"Halo adik kecil, kenapa menangis sendirian disini? Mama dan Papanya mana?"
Seorang anak kecil berusia tujuh tahun duduk di depan wahana Istana boneka sambil menyeka air matanya.
"Tadi Mama mau membeli permen kapas, tapi Hana lupa Mama minta Hana nunggu dimana."
"Yuk, sini Kakak gendong. Kita cari Mama bareng ya."
"Kata Mama, Hana nggak boleh ikut sama orang yang nggak dikenal."
Lelaki muda berusia tujuhbelas tahun itu mengeluarkan kartu identitasnya dari dalam saku.
"Ini nama kakak. Barra Afnan. Kakak lagi rekreasi sama rombongan sekolah. Sebentar ya, Kakak cari Pak Satpam dulu. Kamu jangan kemana-mana ya Dek."
Anak muda itu berkeliling mencari dan akhirnya bersama seorang satpam, ia menggendong Hana yang kelelahan, menuju bagian informasi untuk mengumumkan anak yang hilang.
Tidak lama Mama dan Papa menjemput Hana yang sudah tidak menangis lagi, karena saat menunggu, Barra menemani dengan menggambar sketsa wajah Hana versi kartun.
"Ini Hana kalau lagi nangis, ini Hana lagi marah, jelek kan kalau lagi begini? Nah ini Hana lagi tertawa, seperti sekarang. Cantik kan?"
"Kata teman-teman sekolah, Hana nggak cantik. Yang cantik Mama dan Kak Erin. Katanya Hana nggak mirip siapa-siapa. Hana mungkin anak pungut."
Barra mengelus lembut ubun-ubun anak kecil di sampingnya.
"Kalau Hana memiliki hati yang baik, itu akan menjadikan Hana cantik berjuta kali lipat. Buat Kakak, Hana itu cantik, masak iya Hana ganteng."
Hana tertawa memamerkan deretan giginya yang rapi. Tidak lama Mama datang menjemput Hana dan Barra memperhatikan gadis itu melompat kegirangan melihat sosok wanita yang disayanginya.
"Terimakasih ya Dek. Sudah menemukan putri Tante. Nama Adek siapa?"
"Barra, Tante. Mari Tante, saya duluan."
"Eh tunggu dulu, ini Tante ada uang untuk jajan."
Mama Alea mengeluarkan lima lembar uang seratus ribu, sebagai ucapan terimakasih.
"Terimakasih Tante. Ini uangnya saya terima. Karena sudah menjadi milik saya, saya ijin memberikannya untuk Hana. Ini untuk ditabung ya, Adik kecil. Mari Tante, saya pamit dulu."
Barra mengucapkan salam dengan sopan.
"Mama jangan tinggalin Hana lagi ya. Hana takut."
Mama memeluk Hana dan menggenggam jemari putrinya erat.
Kelopak mata Hana membuka. Setitik air mengalir di sudut matanya. Hana terbangun di sepertiga malam. Sejak tadi pagi dia menghubungi Mama, hpnya tidak aktif. Kata Papa, Mama sedang pelatihan manajemen Rumahsakit di Bandung.
Hana meraih sebuah kotak berbentuk kubus, yang ikut dibawanya pindah ke Semarang. Dibukanya perlahan kotak berwarna perak itu. Di dalamnya gadis itu menyimpan barang-barang berharga miliknya.
Gelang rainbow, hadiah ulang tahun dari Papa. Gelang itu sejak dia kelas 6 SD disimpannya dalam plastik.
Bros bergambar Taj Mahal, oleh-oleh dari Mama sewaktu simposium di India.
Gantungan kunci berbentuk gedung opera Sydney, pemberian Kak Erin sewaktu mengikuti pertukaran pelajar ke Australia.
mini video recorder, hadiah Kak Vino di ulangtahunnya yang ketujuhbelas. Sejak itu Hana mulai senang menyalurkan hobinya merekam jejak dunia sekitarnya tempat dia berada.
Dan... terlihat beberapa kertas yang terlipat dan mulai berwarna kecoklatan di tepinya. Hati-hati Hana membukanya.
Istana impian Princess Hana.
Gambar istana dengan halaman penuh taman bunga, kolam ikan dilengkapi air mancur dan terlihat gambar anak kecil melambai dari atas balkon.
Dari Kak Barra untuk Hana. "Jangan sedih lagi little sunshine🤗."
Hana tersenyum. Sejak Kak Barra memberinya gambar itu, sejak saat itulah Hana menobatkan Barra sebagai pangeran impiannya. Maklumlah, saat itu dia masih kecil, kelas 1 SD.
Dia bahkan tidak menyangka mereka akan bertemu lagi dengan kondisi yang berbeda. Kak Barra mungkin tidak mengingat pertemuan masa kecilnya.
Sebentar lagi Kak Barra akan menikah dan membangun istana miliknya sendiri. Hana mencoba tersenyum.
Jangan sedih Hana. Allah sudah berbaik hati mempertemukan dia kembali dengan Kak Barra.
Meskipun sosok Kak Barra yang sekarang terlihat berbeda. Ia terlihat lebih dingin dan hatinya tidak mudah tersentuh. Kemana perginya Kak Barra yang hangat dan membuatnya tertawa.
💕💕💕
Barra mendorong kursi roda menyusuri etalase buah. Mami masih memilih buah apel dan anggur yang akan dibeli.
"Kak, tolong ambilin Mami buah kelengkeng. Kayaknya segar deh."
Barra menurut. Ia mengambil plastik untuk menimbang kelengkeng dan membawanya ke dalam trolley belanja.
"Aduh Mami lupa Kak. Makanan untuk Mika, Miki dan Miko."
"Baik Mam. Mami tunggu disini dulu ya. Barra cari di counter makanan ikan."
Bagi Mami yang banyak menghabiskan waktunya di rumah, merupakan hiburan tersendiri melihat ikan di akuarium. Ikan-ikan badut di akuarium bahkan diberi nama dan dianggap seperti cucunya sendiri.
Ia mengambil beberapa kotak makanan ikan. Langkahnya terhenti melihat seorang anak kecil duduk menundukkkan kepala di depan rak makanan kucing.
"Halo Adik kecil, kamu kenapa?"
Gadis kecil berkuncir dua itu tampak terisak.
"Mama lupa jemput aku disini. Tadi aku ke toilet, Mama bayar ke kasir. Tapi Mama nggak balik-balik lagi."
"Kakak antar ke bagian informasi ya. Kalau nomer hp Mama, adik hafal?"
Anak kecil yang mungkin berusia sembilan tahunan itu menggeleng.
"Tapi ini ada di dalam dompet aku, Kak. Mama pernah taruh disini."
"Anak pintar. Sebentar ya, Kakak bantu telepon."
Anak itu mengeluarkan selembar kertas dari dalam dompet kain flanel hijau bermotif keroppi.
"Halo Assalaamu'alaikum. Selamat siang Tante. Saya dengan Barra. Ini saya bertemu putri Tante di supermarket lantai dasar."
Terdengar suara di seberang lebih histeris dibandingkan dugaannya.
"Ya Allah, Yumna masih disana ya? Syukurlah. Saya tadi lupa, ninggalin dia di supermarket atau di Timezone. Soalnya ini adik-adiknya lagi main disini."
"Oh ya Bu, saya antar saja ke Timezone."
"Benar ngga merepotkan Mas?"
"Insya Allah nggak."
Tidak lama setelah membayar ke kasir, Barra bersama Mami dan adik Yumna berjalan bersama.
"Bar, kalau kayak gini, Mami berasa lagi jalan sama cucu beneran. Kapan Kakak nikah sama Liza, Mami sudah nggak sabar liat anak-anak kamu."
Bukan Aliza yang ada di pikirannya tapi malah wajah Hana yang terlintas di benaknya.
Memori masa silamnya memanggil kembali kejadian yang mirip dengan hari ini. Hana... Kita ternyata telah lama bertemu dan kenapa Barra baru menyadarinya sekarang.
"Kak Barra, makasih ya sudah cariin Mama Hana." wajah gadis itu secerah mentari pagi yang menghias langit di hati Barra.
"Sama-sama Princess Hana."
Barra banyak tersenyum bila berada di dekat Hana. Gadis itu benar-benar membawa energi positif bagi dirinya.
my sweet angel, are we really meant to be?
💕💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Chemistry Of Love (Tamat di KBM dan Karyakarsa)
Roman d'amourDi balik wajah dingin seorang Barra Afnan, tersimpan hati lembut yang hanya ia berikan untuk kebahagiaan Mami Vera. Bahkan ia rela dijodohkan oleh gadis teman masa kecilnya, Aliza Nayyira, agar Mami dapat tersenyum. Akankah pertunangan mereka berl...