21: Rejected

163 33 9
                                    

Rasanya Kim Seokjin semakin hari menjadi semakin linglung. Pria yang dikenal punya kecerdasaan luar biasa itu seolah kehilangkan banyak sel-sel jenius dalam otak nya. Mulai dari seringnya terlambat datang ke kantor, melewatkan hampir lima belas menit dari jam kuliahnya, hingga semakin jarang memberi tugas pada mahasiswa ampuanya. Padahal Kim Seokjin sebagai seorang dosen dikenal sangat ketat dengan waktu, dan selalu memberi tugas bertubi-tubi—meski sifat kejam nya itu tak mengurangi kepopuleran nya dikalangan mahasiswa.

Pun dengan hari ini, pria itu datang terlambat tiga puluh menit dari waktu kantor yang semestinya. Agenda meeting bersama klien penting pun sampai harus ditarik mundur selama lima belas menit demi menunggu kedatangkan orang nomor dua di perusahaan Kim's Chemical setelah sahabatnya Kim Namjoon.

Hal itu tentu membuat Namjoon turut bingung dengan perubahan yang dialami Seokjin. Sahabatnya itu tentu tahu bahwa perubahan Seokjin bukanlah sesuatu yang akan terjadi untuk jangka waktu yang lama, pria itu hanya terlihat sedang gelisah menanggung sesuatu hingga membuat mood nya turun drastis dan terlihat sukar menjalani hari.

Kim Namjoon meletakan secangkir kopi yang ia racik sendiri dihadapan Seokjin. Pria berkulit tan dengan postur wajah kharismatik itu turut menjatuhkan diri di sisi Seokjin yang masih bertahan dengan ekspresi murung nya sejak pagi tadi.

"Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi padamu, hyung? Benar-benar rishi melihatmu seperti pria linglung begitu!?" Tanya Namjoon langsung pada pokok kekhawatiran nya.

Kim Seokjin mendesah berat. Disandarkan nya diri pada sofa ruanga kerja Namjoon sambil menengadah menatap plafon langit-langit dengan pikiran berkabut, "aku benar-benar tidak habis pikir, Namjoon-ah." Ucap Seokjin.

Namjoon yang tentu tidak mengerti dengan pikiran apa yang dimaksud Seokjin membuat dahi nya berkerut, "maksudmu?" Tanya Namjoon penasaran. Tentu saja, Namjoon bukan cenayang yang bisa tahu apa yang sedang ada didalam pikiran Seokjin kalau pria itu tidak menjelaskan nya.

Masih dengan posisi yang sama, Kim Seokjin kembali menghela napas nya dengan berat, "ini rasanya tidak masuk akal, Namjoon-ah," ucap Seokjin yang tiba-tiba saja bersemangat menegakan tubuhnya dan menatap Namjoon dengan tajam, "apa menurutmu masuk akal jika ia menolak ku?"

"Menolak?" Tanya Namjoon dengan kening berkerut "klien mana yang berani-berani nya menolakmu, hyung?!"

"Ani... aku tidak sedang berbicara tentang klien."

"Lalu?"

Seokjin menghambur napas nya dengan lesu. Sesungguhnya Seokjin enggan kembali berkutat pada topic ini lagi. Tapi entah mengapa semakin ia mencoba untuk menghindari pembicaraan ini justru pikiran nya akan semakin terbawa masuk hingga rasanya membuat seluruh mood nya menjadi hancur berantakan, "ini soal Jian." Katanya dengan terpaksa harus kembali dalam cerita itu.

"Jian? Kekasihmu?" Tanya Namjoon. Pria itu sebenarnya belum terlalu mengenal sosok Jian karena secara pribadi ia belum pernah bertemu Jian. Hanya saja sang sahabat sering kali berbagi keluh kesahnya tentang Jian, itu sebabnya sedikit banyak Namjoon mengetahui siapa itu Jian dari cerita Seokjin, "ada apa dengan nya? Kalian bertengkar?"

Seokjin menggeleng lemah, "Aku melamarnya saat kami ke Jeju minggu lalu."

Namjoon yang mendengar itu sontak bersemangat. Luar biasa rasanya mengetahui pria yang cenderung anti social seperti kim Seokjin telah melamar seseorang—meminta seseorang untuk menghabiskan hidup bersamanya, "kau serius, hyung?" Tanya Namjoon begitu antusias.

Namun rupanya reaksi Kim Namjoon itu berbanding terbalik dengan Kim Seokjin yang menimpali dengan sebuah deheman lesu.

"Wah, aku benar-benar senang mendengarnya, hyung. Kupikir kau hanya akan menjadi pria lajang seumur hidupmu." Namjoon terkekeh. Tentu saja ia tak akan menyangka jika Seokjin akan menemukan seseorang yang tepat untuk dirinya, mengingat bagaimana Namjoon tak pernah barang secuil saja mendengar cerita Seokjin dengan seorang wanita, kecuali mantan kekasihnya lima tahun lalu—Jung Anna, "tapi kenapa kau malah jadi seperti pria frustasi begitu kalau rupanya yang selama ini mengganggu pikiranmu justru sebuah kabar baik begini, hyung?!"

Suddenly Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang