19: Incontrovertible

209 35 15
                                    

Kim Jian PoV

Aku yang dulunya mungkin terlalu sibuk berjuang melawan kemiskinan hidup cenderung tak tertarik pada bagaimana orang lain menjalani kehidupan mereka. Yang terpenting hanya menjunjung nilai moral serta toleransi agar tetap bisa hidup ditengah manusia kebanyakan. Membangun sebuah pertemanan yang awalnya hanya sebatas formalitas kemudian nyatanya berakhir dengan sebuah ikatan tulus yang membuatku justru terperangkap dalam kehangatan sebuah persahabatan.

Kemudian dihari selanjutnya hidupku terbawa pada sebuah fantasi yang kukira hanya ada dalam fiksi. Lantas mengenal sosok agung yang sedari dulu hanya kupandang sebagai sosok yang dengan ujung jaripun tak mungkin bisa kusentuh. Namun rupanya semesta menawarkan sesuatu yang lebih dari sekedar fantasi.

Mendapatkan hatinya adalah secuil anugrah lain yang telah semesta berikan. Ditimpa berbagai kesulitan hingga akhirnya berbuah mendapatkan cinta yang begitu tulus lebih dari apa yang kubayangkan. Seseorang yang kerap kuragukan hatinya, rupanya telah menempatkanku pada bagian terpenting dalam hidupnya. Menjaga perasaanku lebih dari pada apa yang kubayangkan. Mungkin itu sebabnya kenapa hati manusia tak mudah untuk diukur seberapa dalam.

~~~~

Aku masih menatapnya dengan seksama. Menepuk pundaknya dengan lembut—berharap jika kehadiranku cukup memberi sedikit kekuatan untuknya melewati hal berat yang harus ia alami.

Aku telah mendengar semua cerita hidup Kim Seokjin yang selama ini hanya menjadi catatan rahasia miliknya.

Kesalah pahaman yang rupanya telah membuat pria ini berubah. Mengobrak-abrik kehidupan yang dulunya baik-baik saja menjadi rumit. Mengubah hatinya yang dulunya mungkin sehangat musim semi—menjadi begitu dingin bak terselimuti bongkahan salju.

Dendam dan kebenciaan yang ia pupuk dalam hati rupanya menjadi sia-sia, ketika kebencian yang ia bangun tak ubahnya hanya sebuah bisikan iblis.

Tapi aku sebagai orang yang banyak menghabiskan waktu dengan Kim Seokjin dapat merasakan jika kebencian dan dendamnya tidaklah nyata. Ia hanya mencoba untuk menguatkan diri dengan memupuk kebencian yang dirinya sendiripun tak sanggup. Hati dan akal pikiran nya bertentangan. Ia tahu jika hatinya tak pernah mampu membenci orang-orang yang ia sayangi, tapi akalnya yang berteman dengan kesendirian membuat dirinya mengacuhkan nurani yang sebenarnya adalah penggambaran diri dari sosok Kim Seokjin.

Dan sekarang ia telah menemukan kebanaran nya. Kebenaran yang sesungguhnya telah hatinya ketahui, hingga pada akhirnya semua kebenaran yang kini telah terungkap membuat Seokjin bak dilempari batu kenyataan terberat dalam hidupnya.

"Seokjin-ssi, kau sudah merasa lebih baik?"

Pria itu akhirnya mengangkat wajah. Tangisnya telah usai, menyisakan gurat sembab pada matanya. Tangan nya masih terasa bergetar saat kugenggam, sama seperti ketika ia mencoba menceritakan segalanya satu per satu padaku.

"Apa yang sekarang harus kulakukan, Ji?" ia bertanya dengan suara bergetar. Rasanya begitu pilu melihat pria yang dulu kukenal begitu angkuh menjadi serapuh ini.

Kueratkan genggaman ku pada jemarinya. Aku yang ikut teriris perih melihat betapa kalutnya Kim Seokjin mencoba memberi segaris senyum, "ikuti apa kata hatimu, karena saat ini kata hatimulah yang mungkin paling benar."

"Aku ingin memperbaiki semuanya, Ji. Apa itu mungkin?"

Aku kembali mengangkat sudut bibirku, kali ini benar-benar ada senyum yang ingin kugambarkan atas apa yang ia katakan. Benar, beginilah seharusnya seorang Kim Seokjin, "tentu saja kau bisa memperbaiki semuanya. Bahkan kau sudah memulainya dengan memaafkan Anna. Tapi yang paling penting saat ini—kau harus terlebih dahulu memaafkan dirimu sendiri,"

Suddenly Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang