21. Rindu Yang Tersampaikan

63.6K 3.2K 45
                                    

WARNING!

 

Cerita ini mengandung unsur semacam kekerasan, omongan kasar, dan beberapa hal buruk yang tidak pantas ditiru.

Semua tokoh, ras, agama, latar, hanya fiktif belakang.

Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya.

Selamat membaca!!   

 





“Karena pada dasarnya, orangtua selalu inginkan hal yang terbaik untuk anaknya, tapi terkadang sering kali disalah artikan.”

 

-Trigonometri-


 


Atlas duduk di kursi teras rumahnya sembari menunggu Altan pulang membeli somay pesanan Hasna, seulas senyum terbit dari bibir laki-laki yang selama ini berjuang untuk keutuhan keluarganya.

Meluluhkan hati Althaf bukanlah hal yang mudah untuknya, tapi pada akhirnya doa-doanya terjawab dengan begitu membahagiakan, Atlas merasakan bagaimana sulitnya menjadi orangtua untuk anak-anaknya.

Perjalanan hidupnya selama ini sangat dipenuhi oleh kejutan-kejutan yang membuatnya menanam harapan indah di setiap embusan napas, bersahabat dengan apa itu ikhlas, dan menjadikannya sosok yang lebih bersabar. Atlas juga percaya jika selama ini, apa yang keluarga alami, adalah sebuah bentuk bagaimana Allah Ta’alla begitu mempercayai keluarganya untuk setiap ujian yang diberi. 

Selama ini Atlas juga selalu berusaha menjadi orangtua yang selalu bisa memberi kebahagiaan, rasa aman, serta kasih sayang yang besar untuk keluarganya. Karena dia hanya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya.

Hidupnya semakin merasa tertantang saat Althaf tumbuh dengan sifat dan sikap yang bertolak belakang dengannya maupun Hafsah. Meski demikian, dia selalu berusaha agar putranya tetap ada dijalan yang benar, karena remaja memang sering kali berada pada fase ingin tahu segala hal, ingin mencoba berbagai hal.

Iya memang seperti itu remaja, fase di mana mulai mencari jati diri, ingin mencari tahu berbagi hal lewat apa yang mereka lihat, pada akhirnya Atlas memilih untuk mengawasi Althaf dibalik layar, memperhatikan dari jauh.

Bersyukurnya Atlas karena Althaf telah kembali ke dalam pelukannya dan Hafsah, sikapnya yang mendadak berubah sebenarnya masih sedikit membuat Atlas penasaran, tapi biarlah tetap seperti itu, dia tidak akan bertanya jauh karena sifat Althaf yang memang tidak suka dikepoin, jadi Atlas memilih menunggu putranya untuk bercerita.

“Papah.”

Laki-laki itu menoleh ke arah pintu, ternyata Alfan yang memanggilnya. Putranya itu membawa secangkir teh untuk Atlas, dia berjalan ke arah Papahnya dan duduk di kursi kosong dekat sang Papah.

“Teh hijau untuk Papah,” ucapnya sambil meletakan secangkir teh dimeja kecil yang menjadi pembatas keduanya.

Atlas tersenyum hangat, tangannya terulur dan mengusap lembut puncak kepala Alfan. “Makasih ya.”

TRIGONOMETRI [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang