9. Our Age Gap

4.3K 482 11
                                    

Pintu apartemen Karin terbuka. Barra membantu adiknya berjalan sampai sofa ruang tamu.

Diletakkannya plastik obat di meja dan ia berinisiatif mengambikan air minum sebelum Karin keburu tidur.

Lampu dapur masih redup menyala. Terkejut Barra melihat lagi-lagi Hana tertidur dalam balutan mukena di atas meja makan.

"Bab 3: Kriteria Suami dalam perspektif agama Islam.
Buku tebal bersampul hijau di depan gadis itu, setengah terbuka.

Meja makan masih tertutup tudung saji. Di atasnya melekat sticky note berwarna hijau toska.

"Kak Karin, maaf Hana cuma bisa masak nasi goreng. Selamat makan☺."

Nasi itu sudah dingin. Sebenarnya pulang dari rumahsakit tadi, Barra dan adiknya sudah makan di restoran Gula Jawa.

Karin tampak kelaparan dan karena nafsu makannya sudah membaik, Barra dengan senang hati mengajak adiknya makan malam bersama.

Barra berjalan hati-hati menuangkan air dari dispenser karena khawatir Hana terbangun. Ia kemudian menghampiri Karin di kamar, untuk memastikan adiknya sudah minum obat.

"Kar, di dapur ada asisten kamu. Kasihan, kecapekan banget kayaknya. Kalau kamu dah merasa baikan dan bisa mulai kerja, gimana kalau dia berhenti aja."

Karin terdiam. Meski awalnya Hana membuatnya kesal setengah mati, tapi kini gadis itu cukup menghiburnya dengan hari-hari yang lebih berwarna.

"Kalau ngga ada Hana, kayak ada yang kosong di rumah ini, Kak. Nggak ada yang cerewetin lagi ngingetin Karin sholat."

Barra mengelus lembut surai adiknya sambil terkekeh.

"Katanya ada yang bete sama Hana, tapi sekarang malah nggak mau kehilangan."

"Nih ya Kak, satu-satunya makanan yang paling beres dimasak sama Hana itu adalah nasi goreng. Selain itu, makanan lain rasanya nggak jelas. Tapi nasi gorengnya itu bikin kangen."

Barra tertawa. Namanya juga anak bungsu lulusan SMA. Sudah bagus dia bisa masak sedikit-sedikit dan bisa tahan dengan kelakuan Karin yang suka ngorder bin manja.

"Ya udah Kak, Karin pertimbangkan permintaan Kakak. Lagian, Karin perhatiin, tiap malam Hana rajin baca buku untuk masuk perguruan tinggi. Mungkin sudah waktunya dia pulang untuk mengejar cita-citanya."

Barra memuji keputusan adiknya. Semoga Karin tidak berubah pikiran tiba-tiba.

Lelaki itu menyalakan pendingin di kamar Karin. Dirapatkannya selimut dan dilihatnya Karin mulai terpejam.

"Selamat tidur Kar, jangan lupa berdo'a. Kakak pamit pulang ya."

Barra mengecup kening Karin yang kemudian tidur memunggunginya sambil memeluk guling.

Ditutupnya pintu perlahan dan ia membereskan gelas dan piring di ruang tamu.

Gadis "matahari terbit" masih dengan nyaman tertidur di dapur. Dia hobi tidur atau bagaimana ya, bahkan dari mulai Barra mencuci gelas dan piring sampai selesai, Hana masih pulas.

Barra mengambil air minum dan duduk di sebelah Hana. Ia tertarik dengan nasi goreng yang telah dimasak gadis itu dengan sepenuh hati.

Satu suapan pertama membuat Barra menyimpulkan rasanya cukup enak untuk pemula.

"Dear Hana, nasinya saya makan ya. Terimakasih.
Barra"

Barra meninggalkan note tepat di pembatas buku yang masih tergeletak di meja.

Buku berjudul "Pernikahan Agung Rasulullah dan Khadijah" yang cukup eye catching, menarik minatnya untuk menelisik lebih jauh.

Bahkan ia yang sudah dua tahun bertunangan, belum terpikir membaca buku seperti ini.

Our Chemistry Of Love (Tamat di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang