jatuh di depan Jeno. Jeno mengambilnya untuk menembak orang yang mengepung kanan kirinya.

"Berani-beraninya kau anak kecil." Seonji bangun dan mengunci tubuh Haera.

"Jangan sembarangan padaku. Hiya!" Haera dengan tubuh kecilnya membanting Seonji dengan cara membungkukkan badannya. Haera menginjak lengan Seonji lalu kabur. Seonji meringis kesakitan di bagian lengan yang diinjak Haera. Sepertinya bagian itu retak hanya karena injakan anak kecil.

Haera mengambil sebuah tongkat panjang dan memukulkannya pada alat vital para preman yang memedekat padanya. Dibantu Renjun yang banyak menendang dan memukul lawannya. Kadang Haera cerdik dengan memanfaatkan keadaan atau alat yang dibawa algojo. Ia menaiki tongkat kayu besar yang dibawa algojo untuk menendang kepala yang membawanya itu. Ilmu memanfaatkan kekuatan atau senjata lawan adalah teknik hapkido yang Haera kuasai. Tak hanya satu orang yang jatuh di tangan Haera melainkan cukup banyak dan sebagian tidak kuat bangun.

Tak tentu selamat, Haera juga terkadang mendapat pukulan hingga membuat wajahnya lebam dan mungkin saja beberapa bagian tubuhnya mengalami keretakan pada tulang. Haera masih tak mau menyerah.

"Haera, hentikan. Kau akan terluka sayang." pinta Jeno.

"Apa gunanya aku belajar Hapkido kalau bukan sekarang aku menggunakannya, Ayah?" Haera menendang seseorang berbadan besar pada bagian vitalnya. Orang itu langsung jatuh dan mengerang kesakitan.

"Ini berbahaya." Jeno melihat sekitarnya yang masih mencekam. "Sayang... Bangunlah" Jeno masih berusaha membuat Miyoung siuman.

"Nghhh... Apa yang terjadi?" Miyoung mulai sadar.

"Kau aman dipelukanku sekarang. Kita harus berlindung di sini." Jeno memeluk Miyoung yang masih lemas.

"Jangan main-main denganku!" Haera menginjak orang yang baru saja ia jatuhkan tadi.

"S..siapa itu?" tanya Miyoung. Pandangannya masih buram.

"Haera... Itu anak kita, Haera." kata Jeno menjelaskan.

"Apa yang... Euh... Haera lakukan?" Miyoung masih terlalu lemas.

"Dia agak bebal, dia memaksa menggunakan kemampuan Hapkidonya." jelas Jeno lagi.

Miyoung mengambil posisi duduk. Dia memanggil nama Haera agar Haera berhenti ikut berkelahi. Haera menurut dan memeluk Miyoung.

"Ibu... Lenganku..." Haera merasakan kebas berlebihan seperti ada bagian tulangnya yang retak.

"Berhenti. Ibu mohon." kata Miyoung lemah. Miyoung tentu menangis melihat keadaan anaknya. "Ibu mohon, berlindunglah di sini."

"Tapi ibu..."

Di seberang mereka ada sebuah gerakan tak terduga. Haera otomatis menghadangnya. Tak peduli dengan tulang-tulangnya yang mulai sulit digerakkan. Haera masih sanggup berdiri tegak.

"Haera! jangan!" jerit Miyoung ketika seseorang yang bangkit tiba-tiba langsung menodong pistol dari jarak jauh.

Kimrene23
0819

CEO Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang