Seokjin PoV
Pada hakikatnya aku meyakini jika semua manusia memiliki sisi gelapnya. Dalam lembaran hidup siapapun pasti memiliki sebuah kubangan gelap perihal kebencian. Hanya bergantung pada adab dari setiap pribadi, entah ingin menyimpan nya atau lebih memilih hidup dalam ketenangan dengan tak membiarkan kebencian menjadi iblis yang perlahan menggerogoti ego. Begitupun dengan diriku. Aku punya sisi gelapku sendiri. Menjadi si pembenci yang memelihara kebencianku dalam diam. Membiarkan nya tumbuh hanya untuk diriku sendiri, tanpa perlu kususun metode apik untuk memberikan sebuah balasan atas kebencianku. Aku bukan pria sabar yang punya hati luas untuk lekas memberikan maaf. Aku hanya seorang pria yang tahu batasanku, maka dari itu aku memilih untuk pergi bersama kebencianku, karena aku tak ingin iblis dalam diri ini membawaku pada sebuah petaka besar. Karena pada kenyataan nya kebencianku ini terasa seperti fantasi. Ada perasaan nyeri setiap kali melihatnya, tapi di sisi lain yang kutahu bahwa aku pun tidak akan pernah bisa benar-benar membencinya.
Dia—atau lebih tepatnya—mereka, punya banyak kendali dalam hidupku, punya banyak memori dalam ingatanku, serta punya begitu banyak peran dalam kisaran dua puluh tujuh tahun hidupku. Pelajaran yang kupetik dalam hidup terkadang datang dari mereka. Kecerdasan yang diajarkan dan sama-sama dibangun bersama mereka. Kerap bertukar cerita hingga berakhir tertawa atau bahkan menangis. Tak sedikit kali beradu argumen yang berujung dengan sebuah kesal dan pertengkaran, namun mengalah ketika salah satu memilih menjadi kesatria dan menjabat tangan terlebih dulu untuk mendapat maaf. Dan semua cerita tentang mereka menjadikan aku pria lemah yang tak mampu membenci dengan cara yang benar.
"Biarkan ibu dan Taehyung tinggal disini."
Aku sontak mengangkat wajah saat mendengar ibu mengucap kalimat yang seharusnya menjadi sebuah kalimat permintaan, namun bagiku malah terdengar seperti sebuah kalimat paksaan, "kenapa? Untuk apa ibu dan Taehyung tinggal disini?"
Ibu menghela napas sejenak. Mengangkat cangkir teh yang sempat dibuatkan Jian sebelum gadis itu pamit untuk menghadiri kelas. Ibu menyesapnya perlahan dengan mata memejam meresapi rasa khas teh Cina yang diberikan Jungkook sebagai buah tangan dari acara liburan nya di Cina.
"Hm, teh nya enak, kau beli dimana?"
"Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan, bu. Jawab pertanyaanku, kenapa ibu ingin tinggal disini? Lalu bagaimana dengan ayah?"
Ibu yang kembali menghela napas meletakan cangkir teh nya. Mengalihkan pandangan padaku dengan raut yang terlihat tak senang dengan pertanyaanku yang mungkin terdengar mendesak, "kenapa? Apa salahnya seorang ibu ingin tinggal bersama dengan anaknya?"
Aku mendecih geli mendengar jawaban ibu. Melirik sekilas pada Taehyung yang duduk di samping ibu. Wajahnya nampak sungkan saat aku menatapnya, mungkin dibanding ibu, Kim Taehyung punya sedikit harga diri dan rasa sungkan untuk melakukan hal seperti ini padaku, "ibu, apa sekarang kita tengah bermain peran? Kau dan aku menjadi ibu dan anak yang saling mengasihi, begitu? Punya hubungan baik hingga kau bisa melakukan apapun padaku, begitu?" aku kembali tersenyum kecut. Namun lekas kusirnakan saat mataku kembali bertukar tatap dengan ibu, "jangan konyol, bu. Kau yang memintaku untuk keluar dan pergi dari rumah. Berkata bahwa aku hanya menjadi biang masalah dirumah. Begitu pilih kasih dan hanya memberi perhatian pada Taehyung, memberikan apa yang Taehyung inginkan, bahkan mengambil apa yang menjadi miliku untuk kau berikan pada Taehyung. Ibu tidak lupa'kan jika aku dan ibu telah sama-sama saling kecewa terhadap diri masing-masing? Lalu apa yang ibu lakukan sekarang?"
Ibu kontan berdiri dari duduknya. Wajahnya dapat kulihat telah berbalut emosi, mungkin begitu terbakar mendengar ucapanku, "yaa, Kim Seokjin, tidak kah kau berpikir jika perkataanmu itu keterlaluan? Aku, sebenci apapun kau padaku, aku tetaplah ibumu, wanita yang merawatmu sejak kecil, wanita yang memberimu kasih sayang sampai kau bisa hidup seperti saat ini," ibu bergerak maju, berdiri dihadapanku dengan ponggah, kedua tangan nya terlipat di dada sambil menatapku dengan tajam, "kau pikir, kau bisa hidup sampai sekarang jika hanya ayah yang mengurusmu? Kau pikir kau bisa tumbuh dengan baik jika kau hanya bergantung pada ayahmu, Kim Seok—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Housemate
FanfictionKehidupan keras yang dialami Kim Jian membuatnya harus tinggal dengan dosen pengampu mata kuliah kimia dasar di tempatnya menimba ilmu. Banyak drama yang dihadapi Jian selama hidup dengan pria yang menurutnya punya kepribadian ganda saat di rumah da...