Hana memeluk Sarah erat. Kedua gadis itu berpisah di bandara Ahmad Yani Semarang. Sarah pulang hari ini dan calon suaminya berbaikhati membelikan tiket pesawat agar Sarah dapat segera berkumpul dengan keluarganya.
Hana tidak sendirian. Mas Aldo berinisiatif ikut mengantar bersama Mas Aldi. Pria yang terakhir ini adalah calon suami Sarah, dan Hana juga baru tahu kalau Mas Aldi masih saudara sepupu jauhnya Mas Aldo.
Semalaman Hana menggoda Sarah yang setelah dia tinggal ke Jakarta, ternyata telah beberapa kali bertemu dengan Mas Aldi dan akhirnya sahabatnya itu menyetujui rencana pernikahan akhir tahun ini.
"kenapa kok kamu bisa memutuskan nikah sama Mas Aldi?"
Semalaman kedua gadis itu tidur larut malam untuk membicarakan hal yang membuat Hana penasaran.
"Hu um.... Gimana ya Han, Mas Aldi agamanya bagus, dia juga baik dan sopan, sudah punya pekerjaan tetap, sudah ada rumah sendiri...."
"Dasar... Itu namanya matre. Siapa ya, yang kemarin nangis-nangis nggak mau dijodohin."
Hana menggoda dan mencubit pipi Sarah, gemas.
"Mas Aldi sayang sama keluarga. Aku cerita kondisi keluargaku yang serba kekurangan.
Tiap bulan Mas Aldi mau bantu kirimin uang buat Ayah. Mas juga mau renovasi rumah Ayah. Karena atap rumah ada yang bocor."
Hana mendengarkan cerita Sarah, penuh kekaguman. Sarah gadis yang baik, pasti akan mendapatkan pendamping hidup yang baik pula.
"Kamu sama Mas Aldo aja Han. Supaya kita bisa saudaraan."
"Ngaco. Mas Aldo baik, tapi bukan tipe aku."
"Memangnya tipe laki-laki yang Hana suka, kayak gimana?"
Hana terdiam.
"mm... Ada deh. Hanya kenangan masa kecil. Orangnya juga mungkin sudah lupa. Dia sudah mau nikah kok."
Netra coklat Sarah mengerjap penuh rasa ingin tahu.
"Kamu beneran suka sama laki-laki yang sudah mau menikah? Itu nggak boleh Han. Itu namanya pelakor. Sudah, kamu sama yang jelas-jelas aja statusnya, single kayak Mas Aldo."
Suara pengumuman melalui pengeras suara di bandara, membuyarkan lamunan Hana.
"Hana, kamu serius mau menunggu disini sendirian?"
Mas Aldo dengan wajah teduhnya kembali meyakinkan Hana kalau sebenarnya lelaki itu siap menemani bila diperlukan.
Semalam Kak Vino dan Kak Erin menelepon kalau pagi ini mereka akan menghabiskan libur weekend di Semarang, menengok Eyang dan Hana.
"Iya Mas, Hana sendirian ngga papa. Mas Aldo sama Mas Aldi pulang duluan aja."
Aldo tampak berat meninggalkan Hana. Akhirnya pria itu mengalah.
Hana masih setia duduk di area terminal kedatangan. Dia membuka aplikasi Al-Qur'an di ponselnya. Dia mulai membaca beberapa lembar sampai sedikit terbit rasa kantuknya.
Gadis itu menepuk-nepuk pipinya untuk membuatnya segar kembali.
"Assalaamu'alaikum Hana..."
Suara yang sudah lama tidak dia dengar, tiba-tiba berada di dekatnya. Pria yang hendak dihindarinya, kini justru tepat berdiri di depannya.
"Kak Barra?"
Lelaki itu tersenyum.
"Kok salam saya nggak dijawab."
"Eh, wa'alaikumsalam."
Hana menjawab salam pelan dan Barra tampak tersenyum menatapnya.
Ya Tuhan, bahkan belum genap satu bulan sejak perpisahan mereka di stasiun kereta, Barra sudah merindukan bertemu dengan gadis ini.
Entah apa yang ada di pikirannya semalam ketika memutuskan dengan seketika dia akan memesan tiket pesawat ke kota tempat gadis itu tinggal saat ini.
Ia bukan pria yang memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan matang. Namun sejak ia berhasil mengingat pertemuan dengan Hana kecil yang tersesat di tempat rekreasi, memorinya tidak bisa berpaling pada gadis itu.
"Hana... " suara seseorang memanggil dari arah belakang.
Seorang pria bertubuh tinggi kekar mempercepat langkah kakinya dan tidak sabar ia memeluk dan mencium kepala Hana.
Barra terperangah melihatnya.
"Ini siapa Han?" Kak Vino berdiri masih memeluk bahu Hana erat, seakan tidak rela melihat ada laki-laki lain yang mendekati adiknya.
💕💕💕
"Hana kemana Rin?" Vino menelepon Erin.
"Masih ke kamar mandi."
"Kamu ajak Hana sarapan dulu ya. Nanti kita janji ketemu pas makan siang bareng."
"Kak Vino, please be calm. Jangan berprasangka buruk dulu. Jangan pakai emosi."
"Sudah kamu tenang aja Rin, ini urusan antara dua pria dewasa."
Klik. Suara telepon ditutup.
Alvino bukanlah pria yang tidak punya hati membiarkan adik bungsunya sendirian pergi keluar kota tanpa pengawasan.
Bahkan ia meminta seseorang mengawasi Hana. Dan yang membuat lelaki itu akhirnya memutuskan mendadak mengunjungi adiknya, karena Hana tidak kunjung jujur padanya.
Hana sudah berada dua minggu di Ibukota tetapi sama sekali tidak menghubungi dirinya dan keluarga.
Vino tanpa sengaja melihat Hana membantu Karin turun dari kursi roda di depan lobi Rumahsakit. Kala itu ia hendak membeli kopi dari mesin di dekat lobi.
Dari arah pintu masuk kafe "The Man Coffee", masuk seorang lelaki bertubuh atletis mengenakan kemeja berwarna biru muda.
Lelaki itu memperhatikan isi pesan di ponselnya.
"private room number 3."
Seorang pramuniaga mengantarnya menuju tempat dimana pria yang akhirnya ia ketahui adalah Kakak dari Hana, sudah menunggunya.
Ia bisa merasakan aura intimidasi saat mulai masuk ke dalam ruangan itu.
"Assalaamu'alaikum.."
Vino menjawab salam dengan nada hambar.
"Langsung saja Barra, saya Alvino, kakaknya Hana. Apa hubungan kamu dengan adik saya? Kamu jangan main-main dengan adik saya. Saya sudah tahu kamu punya tunangan tapi masih berani mendekati Hana."
Bagaikan berondongan peluru yang dimuntahkan dari pistol revolver, Vino mencecar Barra yang tetap terlihat tenang.
"Saya sayang sama Hana. Saya saat ini memang bertunangan, tapi bukan berarti kami akan menikah. Kami berencana mencari kebahagiaan masing-masing dan biarlah itu bagian dari privasi hidup saya."
Vino menggenggam buku-buku tangannya erat sampai kemerahan menahan amarah.
"Dan saya akan jadi orang pertama yang menentang hubungan kamu dengan Hana."
Barra terdiam. Hatinya terasa perih mendengar kata-kata Vino. Ia mungkin melakukan kesalahan di depan mata manusia, dengan berpikir ulang mengenai pertunangannya.
Tapi akhir-akhir ini setelah banyak melalui malamnya dengan berdo'a, hatinya mantap membawanya kembali pada gadis itu disini.
"Saya akan tetap bertemu Hana dan mengungkapkan perasaan saya. Apabila memang Hana menolak, saya akan dengan sukarela menjauh."
Vino tidak menyangka lelaki di depannya ini tetap bertahan dengan pendiriannya.
Baginya Hana akan selalu menjadi adik kecil yang membutuhkan perlindungannya. Terutama dari pria seperti Barra.
💕💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Chemistry Of Love (Tamat di KBM dan Karyakarsa)
RomansDi balik wajah dingin seorang Barra Afnan, tersimpan hati lembut yang hanya ia berikan untuk kebahagiaan Mami Vera. Bahkan ia rela dijodohkan oleh gadis teman masa kecilnya, Aliza Nayyira, agar Mami dapat tersenyum. Akankah pertunangan mereka berl...