WARNING!
Cerita ini mengandung unsur semacam kekerasan, omongan kasar, dan beberapa hal buruk yang tidak pantas ditiru.
Semua tokoh, ras, agama, latar, hanya fiktif belakang.
Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya.
Selamat membaca!!
"Serius banget."
Alfan menoleh saat Kansa duduk di sampingnya dan menaruh dua piring somay milik mereka di atas meja.
"Liat apa sih?" tanyanya sambil mengintip layar gawai Alfan. Alfan tersenyum sembari bersiap untuk menyantap somay miliknya.
"Biasa, anak-anak IRMAS."
Kansa hanya mengangguk-angguk pelan setelah mendengar jawaban dari Alfan. Tidak lama kemudian, dia melihat Althaf dan buntut-buntutnya yang memasuki kantin.
Banyak adik-adik kelas mereka yang terpesona dengan ketampanan serta dandanan badboy ala Althaf. Iya meski wajahnya sama seperti Ketua Osis yang super dingin, tapi bagi mereka, pesona tiga kembar itu sangatlah berbeda.
Alfan melirik Kansa yang masih memperhatikan Althaf, lantas cowok itu tersenyum tipis.
"Bang Althaf itu aslinya baik dan perhatian, tapi emang dia orangnya suka ngegas aja."
Mendengar perkataan Alfan barusan, membuat gadis itu langsung menoleh.
"Kalo Bang Altan, diluarnya dingin tapi sebenarnya hangat. Kita punya karakter yang beda tapi saling melengkapi," ucap Alfan lagi.
Kansa tersenyum sebelum menjawab, "Kamu yang paling luar biasa diantara dua kembaran kamu."
Alfan mengangkat satu alisnya. "Aku?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Kansa mengangguk.
"Dari kamu, aku belajar tentang banyak hal terutama tentang menjadi sabar dan kuat buat hidup di Bumi yang cukup menyeramkan ini." jeda sekian detik. "Apa sih Fan yang buat kamu kuat?"
"Sebenarnya ya diri aku sendiri, terlepas dari adanya Mamah sama Papah. Yang buat aku kuat ya diri aku sendiri. Sejak kecil aku selalu belajar buat hargai dan cintai diri aku sendiri meski sebenarnya ada kekurangan yang gak bisa aku ubah jadi kelebihan." Alfan tersenyum tipis. "Meski aku gak bisa ubah ini." dia menyentuh telinganya. "Buat jadi kayak semula lagi, tapi aku gak masalah, karena aku punya keluarga yang menjadi perantara aku buat mendengar."
"Kansa." Alfan sedikit bergeser dan menatap Kansa lebih dalam. "Yang bisa hargai diri kita sendiri ya cuma diri sendiri, yang mampu mengerti dan menerima juga diri kita sendiri. Gak ada alasan buat gak bisa jadi kuat dan sabar. Sabar hadapi ego sendiri yang kadang tinggi dan gak bisa kompromi sama keadaan."
Mata Kansa mendadak terasa panas, dia tahu betul bagaimana Alfan hidup dan melawan rasa takut dengan traumanya yang bisa kapan saja hadir.
Alfan sendiri juga sebenarnya merasakan bahwa dia punya topeng yang sangat tebal untuk menutupi semua kesedihan yang sering kali hadir.
Sabar dan terlatih untuk menjadi manusia kuat memang penting, tapi gak semudah yang diucapkan. Terkadang kita perlu waktu untuk rehat sejenak dan kembali mengumpulkan kekuatan untuk tertawa esok hari.
Kita bilang ke orang lain tentang sedih yang kita rasakan pun, orang lain gak akan mengerti. Mereka cuma punya dua jawaban, mencoba untuk menjadi orang yang berusaha mengerti ataupun hanya untuk menertawai dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIGONOMETRI [Segera Terbit]
Romans📝 FIKSI REMAJA [ Nadia Pratama X Wahyudi Pratama ] Dulu ada yang pernah bertanya padaku, ingin menjadi apa aku ini saat dewasa nanti. "Aku ingin menjadi sinar mentari yang dengan gembira menyinari dunia yang gelap ini. Lalu berubah menjadi bintang...