22: Love Conquers All

182 31 13
                                    

Seokjin mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Perasaan nya diliputi kekhawatiran sejak setengah jam lalu saat Jian menghubunginya dan menceritakan semua hal yang terjadi di kampus siang tadi.

Sekelumit perasaan menyesal juga turut hadir saat Seokjin tak bisa mengangkat panggilan Jian lebih cepat hingga dirinya melewatkan enam panggilan dari Jian sejak sore tadi.

Namun setelah mengangkat panggilan terakhir dari Jian, dengan segera Seokjin tancap gas, bahkan rela meninggalkan jamuan makan malam bersama staff perusahaan untuk merayakan kerjasama perusahan mereka dengan salah satu perusahan Jepang yang baru saja diputuskan pagi tadi.

Setibanya di apartemen, Seokjin segera mencari keberadaan sang kekasih—hingga ia akhirnya menemukan Jian sedang terduduk di kursi meja makan. Nampak dari raut wajah sepertinya Jian tengah larut dalam pikiran nya hingga ia tak menyadari kehadiran Seokjin yang perlahan mulai melangkah lambat menghampirinya.

Dan hal pertama yang Seokjin lakukan setelah berada disisi Jian adalah mengecup lamat puncak kepala Jian hingga gadis itu akhirnya tersadar dari lamunan nya, "oh, kau sudah pulang." Ucap Jian setelah menyadari kehadiran Seokjin.

Pria itu hanya mengangguk dengan segaris senyum. Digesernya kursi disisi Jian dan menempatkan dirinya disana. Ia menganggam jemari Jian dengan sangat erat.

Seokjin tahu persis bahwa perasaan Jian sedang tak karuhan, karena selama ini Jian begitu khawatir jika hubungan mereka akan terungkap sebelum dirinya lulus.

"Jangan cemas, semuanya akan baik-baik saja," Ucap Seokjin mencoba menenangkan kekhawatiran Jian, "kita tidak melakukan kesalahan apapun hingga membuatmu harus sekhawatir ini, Ji."

Benar, tentu saja tidak ada yang salah dengan semua itu. Menjalin hubungan antara seorang dosen dan mahasiswa bukanlah sebuah dosa, terlebih Jian dan Seokjin sama-sama single, mereka bahkan dua orang dewasa yang sudah mengerti mana baik mana buruk. Jadi sebenarnya tak ada yang perlu dikhawatirkan seperti kata Seokjin karena mereka tidak melakukan kesalahan apapun.

Satu-satu nya hal yang perlu dikhawatirkan hanyalah keusilan orang-orang yang akan lebih heboh mengurusi hubungan mereka, mencoba mengulik setiap detil kehidupan pribadi mereka dengan alasan rasa penasaran yang berlebih, atau mungkin sebagian nya lebih banyak didasarkan pada rasa iri hati tentang bagaimana mahasiswa biasa seperti Jian dapat memikat hati seorang dosen paling di inginkan diseluruh penjuru kampus.

"Aku tidak mengkhawatirkan diriku, Seokjin-ssi. Yang kukhawatirkan itu dirimu." Ucap Jian.

Mendengar keluh Jian rupanya membawa perasan hangat dalam hati Seokjin. Bahkan disaat seperti ini Seokjin lah yang paling Jian khawatirkan melebihi kekhawatiran nya pada diri sendiri.

Seokjin tersenyum lembut. Diusapnya kepala Jian dengan penuh kasih. Tatap yang sepenuhnya millik Jian itu berusaha menenangkan, "kurasa memang sudah waktunya, Ji."

Jian yang tak memahami maksud ucapan Seokjin hanya menatap dengan penuh tanda Tanya.

"Kurasa sudah saatnya aku berhenti mengajar."

Perkataan Seokjin sontak membulatkan mata Jian, "apa? Kenapa begitu?"

"Sebenarnya sejak memulai hubungan denganmu aku sudah memikirkan untuk berhenti mengajar. Cepat atau lambat aku tahu hal ini akan terjadi, dan aku tidak ingin hal seperti ini menjadikan beban untukmu." Jelas Seokjin.

Memang benar sejak Seokjin mulai serius dengan hubungan nya dengan Jian, ia sudah berniat untuk mundur sebagai dosen. Kejadian seperti ini sudah ia prediksi sejak lama, bahkan menjadi satu dari sekian alasan dulu sukar untuk Seokjin memulai hubungan dengan Jian.

Suddenly Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang