23: New Chapter of Life

203 27 16
                                    

Kim Jian PoV

Seingatku, sejak kecil dalam sisa ingatan yang tersisa, aku tak pernah merasakan seseorang menggenggam tanganku sehangat saat ibu menggenggam tanganku. Merematnya dengan lembut bak sebuah penjagaan paling kuat agar tak ada sesuatu yang mampu memisahkanku dari genggaman nya.

Namun hari ini, genggaman tangan yang begitu hangat—serupa rasanya dengan hangat yang kurasakan saat ibu menggenggam tanganku kembali kurasakan. Seseorang dengan begitu lembut menjemput jemariku. Menggenggamnya seraya menuntun langkah kaki untuk menyusuri jalan berkarpet putih.

Iringan sorak orang-orang yang memuji kami hari ini. Bertepuk riang dengan sebagian diantara mereka menangis haru. Seruan ucapan selamat seolah membaur bersama kelopak-kelopak bunga yang ditabur mengiringi langkah kami.

Disisi kiri mataku, kudapati sosok bibi Im yang telah lama tak kujumpai. Berkenan menempuh perjalanan panjang dari Busan untuk mendampinginku menjadi satu-satunya keluargaku yang tersisa.

Senyum Hwang Nara—sahabatku pun terlukis jelas pada bibir manisnya. Ujung kelopaknya meneteskan air mata berbalut haru. Aku tahu jika sahabatku itu akan menjadi salah satu yang paling berbahagia di hari ini.

Disudut lain, ibu dan ayah Kim Seokjin tersenyum dengan air mata yang jatuh diujung mata mereka. Taehyung yang tersenyum sambil melambai tangan. Bibirnya bebisik dari tempatnya duduk, kubaca sebagai ucapan selamat. Disisinya, Jung Anna tersenyum padaku. Tak ada dendam, tidak ada canggung karena kini semua orang telah memiliki jalan hidupnya masing-masing. Begitu pula dengan Anna yang rupanya memilih kembali mengabdikan hidupnya pada Kim Taehyung sebagai pasangan sehidup sematinya.

Begitu pun dengan aku yang dalam hitungan menit akan menyerahkan dan mempercayakan seluruh sisa hidupku untuk mengabdikan diri pada seoranga lelaki yang telah kupercayakan padanya seluruh hidupku. Ia yang tidak hanya akan menuntunku menyusuri altar pernikahan, melainkan ia yang akan menuntunku menuju kehidupan panjang di masa yang akan datang.

Langkah kami terhenti tepat pada satu undakan. Berbalik memberi hormat pada semua orang yang berkenan menyempatkan waktu seiring dengan doa baik yang tak hentinya mereka gaungkan.

Selepasnya seorang pendeta memberi salam pada kami. Memberikan nasihat-nasihat kehidupan pada kami sebelum kami mengikrarkan perjanjian suci kami pada Tuhan.

"Sebelum melanjutkan acara pernikahan ini pada pengucapan janji, izinkan saya bertanya; adakah diantara saudara-saudara sekalian yang keberatan dengan pernikahan ini? Jika ada silahkan angkat tangan anda!" seru sang pendeta.

Aku dan Seokjin tentu saja tidak khawatir. Pernikahan ini aku rasakan penuh restu dari semua orang. Bahkan kekhawatiranku perihal ayah Kim Seokjin yang mungkin akan menentang pernikahan kami pun sama sekali tak terbukti. Ia dengan penuh restu memberikan kami izin untuk menikah, bahkan dalam doa nya yang teramat dalam ia berharap bahwa aku akan menjadi kebahagian Kim Seokjin—menebus semua kesedihan dalam kehidupan nya dimasa lalu.

"Baiklah, Jika semuanya tidak ada yangkeberatan atas pernikahan ini, mari kita lanjutkan pada prosesi selanjutnya yaitu pengucapan janji perni—"

"Aku keberatan dengan pernikahan ini!!!"

Sial, gila!!! Siapa yang berani-berani nya datang mengucapkan keberatan bodoh itu?!

Aku dan Seokjin sontak memutar tubuh. Bersama dengan semua tamu yang turut terkejut dengan kehadiran sosok pria yang berdiri angkuh didepan pintu sambil mengangkat tangan nya tinggi-tinggi.

"Aku keberatan dengan pernikahan ini." Tagasnya mengulang pertentangan nya pada pernikahanku.

"Yaa, Jeon Jungkook apa yang kau lakukan?" teriaku pada Jungkook yang masih berdiri ponggah di depan pintu.

Suddenly Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang