18

1.3K 168 11
                                    

Cahaya matahari pagi menyilaukan mata Yena yang masih terpejam. Dahinya mengernyit terganggu dengan hal itu. Dengan mata yang enggan terbuka ia menarik selimut sampai menutupi wajahnya.

"Yena sayang... Bangun hey..." surat berat khas pria itu memaksa masuk ke indra pendengarannya.

Yena melenguh malas, lalu menyipitkan matanya. Dan detik berikutnya terbelalak kaget. "Yohan?! Kok lo ada di kamar gue, sih?!"

Si pria hanya menghela nafas sambil menyisir rambut basahnya di depan cermin meja rias. "Kamu ngigo ya? Kita kan emang sekamar."

"HAH?" Yena sampai terduduk bangun dari posisi tidurnya.

"Kita udah dua tahun nikah, beb. Masa lupa?" jawab Yohan yang kini sedang menyimpul dasi di lehernya.

Yena terdiam. Ia sedang mencerna apa yang sebenarnya terjadi disini. Bagaimana bisa ia sudah menikah dengan Yohan padahal kemarin malam masih saling mengumpat?

"Ini mimpi kan???" bisiknya lebih kepada diri sendiri.

"Udah sana kamu mandi trus kasih maem anak kamu tuh dari subuh udah bangun dia." kata Yohan lagi.

Dan muncul lah seorang anak perempuan di ambang pintu kamar Yena. "Mama...." panggilnya.

Yena pun semakin bingung. Ia mengacak rambutnya gusar. Berharap semua ini hanyalah bunga tidur saja.

Yohan yang sudah berpakain rapi tiba-tiba mendekatinya dan membuat Yena salah tingkah.

"Papa berangkat kerja dulu ya, Ma." lalu mengecup kening Yena.

"WOY!!!!"

.
.
.
.
.

"Dek, bangun dek, sholat subuh!" Byungchan mengguncangkan tubuh adiknya yang masih tertutupi selimut itu.

"Tsk. Ni orang mimpi apa sih sampe mukanya tegang begitu?" gerutunya begitu melihat wajah Yena yang mengeras seperti sedang marah.

Gemas, Byungchan menjahili Yena dengan cara menyentil dahinya. "Banguuuuun!!"

Dan berhasil.

"WOY!!!" Yena terperanjat bangun. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya dan nafasnya juga tersengal.

"Mimpi hantu ya, dek?"

Yang dipanggil adik itu hanya manggut-manggut, namun raut wajahnya terlihat kebingungan.

"Makanya sholat!" ucap Byungchan lalu berjalan keluar kamar.

Yena mengusap wajahnya berkali-kali, berharap kesadarannya cepat kembali.

"Astagfirullah, kok bisa sih gue mimpi nikah sama Yohan?" gumamnya lirih.

Otaknya kembali memutar adegan mimpi yang tadi terjadi. Semua seperti nyata baginya. Suasana kamarnya yang sama seperti biasa, suara Yohan yang memanggilnya dengan lembut, anak perempuan yang menyebutnya mama, dan kecupan di dahi?

"Oh shit!"

***

Pagi yang cerah.

Murid-murid SMA PDRI 11 sudah mulai berdatangan memasuki kelas.

"Siapa yang belum piket???" tanya Yena dengan nada tinggi ke seluruh penghuni kelas.

"Gue, kenapa?" Eunsang menjawab sambil mengacungkan tangannya.

"Sang, tolong lap kaca yang bagian atas tuh masih kotor kan badan lo tinggi." perintah Yena seraya menunjuk kaca jendela. Dan dijawab dengan gestur tangan 'okay' oleh Eunsang.

Merasa semuanya sudah beres, Yena main ke luar kelas. Menghampiri Yuri yang sedang melihat pemandangan halaman sekolah dari jendela koridor.

"Liat apa, Yul?" sapa Yena. "Cogan ya?"

Yuri tersenyum sumringah, "Itu kakak-kakak purna OSIS udah pada dateng buat rapat."

"Rapat pemilihan ketos baru kan?" tanya Yena lagi yang dijawab anggukan oleh lawan bicaranya.

Yena mengikuti arah pandangan mata Yuri dan mendapati segerombol pria tengah berbincang seru di lapangan. Sebelas cowo ganteng yang dulu pernah menjadi bintang di sekolahnya.

Namun ada hal lain yang menarik perhatian Yena. Yaitu seorang pria yang baru memasuki gerbang dengan penampilan serampangan. Iya, itu Yohan.

"Dilihat dari jauh pun ganteng..." gumam Yena tanpa sadar.

"Iya mereka emang ganteng."

"He? Hehehe iya."

"Bitiway, Yen, gue mau nanya ini dari dulu tapi takut lo tersinggung."

"Santai aja kali. Nanya apa?"

"Gue denger gosip kalo lo deket sama Kak Jihoon, emang iya?" tanya Yuri sembari menunjuk ke sekumpulan pria tadi dengan ujung dagunya.

"Iya, bener, kenapa?"

Yuri nampak kaget, "Serius lo? Wah kenapa ga dilanjutin ih gila lo ya!"

Yena mengendikkan bahunya, "Entah, mungkin dia menjauh gara-gara gosip gue dikatain cewe preman itu."

"Ckckckck emang sih ya waktu itu semua takut sama lo gara-gara tuh gosip."

"Emang ga jodoh sama dia sih lebih tepatnya."

Obrolan mereka pun terputus ketika sebuah tangan melingkar di leher Yena.

"Met pagi Yena sayang...." bisik Yohan tepat di telinga kanan Yena.

Otomatis Yena mendorong tubuh Yohan agar memberikan jarak. Demi keselamatan jantungnya yang lemah ini.

Tunggu– Yena sayang? Itu kan....

"Gimana? Semalem mimpiin gue ga?"

"Duuuuh bucin! Masih pagi juga." gerutu Yuri yang merasa seperti obat nyamuk elektrik di sana. Akhirnya ia memilih untuk pergi.

"Apaan sih, Han!" kini Yena yang menggerutu lalu menghempaskan lengan Yohan dari bahunya.

Sedangkan Yohan cuma ketawa-ketiwi gaje. "Eh, itu mata lo kaya ada sesuatu..."

"Ga ada, duh!" Yena mulai salah tingkah ketika mata Yohan fokus melihat ke arahnya. Buru-buru ia mengalihkan pandangannya agar matanya tidak saling bertemu.

"Gue liat ada..." Yohan menggantungkan kalimatnya sambil memegangi pipi tembam Yena yang mulai merona, "ada masa depan kita."

"Gombal sat!" umpat Yena kesal.

Lagi-lagi Yohan tertawa jahil tapi entah kenapa membuat jantung Yena berdetak tak karuan.

"Dah ah gue mules." lalu berlari jauh-jauh dari Yohan.

"Ish, Yohan bangke!"





Tbc

💛

C l a s s m a t e • Yena-Yohan, dkkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang