Johnny berakhir harus mengantar Ten pulang ke tempatnya berkat ketiga teman laknat yang sangat ia sayangi. Berada di tengah kondisi yang sangat-sangat membingungkan. Dia merutuki dirinya karena terlalu bodoh. Lihat langkah kaki panjangnya yang seakan bermalas-malasan. Kepala menunduk seperti orang stress. Keheningan itu akhirnya berakhir karena helaan nafas dari Johnny cukup keras.
"Jika kau ada urusan, kau bisa pergi. Aku baik-baik saja, Johnny." Keduanya berhenti. Saling menghadap satu sama lain. Johnny kembali merasa bersalah karena Ten menyadari kegusarannya.
"Uh- Tidak.. Kepalaku hanya pusing. Aku minum agak banyak tadi." Beralasan cukup logis, Johnny menarik rambutnya ke belakang sambil sedikit memijitnya pelan.
"Tunggu disini sebentar.." Johnny melihat pria kecil itu berlari dan masuk ke toko kecil. Sekitar semenit kemudian, dia kembali membawa sebotol minuman bewarna gelap.
"Minum ini, untuk pereda mabuk." Ten membukanya dulu sebelum diberikan pada Johnny. Diterima dengan senang hati dan langsung dihabiskannya.
"Thanks. Jadi, kau tinggal bersama keluargamu disini?" Johnny mulai basa-basi sambil melanjutkan perjalanan. Mereka melewati jalan sedikit sempit tapi masih bisa dilalui mobil. Kondisi penerangan jalan tidak begitu terang bahkan beberapa mati. Johnny meneguk ludahnya berkali-kali membayangkan betapa mengerikan lewat di jalan seperti ini sendirian. Dan Ten melakukannya hampir setiap hari.
"Tidak, John. Orangtuaku di Thailand. Aku tinggal disini sendiri. Sebenarnya bisa lewat jalan besar tapi aku suka lewat sini. Entah kenapa membuatku teringat rumahku di Thailand."
Johnny ber-oh ria dan mencoba menikmati kondisi sekitar. Rumah-rumah yang kesepian. Tak terawat. Kecil. Bahkan kondisi jalan yang bersih tanpa kotoran membuatnya berspekulasi jika tak ada yang tinggal di daerah sini.
"Jika langit masih terang, ada banyak nenek yang duduk di depan rumah dan aku suka mengobrol dengan mereka."
"Tunggu, jadi ini bukan perumahan kosong?"
"Kau bercanda? Tentu tidak. Pemilik rumah ini kebanyakan sudah tua. Mereka tinggal sendiri dan tidak ingin pindah dengan alasan tempat itu memiliki banyak kenangan untuknya."
"Woah, aku tidak menyangka kau termasuk pria yang peduli para lansia. Aku salut.." Johnny memberikan tepuk tangan bangga. Jaman sekarang mana ada anak muda yang peduli dengan sekitarnya. Ten merupakan pria yang langka.
"Haha.. Jadi, sudah berapa lama kalian tinggal bersama?" tiba-tiba topik pembicaraan berganti Johnny sedikit berpikir untuk memproses pertanyaan Ten.
"Uhm.. Awalnya aku tinggal berdua dengan Taeyong karena rumah Taeyong jauh dan aku ingin membantunya soal biaya. Jadi, aku ikut tinggal berdua dengannya."
"Lalu bagaimana Jaehyun dan Doyoung berakhir disana?"
"Singkatnya, itu semua karena takdir.." Johnny tiba-tiba menarik senyum. Sedang mengingat sesuatu yang manis di otaknya. Ten bisa tahu dari matanya yang berbinar.
2 tahun yang lalu,
Pada suatu pagi yang damai dan tenang. Tepatnya hari minggu. Taeyong dan Johnny sedang sarapan roti di meja makan sambil meminum kopi untuk Johnny dan Teh untuk Taeyong. Tiba-tiba muncul sebuah ide yang mengawali semua mimpi indah--(buruk) ini.
"John, bagaimana kalau kita buat sayembara?"
"Kau ingin cari jodoh?" Taeyong menampar pelan mulut Johnny dengan roti.
"Kau tahu sewa tempat ini sangat mahal, kan?"
"Siapa bilang murah.."
"Karena itu, aku pikir bagaimana kalau kita membuka persewaan. Sepertinya masih cukup untuk 2 orang lagi."
![](https://img.wattpad.com/cover/193662887-288-k602320.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS || John • Jae • Yong • Young ✔
Fanfic[✔COMPLETED] friends? Really? Sebuah kisah ((persahabatan)) antara Johnny, Jaehyun, Taeyong dan Doyoung yang memutuskan tinggal bersama untuk menghemat biaya* ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ start : 12/07/2019 finish : 9/08/2019