Bel di pintu ruang tamu berbunyi. Lelaki itu memandang gelisah jam di pergelangan tangannya. Sudah jam 8 malam dan Aliza tetap dengan kebiasaaan buruknya, terlambat.
Sementara Mami dan Papi masih setia menunggu di ruang makan.
"Hai Bar, maaf ya terlambat. Masih ada sesi konsultasi tadi dengan klien. Sudah deh, nggak usah datar gitu mukanya, ntar gantengnya hilang. Gimana penampilan aku? Oke kan."
"Beauty as usual." Barra menjawab pendek. Aliza berasa mendengar nada sarkas dibalik pujian lelaki itu.
"Bisa lebih tulus ngga sih, mujinya."
Barra memberi isyarat agar Aliza menyusulnya masuk.
"Kalau Mami nanya... " Barra belum menyelesaikan ucapannya.
"Iya, kita akan nikah tahun depan."
"Nah itu pinter." Lelaki itu tersenyum tipis.
"Tahun lalu juga jawabannya sama. Nggak selamanya kita bisa sembunyi dari kenyataan Bar."
"Kenyataan kalau ada laki-laki lain yang kamu suka?"
"Tapi sayangnya laki-laki itu begitu sulit aku jangkau."
Air muka Aliza berubah sedih. Dia menarik kemeja Barra pelan.
"Janji ya."
"Apa?" Barra menghentikan langkahnya.
"Itu... "
"Nanti kita bicarakan lagi kalau sudah berdua. Jangan disini. Gue takut Mami dengar, nanti sakit jantungnya kambuh."
Aliza menggangguk. Biarlah ini jadi rahasia diantara mereka berdua.
Suasana menghangat saat Mami menyambut Aliza dengan pelukan kasih sayang. Gadis itu membawa buah tangan, pepes ikan mas dan macaroni schotel kesukaan calon Mami mertuanya.
Berempat mereka menikmati makan malam yang seperti biasa dilalui Barra tanpa banyak bicara. Beruntung Aliza selalu punya bahan perbincangan yang menarik untuk menjadi bahan obrolan dengan Mami dan Papi.
Gadis cantik dan pintar itu bahkan bisa asyik ngobrolin skor Liga Champion dengan Papi sampai topik kesehatan Mami dan memberi semangat agar Mami tetap rutin fisioterapi.
"Bar, kok sudah mau jam 9 malam Karin belum pulang? Coba ditelpon deh temannya. Dari tadi Mami telepon, hpnya Karin ngga aktif."
Barra mengangguk. Dari tadi ia juga berusaha menghubungi adiknya dan belum juga bisa terhubung.
Tak lama ponselnya berbunyi.
"Selamat malam... Iya benar, saya dengan kakaknya. Oke, kirimkan alamatnya segera. Saya menuju kesana."
Ia berusaha menutupi rasa terkejutnya di depan Mami.
"Mam, barusan Karin telepon minta dijemput. Aliza biar ikut nemenin Barra ya Mam."
Barra memberi isyarat agar Aliza pamit.
"Duh anak itu jadi ngerepotin kalian. Padahal Liza baru sebentar disini."
"Nanti kalau pas Liza libur, Insya Allah main kesini lagi Mam." gadis itu mencium punggung tangan Mami dan Papi.
"Za, salam buat Ayah sama Bunda ya. Kapan ada waktu, Papi mau ajak Ayah kamu main golf."
"Siap Papi."
Berdua mereka masuk ke dalam Mercedez Benz berwarna hitam dan mulai menuju Kafe Galaxy.
"Karin kenapa Bar?"
"Mabuk-mabukan sama temannya. Ini
barusan bartender Kafe telepon gue."Aliza menutup mulutnya setengah nggak percaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Chemistry Of Love (Tamat di KBM dan Karyakarsa)
RomantikDi balik wajah dingin seorang Barra Afnan, tersimpan hati lembut yang hanya ia berikan untuk kebahagiaan Mami Vera. Bahkan ia rela dijodohkan oleh gadis teman masa kecilnya, Aliza Nayyira, agar Mami dapat tersenyum. Akankah pertunangan mereka berl...