8. Keraguan

1.7K 297 57
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

30 Oktober 2018

  Beberapa hari kemudian, Jaehyun membicarakan tentang ritual yang ingin mereka lakukan kepada Doyoung dan teman-temannya. Sebenarnya, Jaehyun ingin memberitahu Doyoung saja. Namun katanya, keberhasilan ritual tersebut akan meningkat dengan semakin banyak orang yang ikut.

  Jaehyun pun tak sembarang mengajak orang. Dia mengajak Doyoung karena dia tahu selama ini Saera menganggap Doyoung sebagai kakaknya, menggantikan tugas yang seharusnya dilakukan oleh Jaehyun.

  Jaehyun juga mengajak kenalan-kenalannya yang lain. Mereka sepakat untuk ikut, walau hati mereka sebenarnya ragu. Namun, karena mereka semua punya penyesalan yang sama, mereka memutuskan untuk ikut saja.

  Selama berhari-hari, mereka mempersiapkan ritual tersebut sebaik-baiknya. Mereka mencari musik yang cocok untuk ritual. Setelah itu, Haechan dan Taeyong bekerja sama untuk membuat koreografinya.

  Mereka telah sepakat bahwa yang akan menarikannya adalah Haechan, Taeyong, Yangyang, dan Mark. Mereka berempat sebenarnya takut dan ragu. Namun, mereka memilih untuk mengikuti apa kata Jaehyun.

  Soal tempat, Jaehyun dan Yuta yang mengurusnya. Mereka sengaja berkendara ke pinggiran kota, berusaha menemukan tempat yang cocok. Mereka akhirnya memutuskan untuk melakukannya di hutan. Jauh dari pusat kota.

  "Kamu yakin kita melakukan ritualnya di sini?" tanya Yuta. "Hutan ini mengerikan sekali."

  Yuta mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

  "Lalu di mana lagi?" Jaehyun balas bertanya. "Aku tidak mau tahu, pokoknya ritual ini harus dilaksanakan."

  Yuta menatap Jaehyun selama beberapa detik. "Kamu tidak takut akan resiko yang bisa muncul nanti?"

  Wajah Jaehyun berubah menjadi sendu. "Apapun resikonya, akan kuterima."

  Yuta tidak dapat mendebat Jaehyun lagi.

•••

  Malam itu, Mark dan Jaehyun nongkrong di cafe depan sekolah mereka. Mark sehabis berlatih tarian untuk ritual, sedangkan Jaehyun menemani Mark.

  Mark menyeruput es cappucinonya. Kemudian dia menatap Jaehyun.

  "Jaehyun, kamu yakin dengan semua ini?" tanya Mark.

  Jaehyun yang sedang menikmati kue kejunya pun menghentikan aktivitasnya. "Maksudmu?"

  "Aku rasa kita perlu menghentikan ini," jawab Mark. "Sebelum terlambat, kita batalkan ritualnya."

  Jaehyun marah, tentu saja. Dia sudah berusaha keras untuk membuat ritual ini berjalan sempurna. Namun, sahabatnya itu malah menyuruhnya berhenti.

  "Lho, kan kamu sudah setuju untuk mengikuti ritualnya?" Jaehyun meninggikan suaranya. "Kamu juga setuju untuk menjadi orang yang membawakan tariannya. Kenapa kamu tiba-tiba ingin mundur?"

  Mark terdiam. Dia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Jaehyun memandang Mark dengan bingung.

  "Aku ... aku tidak sanggup harus bertemu dengan dia lagi," kata Mark setelah terdiam beberapa lama.

  "Maksudnya, Mark?" tanya Jaehyun yang semakin bingung.

  Mark tak menjawab. Dia menyeruput es cappucinonya lagi, lalu bangkit dan menggendong tas di pundak.

  "Aku pulang dulu, Jaehyun," kata Mark. "Aku lelah sekali dan ingin istirahat. Sampai ketemu besok. Dan kuharap kamu memikirkan apa yang kukatakan."

  Lalu tanpa ingin mendengar sahutan Jaehyun, Mark lantas pergi begitu saja dari hadapannya, meninggalkan Jaehyun yang menatap punggung Mark tak mengerti.

  Jaehyun tertegun. Apa maksud Mark dengan berkata seperti itu? Tidak ada siapapun yang bisa mengubah pikiran Jaehyun. Dia harus melakukan ritual itu.

  Jaehyun akhirnya memilih untuk pulang ke rumah. Setibanya di sana, dia terkejut melihat sang ayah sedang duduk di sofa sambil memandangi sebuah foto dalam figura.

  Jaehyun kenal siapa sosok di dalam foto tersebut. Siapa lagi kalau bukan adiknya, Jung Saera?

  Rasa bersalah kembali menguasai dirinya. Sungguh, sebenarnya Jaehyun tak tega melihat ayahnya bersedih setelah kepergian Saera. Jaehyun mengerti jika ayahnya membencinya. Biar bagaimanapun, Jaehyun adalah alasan utama mengapa Saera memilih untuk mengakhiri hidupnya. Jaehyun sadar diri.

  Ayah Jaehyun menoleh ketika menyadari kehadiran putranya. Jaehyun bergeming di tempat. Dapat Jaehyun rasakan bahwa kebencian menguasai ayahnya. Mata lelaki paruh baya itu menatapnya dengan marah.

  "Berani-beraninya kamu muncul lagi di hadapan saya?"

  Jaehyun meneguk ludahnya dengan gugup.

  "Sudah saya bilang kan agar tidak menampakkan wajahmu di hadapan saya?!" Kini, ayahnya membentak Jaehyun. "Kalau kamu muncul di hadapan saya, saya tidak bisa jamin akan berbuat baik padamu."

  Mata Jaehyun berkaca-kaca. Semenjak kepergian Saera, ayahnya tak menganggapnya anak lagi. Jaehyun memang masih tinggal di rumah. Namun, dia seakan tidak punya ayah lagi.

  "M-maafkan Jaehyun ... " kata Jaehyun dengan pelan.

  "Kata maafmu tidak bisa mengembalikan Saera lagi!"

  Dan sebuah pukulan pun mendarat di kepala Jaehyun.

  Pemuda itu jatuh tersungkur. Jaehyun meringis pelan menahan rasa sakit. Jaehyun tidak protes. Dalam hati, dia tahu bahwa dirinya pantas mendapatkan ini. Bahkan, semua ini tidak seberapa dibandingkan apa yang Jaehyun lakukan pada Saera dulu.

  "Saya sangat benci padamu," kata ayahnya. "Kamu orang asing bagi saya."

  Dan setelah itu, ayahnya berlalu dari sana. Meninggalkan Jaehyun yang masih tersungkur di lantai.

•••

maaf jaehyun, kamu sih jahat dulu wkwk

aku minta pendapat dong, ini makin aneh apa gimana? kasih aku pencerahan :")

LILILI YABBAY • NCT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang