Semenjak kepergian Haera, Haemi banyak diam dan termenung. Ia sama sekali tak mau menyentuh mainan miliknya dengan alasan "Harusnya ini dimainkan berdua dengan Haera."
Anak-anak yang lain berusaha menghibur Haemi agar mau bermain dengan mereka. Bahkan, yang tertua dari mereka semua, Jiyoung, putri Doyoung juga ikut turun tangan menghibur Haemi."Haemi sayang, kak Jiyoung tahu bagaimana rasanya kehilangan saudari kembar. Dulu, kak Jiyoung juga punya. Sama sepertimu. Tapi, Jaeyoung, saudara kakak itu meninggal karena sakit saat masih kecil. Kak Jiyoung tak berbeda jauh darimu." jelas Jiyoung.
"Tapi, kenapa kak Jiyoung seperti tidak kehilangan?" tanya Haemi.
"Karena kakak percaya, meskipun dia sudah pergi, dia akan tetap ada di sini. Dia selalu bersama kita." Jiyoung menunjuk dada Haemi.
"Haera juga?" tanya Haemi polos.
"Haera masih ada di hati kamu bukan? Kamu menyayanginya kan?" Jiyoung betanya balkk.
"Haemi menyayanginya." jawab Haemi yakin.
"Dia akan tetap selalu bersamamu. Sampai kapanpun. Sudah, ayo. Hyuka dan Rosean sudah menunggu di luar." Jiyoung mengajak Haemi keluar menemui teman-temannya.
Jeno dan Miyoung duduk berdampingan di tepi kolam renang. Miyoung masih terus menangis mengingat Haera jika melihat Haemi yang duduk sendirian. Kehilangan anak memang menyakitkan. Jeno hanya bisa menenangkan istrinya itu dengan terus mendekapnya tanpa berkata-kata.
"Kenapa bukan aku saja yang mati? Kenapa harus Haera?"
"Sayang, Haera melakukan semua itu demi kita. Haera sangat sayang pada kita. Sayang, jangan berburuk sangka pada keadaan. Dia memang disiapkan Tuhan untuk melakukan itu." ujar Jeno.
Miyoung terisak kuat mengingat aksi Haera saat melindungi Jeno dan dirinya. Tiba-tiba isakannya terganti dengan napas yang tak teratur. Dirinya memeluk Jeno erat menahan rasa sakitnya. Jeno mengangkat kaki Miyoung agar keluar dari air kolam renang lalu membawanya masuk ke kamar. Miyoung langsung seperti tidur saat Jeno memakaikannya selimut.
"Aku tahu kamu depresi. Aku tahu kamu masih tak terima kepergian Haera. Tapi jangan sampai seperti ini lagi. Aku takut kalau harus kehilanganmu juga." kata Jeno sambil memeluk Miyoung.
"Ayah, ibu sehat-sehat saja kan?" tanya Jaeyoon khawatir.
Jeno mengangguk. Ia bangun dari posisinya dan membenarkan tatanan rambut Miyoung. Jeno mengusap pipi istrinya yang sepertinya tertidur itu. Jeno meninggalkannya sendirian di dalam kamar sementara ia kembali ke ruang tengah untuk berkumpul dengan yang lain.
***
Jeno kembali bercanda dengan sahabat-sahabatnya seperti dulu. Ada rasa canggung pada awalnya karena keadaan Jaemin yang kini tak bisa menggunakan kakinya lagi. Namun, Jaemin membantah dirinya malu dengan kondisinya saat ini. Jaemin hanya ingin menjadi Jaemin yang biasa dilihat oleh kawan-kawannya."Haera anak yang hebat. Dia yang pertama kali memberitahuku soal penculikan kau dan Miyoung. Dia tak punya rasa takut." ujar Jaemin.
"Tapi kau hanya keluar saat Haera hampir ditembak. Mengapa?" Renjun penasaran.
"Aku tak mau dianggap pengkhianat dari dua sisi sekaligus. Aku juga sudah berjanji untuk hanya melindungi anak itu. Sekali lagi, maaf aku tidak bisa melindunginya dengan baik." Jaemin tertunduk.
Jeno hanya tersenyum lalu menepuk pundak Jaemin. "Terima kasih."
"M..maksudmu?" Jaemin memegang tangan Jeno yang bertengger di pundaknya.
"Kau menempatkan Haera di tempat terbaiknya. Haera sangat senang berada di surga sekarang." jawab Jeno.
"Belajarlah untuk mengikhlaskan Haera. Beritahu itu pada Miyoung." kata Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Lee Jeno
Fanfiction[Sequel of Bad Boy (Lee Jeno)] Mampukah cinta yang telah lama tumbuh seketika hancur saat kebenaran demi kebenaran di balik semuanya terungkap. Banyak yang tak terduga dalam kehidupan mereka pada masa sekarang. Bahkan orang-orang yang tidak terduga...