WARNING!
Cerita ini mengandung unsur semacam kekerasan, omongan kasar, dan beberapa hal buruk yang tidak pantas ditiru.
Semua tokoh, ras, agama, latar, hanya fiktif belakang.
Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya.
Selamat membaca!!
“Hidup emang gak selama indah, lo gak bisa terus ngerasain bahagia karena pasti lo bakal ada difase terluka, dan semua itu pasti akan berakhir dengan sendirinya.”
-Althaf-
Terdengar suara musik terputar dari arah dapur kediaman keluarga Atlas, jangan lupakan suara seseorang yang juga ikut bernyanyi saat lirik lagu mulai terdengarlah.
"Namun kau tampak baik saja bahkan senyummu lebih lepas...
Sedang aku di sini hampir gila."
Lagu milik Bernadya yang tengah viral namun ini versi koplo.
Atlas dibuat melongo oleh tingkah Althaf yang bernyanyi sambil joget-joget tidak jelas, apalagi nyanyian yang setipe dengan Randi, Atlas jadi ingat Randi versi bujang, tapi versi bapak-bapaknya juga sama aja sih.
Althaf balik badan dan berniat kembali ke kamar setelah menyiapkan segelas susu cokelatnya sendiri karena Mamanya tengah menemani Hasna mengerjakan tugas. Pemuda itu tersenyum ke arah Papahnya dan mematikan musik.
“Eh Papah ganteng, mau bikin kopi?” tanyanya ramah. Atlas geleng-geleng kepala setelah mendengar panggilan dengan embel-embel ganteng. Laki-laki itu mendekat ke arah putranya.
“Mau ambil buah buat camilan Hasna sama Alfan yang lagi ngerjain tugas.” Dengan cekatan, laki-laki itu mengambil buah-buahan yang ada di kulkas dan mencucinya bersih sebelum memotong apel dan kawan-kawannya. Althaf mengangguk pelan.
“Kamu gak ngerjain tugas? Itu Alfan tugasnya numpuk lho.”
Althaf menggeleng pelan lengkap dengan tangan kanan yang dia kibaskan. “Eiii, enggak lah Pah. Kasian tugasnya gak salah apa-apa dikerjain. Althaf ini anak baik-baik yang gak suka ngerjain tugas.”
Atlas dibuat berhenti bernapas sejenak karena jawaban putranya, sifatnya benar-benar bertolak belakang dengan dia ataupun Hafsah. Anak siapa sih bujang yang satu ini?
“Bukan gitu Thaf! Pusing Papah denger jawaban kamu.”
Terdengar tawa renyah dari bibir Althaf saat melihat Papahnya frustrasi. “Hahaha… iya Pah, bercanda. Lagian nih ya Pah.” Althaf berpindah posisi menjadi bersandar pada badan lemari pendingin. “Althaf gak takut sama tugas, Alfan aja yang takut sama tuh tugas. Kalo ada tugas sebanyak itu, gak usah takut dan bilang aja gini nih.” Althaf berdehem. “Heh tugas, maju lo sini! Gue gak takut karena gue punya Allah.”
Benar-benar diluar dugaan, Atlas rasanya seperti dibuat pergi ke dunia lain kalau sudah berinteraksi dengan putranya yang satu ini.
“Terserah,” balas Atlas sekenanya saking pusing karena jawaban putranya yang benar-benar luar biasa. Sedangkan Althaf puas tertawa sebelum pergi dari arah dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIGONOMETRI [Segera Terbit]
Roman d'amour📝 FIKSI REMAJA [ Nadia Pratama X Wahyudi Pratama ] Dulu ada yang pernah bertanya padaku, ingin menjadi apa aku ini saat dewasa nanti. "Aku ingin menjadi sinar mentari yang dengan gembira menyinari dunia yang gelap ini. Lalu berubah menjadi bintang...