17. Painful Love

3.9K 433 13
                                    

"Jadi, siapa gadis yang beruntung itu?"

Aliza menatap Barra yang masih terdiam.

Mereka berdua berada di sudut Kedai Kopi Grandma, sambil menikmati kopi hangat dan menunggu pesanan makanan yang belum datang.

"Sebaliknya, aku adalah pria beruntung yang bertemu dia."

Barra menatap cincin pertunangan miliknya, yang kini telah berada manis di dalam kotak mungil yang terbuka.

"Akhirnya hari ini tiba juga ya Bar. Setelah dua tahun kita bersama. Tapi anehnya, hati aku tidak terlalu sedih."

Aliza mengaduk kopinya yang masih panas. Dia menambahkan gula ke dalamnya.

"Maafkan aku Za."

"Buat apa Bar, minta maaf? Aku malah yang berterimakasih. Kamu selama ini memperlakukan aku dengan baik. Kepastian hubungan ini yang sudah lama aku tunggu. Supaya kita sama-sama bisa move on."

Aliza melepaskan cincin di jari manisnya. Kini dua cincin itu berdampingan di dalam kotak beludru berwarna merah muda.

"Kita masih berteman kan Bar?"

Barra mengangguk.

"Toast untuk duapuluhtahun usia pertemanan kita. Semoga kita bertemu dengan jodoh kita masing-masing dan bahagia. Aamiin."

Aliza mendekatkan cangkirnya ke cangkir Barra dan untuk pertamakalinya Barra tersenyum.

Bar, jika berpisah bisa membuat kamu tersenyum seperti ini, mengapa tidak kita lakukan lebih awal sebelumnya.

Aliza mencoba tegar, dia mencoba mengenali rasa sukanya pada Barra hanya sebatas pertemanan masa kecil.

💕💕💕

"Tuhan, mengapa aku tidak bisa melupakan wajah berseri dan hangat milik Hana. Aku ingin hijrahku bermuara padaMu. Meski mungkin sulit memurnikan niat ini karenaMu. Tapi aku akan terus mencoba.

Malam ini aku akan mencoba jujur pada hatiku sendiri. Sudah saatnya hubungan kami diakhiri.

Barra dan Aliza akan menjadi teman selamanya. Berpisah bukan berarti tidak bahagia. Belajar melepaskan akan mendewasakan kami berdua..."

Karin tidak sengaja menjatuhkan gelas yang dibawanya ke kamar Barra, saat dia membaca tulisan di layar notebook milik Kakaknya, yang masih terbuka di meja. Semula ia hanya kesini untuk meminjam buku milik Barra.

Jadi, Kakaknya selama ini menyukai Hana? Bahkan Barra rela putus dari pertunangannya dengan Kak Liza demi seorang gadis yang baru lulus SMA? Apakah Hana sengaja menjadi asistennya, demi mengejar cinta Kak Barra?

"Kenapa Kar?"

Mami muncul dari balik pintu kamar, saat mendengar bunyi gelas yang jatuh.

"Ooh nggak papa Mam. Tadi tangan Karin basah, jadi nggak sengaja gelasnya lepas."

"Biiik... " Mami memanggil Bibik untuk membantu membersihkan pecahan kaca.

Karin masih melihat halaman demi halaman di layar. Banyak video dan foto Hana yang disimpan oleh Kakaknya.

Sudah sejak kapan, Kak Barra mengenal Hana dan mengapa malah memilih meninggalkan Kak Liza yang dua tahun ini sudah setia mendampinginya.

Mendadak timbul rasa benci di dalam hati Karin. Semula dia sudah memiliki niat berhijab karena Hana membawa semangat baru baginya, untuk berbuat kebaikan.

Tapi ternyata Hana adalah gadis berhijab yang menjadi orang ketiga di antara Kak Barra dan tunangannya. Mereka akan menikah tahun depan dan tiba-tiba hubungan mereka kandas di tengah jalan.

Karin khawatir dengan keputusan Barra yang akan membuat Mami jatuh sakit. Ini bukan hanya masalah antara Kak Barra dengan tunangannya. Tapi ini juga tentang menyatukan dua keluarga besar yang sudah merancang pernikahan sejak lama.

Setelah Bibik membersihkan dan menyapu pecahan gelas, Karin mengambil ponselnya. Dia masih harus menunggu nada sambung sampai seseorang mengangkat teleponnya.

"Halo?"

"Asaalaamu'alaikum Kak Karin."

Terdengar nada ceria suara sopran di seberangnya. Karin tidak menjawab salam. Hatinya sudah telanjur diselimuti amarah.

"Hana, kamu dimana?"

"masih di rumah Eyang di Semarang, Kak. Ada apa ya Kak, malam-malam menelepon?"

"Kamu... Sejak kapan kenal sama Kak Barra?"

"Ooh, sudah lama Kak. Pas Hana umur 7 tahun, Kak Barra pernah nolongin Hana pas tersesat di tempat rekreasi. Tapi kayaknya Kak Barra sudah lupa. Terus ketemu lagi pas satu pesawat ke Semarang."

Karin terkejut mendengarnya. Hana begitu tenang menyampaikan tanpa merasa bersalah sedikit pun.

"Hana, kamu tahu kalau Kak Barra menyukai kamu? Dan kamu tahu keputusan Kak Barra? Dia lebih memilih kamu daripada tunangannya. Kak Barra malam ini putus gara-gara kamu. Kamu itu sadar nggak sih, sudah jadi perusak pertunangan orang lain."

Terdengar lawan bicaranya di seberang, terdiam.

"Tapi Kak, Hana.. "

"Sudah deh nggak ada tapi-tapian. Sekali pelakor tetap pelakor. Kamu nggak akan pernah tahu, impian Mami kami adalah melihat pernikahan Kak Barra dengan Kak Liza. Sakit jantung Mami bisa kambuh kalau tahu mereka berpisah."

"Kak, Hana sudah nggak pernah kontak lagi sama Kak Barra. Terakhir ketemu sudah satu bulan lalu di Semarang."

Kak Barra ke Semarang? Untuk bertemu Hana? Sebegitu kuatkah magnet gadis kecil ini, dalam hidup kakaknya.

"Pokoknya saya nggak mau tahu. Kamu harus bertanggungjawab untuk menyatukan Kak Barra kembali dengan tunangannya."

"Tapi Kak, Hana masih di Semarang sampai tahun depan. Hana disini buat belajar."

"Ya itu terserah kamu bagaimana caranya nemuin Kak Barra atau Kak Aliza. Kalau kamu nggak bersedia, saya bisa bilang ke Mama dan Papa kamu, kalau putrinya merebut laki-laki yang sudah hampir menikah."

Karin berkata pedas tanpa memperdulikan setiap ucapan yang keluar dari bibirnya, telah membuat luka yang mengiris-iris hati Hana.

Telepon ditutup sepihak oleh Karin dan Hana hanya bisa duduk sambil menangis memeluk gulingnya di kamar.

Kalau saja malam ini dia sedang tidak haid, dia sudah mencurahkan kesedihan pada Sang Khalik, dalam sujudnya.

Ya Allah, apa benar Hana sejahat yang Kak Karin tuduhkan. Hana menghapus semua chat yang pernah terjadi diantara dirinya dengan Kak Barra.

"Hana, semangat belajar ya. Man jadda, wa jadda. Siapa yang sungguh-sungguh, Insya Allah akan berhasil."

Jemarinya menyentuh nama Barra di dalam kotak pesan.

Dear Allah, Hana belum pernah suka sama seseorang seperti Hana suka dengan Kak Barra. Apakah benar Kak Barra baik dan perhatian karena juga menyukainya, seperti yang Kak Karin bilang, dia tidak tahu.

Tapi dia tahu batas, dia tidak akan melanjutkan rasanya karena tahu Kak Barra bukan jodohnya.

Biarlah hanya Allah yang tahu isi hatinya. Dia sudah berusaha menjauh dan dia bukanlah gadis yang ingin menjadi alasan kandasnya pertunangan orang lain.

Ya Allah, berikanlah jalan keluar untuk Hana dan petunjuk dariMu. Hana belum pernah mendapat ujian seperti ini, dimaki orang karena menuduhnya merebut pria yang akan menikah.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Chemistry Of Love (Tamat di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang