Pada akhirnya akan ada sebuah waktu dimana mimpi tak hanya akan sekedar berakhir menjadi bunga tidur dan terlupakan.
Hari ini, ketika mimpi yang sempat kukecap dalam tidur itu menjadi sesuatu yang nyata terwujud dalam kehidupanku.
Mungkin apa yang terjadi saat ini bukan hanya sekedar bunga tidurku belaka, melainkan sebuah mimpi dalam garis hidup yang tak pernah berani kubayangkan sebelumnya.
Aku yang pernah berucap jika bahagiaku berada pada batasan sederhana ketika tak banyak hal mewah dalam hidup ini yang kudambakan. Tak perlu bergelimang harta dan tahta, apalagi memiliki cinta dari seseorang—seperti menjadi hal paling mewah yang kadang berkhayal pun tak berani kulakukan.
Namun rupanya jala hidup manusia itu benar-benar menjadi sebuah misteri yang sedikitpun tak Tuhan berikan kisi-kisinya. Kita sebagai umat yang hanya mampu menikmati, mensyukuri, serta menghadapi apa pun yang akan Tuhan berikan dikemudian hari.
Begit pula dengan hidup yang hingga kini kujalani dengan setiap likunya. Pernah terpuruk hingga ke dasar terbawah dalam kehidupan, pernah kemudian mencoba bangkit meski luar biasa sulit, atau bahkan pernah berniat untuk menyerah saja pada keadaan.
Namun rupanya segala kesulitan yang telah kulewati tidak lantas membuatku berhenti untuk membangun diriku sendiri. Menjadi kuat dan mensyukuri segala hal yang kudapati sambil terus berjuang mempertahankan kehidupan, pada akhirnya membawaku pada diriku yang menjadi jauh lebih berdikari dalam berbagai hal.
Kehidupan, karir, bahkan cinta, kini telah mengikuti segala kerja keras dan keteguhanku. Tuhan mungkin sedang memujiku atas segala ujian nya diwaktu lalu, lantas Ia yang kemudian berbagi hadiah berupa kebahagian denganku.
Sekali lagi kutatap tangan yang telah menggenggamku dengan begitu erat. Terpaku pada sepasang cincin serupa yang melingkar dijari manisku dan ia. Bahkan ketika mendongak menatap senyumnya—aku yang masih tak sampai untuk mempercayai jika diriku kini seutuhnya telah dimiliki dan memiliki seseorang yang telah kujadikan sebagai rumah tempatku pulang dalam seluruh sisa hidupku.
Dalam kurun waktu satu tahun menyandang gelar sebagai nyonya Kim, rasanya ada banyak hal yang berubah, namun tetap terasa sama seperti sebelumnya.
Mungkin perubahan begitu terasa dalam sisi status sosialku yang tiba-tiba saja melonjak tinggi. Semua orang yang lantas menaruh hormat padaku karena kini aku adalah sosok nyonya Kim dimata semua orang.
Kemanapun aku dan Kim Seokjin melangkah, disitulah semua mata akan tertuju pada kami. Memberi pandangan hormat dan pujian lantang, meski aku tahu dibelakang gunjingan miring akan selalu ada selama kami masih memijak dunia.
Namun alasan aku bersedia mendampingin Kim Seokjin selama sisa usiaku bukanlah untuk sebuah status social yang kini berubah.
Kesedianku menikah dengan nya karena ketidak burubahan yang kurasakan bahkan saat status suami istri telah tersemat pada kami.
Sifatnya yang masih sama membuatku merasa nyaman dengan keberadaan nya. Keperdulian nya tak pernah berubah—bahkan menjadi lebih membuatku mensyukuri kehadiran nya. Kebaikan hatinya yang sejak awal telah memikat hatiku tanpa kusadari. Bahkan sikap dingin nya yang terkadang membuatku tak bergeming karena takjub dengan segala kejutan dalam dirinya. Namun yang lebih penting dari semua itu adalah tentang bagaimana ia mencintaku.
Semuanya tetap sama, pada timbangan paling proposional. Tidak kurang karena aku jelas bisa merasakan nya, namun juga tidak berlebih karena ia tahu diaman ia harus bergerak dan berhenti.
Dan rupanya semua alasan itu yang membuatku memutuskan dan memantapkan hati untuk menjadikan nya pilihan terakhirku dalam hidup ini.
"Kenapa cerita drama ini semakin lama semakin aneh sih?" keluh Kim Seokjin, lantas segera mengganti chanel TV menjadi pertandingan baseball.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Housemate
FanfictionKehidupan keras yang dialami Kim Jian membuatnya harus tinggal dengan dosen pengampu mata kuliah kimia dasar di tempatnya menimba ilmu. Banyak drama yang dihadapi Jian selama hidup dengan pria yang menurutnya punya kepribadian ganda saat di rumah da...