26

1.1K 137 14
                                    

Yohan sudah kembali masuk sekolah.

Kehadiran Yena kemarin dengan ajaibnya memberikan kesembuhan untuk Yohan. Ternyata itu cuma penyakit rindu, bukan typus.

Ditatapnya wajah sang gadis yang nampak bosan mendengar penjelasan materi dari guru di depan kelas. Iseng, Yohan menuliskan sesuatu di buku tulis kosongnya lalu dirobek dan diremas sampai menjadi bola kertas. Kemudian ia lemparkan ke meja Yena yang berada tepat di sebelah mejanya.

Yena menoleh ke arah Yohan yang memberikan gestur agar segera membaca kertas tersebut. Yena menurut, ia membuka dan mendapati tulisan tangan Yohan yang bertuliskan:

Jangan manyun gitu
Jelek! :P

Yohan tertawa tanpa suara, namun Yena bisa mendengar suara tawa berisik khasnya.
Yena segera membalas surat tersebut dan melemparkan kembali ke meja sebelah.

Jelek gini juga lo doyan kan :PPPP

Yohan mengatupkan rapat-rapat bibirnya untuk menahan suara tawa yang sudah di ujung lidah. Tangannya sibuk menulis balasan surat tersebut.

Doyan apanya? Bibirnya?

"Sialan!" desis Yena pelan saat membaca balasan Yohan.

Inget jaga jarak!
Jam istirahat ketemu di perpus
kita harus cari materi
buat presentasi tugas akhir

Yena tersenyum geli setelah menulis balasan tersebut. Ia merasa seperti pacaran di jaman dulu dimana belum tercipta ponsel pintar dan harus menggunakan surat untuk berkomunikasi.

"Itu yang di belakang, tolong fokus ke depan, jangan bercanda!" bentak Pak Iwan tiba-tiba sembari menunjuk ke arah Yohan.

"Siap." jawab Yohan dengan mantap, menjawab perintah Pak Guru sekaligus menjawab perintah sang kekasih hati.

***


Jam istirahat kedua tiba.

Yohan keluar kelas dengan masker hitam yang menutupi setengah wajahnya. Bukan ingin berlagak seperti idol kpop, melainkan ingin menghindari para siswi yang mengaku sebagai penggemarnya.

Sesampainya di perpustakaan Yohan langsung mencari Yena yang sudah lebih dulu tiba di sana.

"Yohan! Woy!" panggil Yena dengan berbisik dari sela-sela rak buku.

Dengan gerak cepat Yohan menghampiri Yena.

"Kenapa pake masker? Masih sakit?" tanya Yena cemas seraya menempelkan punggung tangannya di dahi Yohan. "Anget, udah minum obat?"

"Obatnya kan kamu, beb." ucap Yohan sambil membuka maskernya. "Gue udah sembuh total kok."

"Yaudah kalo udah sembuh, lo baca yang ini, gue baca yang ini." Yena menyodorkan dua buku tebal ke Yohan. Kemudian duduk lesehan dan bersandar di rak buku. Padahal sudah disediakan kursi dan meja untuk membaca, tapi bagi Yena baca buku sambil duduk lesehan lebih nyaman.

Yohan pun ikut duduk di hadapan Yena. Meskipun malas, ia tetap membaca buku materi tersebut mengikuti apa yang Yena lakukan.

Sebenarnya Yohan memang tidak hobi baca, jadi ia memutuskan untuk pura-pura membaca. Matanya tidak menatap buku melainkan menatap wajah Yena yang terlihat semakin menggemaskan saat sedang serius seperti sekarang ini.

"Wah gila ya!" ucap Yohan tiba-tiba. Sampai membuat Yena tersentak kaget.

"Apaan?"

"Gue tambah sayang sama Yena." kata Yohan dengan wajah seserius mungkin.

Yena hanya bisa tertawa melihat tingkah random Yohan. "Kirain apaan!"

"Lo kenal Yena ga? Yang kalo ngomong bibirnya suka dimaju-majuin gini nih." lalu Yohan menirukan cara bicara Yena, "Kaya bebek banget, gemesin."

Buku yang Yena pegang kini sudah menjadi senjata untuk memukuli kepala pria di hadapannya. "Lo ga sadar kalo lo juga kaya bebek ngomongnya ha?!"

"Tapi gue bebek ganteng, lo bebek jelek!" elak Yohan.

"Serah lo! Udah, buruan baca!" Yena kembali sibuk dengan bukunya. Tapi tidak dengan si pria.

Yohan masih menatap lekat Yena, mengamati tiap sudut wajah Yena yang menurutnya terbentuk dengan sempurna.

Fokus Yena terpecah karna ditatap Yohan seperti itu. Ia menghentikan aktivitas membacanya, lalu balik menatap Yohan dengan serius. "Han, gue mau tanya satu hal sama lo."

"Tanya apa, sayang?" Yohan menopang dagunya dengan tangan, bersiap meladeni gadisnya.

"Lo beneran suka sama gue?"

"Ya menurut lo?"

"Bukan prank?"

"Prank? Hahaha ya kaga lah!"

"Oh."

"Yena, gue udah suka sama lo dari jaman SD, sekarang ketemu lagi di SMA gue jadi makin sayang makin cinta sama lo. Sampe sini paham?" kalimat itu mengalir dengan lancar dari mulut Yohan seolah sudah di luar kepala.

"Oke!" sedangkan Yena merasa menyesal telah menanyakan hal tersebut. Karna jawaban Yohan sukses membuat jantungnya berdebar tak karuan.

"Udah? Nanya itu doang?"

"Iya." Yena berdiri dari duduknya lalu meletakkan kembali buku yang ia baca ke tempatnya semula. "Gue mau balik."

Yohan ikut berdiri dan mengekori Yena dari belakang.

"Inget–" perkataan Yena langsung dipotong oleh Yohan.

"Jaga jarak!" sambung Yohan cepat.

Lagi-lagi Yena tertawa karna ulah Yohan. "Gue lewat sini ya." pamitnya.

"Iya hati-hati, beb." lalu Yohan menepuk puncak kepala Yena dengan lembut.

Sepanjang perjalan menuju kelas, Yena tak henti-hentinya mengulum senyum di bibirnya. Sungguh ia ingin membuka seluruh hatinya untuk Yohan, tapi rasa trauma itu masih membekas di dalam sana.

"Oooo itu yang namanya Yena?" bisik salah satu siswi yang berpapasan dengan Yena di tangga.

Sontak Yena menoleh karna namanya disebut-sebut. Namun tiga siswi itu masih terus berjalan melewatinya.

"Udah gila dia ciuman di sekolah sama Yohan pula." ucap siswi yang sama lagi.

"Hus jangan ngomong gitu, dia jago karate." kata temannya.

"Gue sih, kasian sama Yohannya." tambah siswi satunya lagi.

Yena kembali berjalan, berusaha melupakan apa yang ia dengar tadi. Ia perhatikan sekitarnya dan mulai menyadari bahwa orang-orang tengah menatap sinis ke arahnya.

Tangan Yena terkepal kuat menahan semua emosi yang bisa meluap kapan saja. Ia mempercepat langkah kakinya dan menundukkan kepalanya.

Kini Yena telah sampai di depan kelasnya, bahkan sudah siap untuk membuka knop pintu kelas. Namun ucapan dari teman-temannya yang terdengar sampai keluar kelas itu menohok jantungnya.

"Brengsek!"









Tbc

C l a s s m a t e • Yena-Yohan, dkkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang