5. The Lost Love

4.9K 468 7
                                    

Luka di perut sebelah kanan bawah gadis berkulit putih itu, mulai meninggalkan rasa nyeri setelah efek obat bius perlahan menghilang.

Setitik butir bening mengalir di sudut matanya, menatap sebuket bunga aster di meja persis di sebelah tempat tidurnya.

"Get well soon Karin.
From: Rafa-Raina."

Mengapa hatinya masih terasa sakit mengingat lelaki itu. Dia sengaja menyelesaikan lebih cepat studinya di London, agar segera bertemu kembali dengan Rafa.

Tetapi lelaki itu kini telah menikah dengan gadis pilihan Opanya. Padahal lihatlah dirinya, lebih sempurna dan lebih segalanya dari gadis bernama Raina.

Apa yang sebenarnya Rafa lihat dari sosok istrinya yang berpenampilan sederhana dan tidak wow itu.

Dia beberapa kali masih mengkontak Rafa setelah lelaki itu menikah, berharap masih ada hati lelaki itu berpaling padanya. Meski dia tahu sikapnya salah, tetapi Rafa tampak sudah teralihkan oleh istrinya.

"Kak Rafa, apa kabar? Lagi sibuk apa sekarang."

"Alhamdulillah baik Kar. Masih urus beberapa proyek."

"Ooh, kapan-kapan mungkin kita bisa kerjasama Kak, sambil makan siang."

"Boleh, nanti kita jadwalkan ya. Nanti Kakak sekalian kenalin istri Kakak, Raina. Trims ya."

Itu isi percakapan mereka beberapa bulan lalu. Tidak ada harapan baginya memasuki kehidupan Rafa. Pria itu masih diliputi aura kebahagiaan pasangan yang baru saja menikah.

Baru kali ini seorang Karina menyerah. Menyerah pada takdir yang menurutnya begitu kejam mempermainkan hatinya.

Dia masih ingat saat dia kuliah di London, Rafa masih kerap membalas e-mail dengan Quotes-quotes yang memberinya semangat agar menyelesaikan studi dengan baik, agar lekas kembali ke tanah air.

Jam di dinding menunjukkan pukul 5 sore. Pintu kamarnya diketuk pelan.

"Assalaamu'alaikum..."

dokter Raihan, dokter bedah yang mengoperasinya, masuk bersama dua orang asistennya dan seorang perawat.

Karin menjawab salam pelan, seraya menghapus matanya yang sempat berair.

"Selamat sore mbak Karina. Ijin periksa dulu ya. Ini saya bersama dr Alvino, dr Lusi, dan suster Neli."

Pria setengah baya dengan sebagian rambut yang telah memutih itu, mungkin seusia Papi.

Tapi tatapan wajahnya yang ramah dan teduh, jauh membuatnya nyaman dibandingkan dengan Papi yang sejak tadi siang masih mondar-mandir dengan telepon yang berulang kali menghubunginya.

Dokter Raihan memeriksa luka operasi di perutnya, dari balik selimut.

"Bising ususnya sudah baik. Ada mual muntah?"

Karin menggeleng.

"Sore ini sudah bisa mulai makan lunak. Luka operasi juga baik. Nanti kami evaluasi setiap hari. Kalau semuanya baik, lusa sudah bisa rawat jalan."

Karin mengucapkan terimakasih, di saat dokter Raihan dan asistennya pamit pergi.

"Mbak Karin nggak ada yang nungguin?" suster Neli menanyakan.

"Papi lagi keluar sebentar."

"Ooh, kalau nanti perlu apa-apa, pencet bel saja ya mbak."
Suster Neli tersenyum.

Tak lama kamarnya kembali sepi setelah semuanya pergi. Ponselnya berbunyi dan matanya berbinar melihat siapa yang menelepon. "my handsome Brother."

Our Chemistry Of Love (Tamat di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang