WARNING!
Cerita ini mengandung unsur semacam kekerasan, omongan kasar, dan beberapa hal buruk yang tidak pantas ditiru.
Semua tokoh, ras, agama, latar, hanya fiktif belakang.
Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya.
Selamat membaca!!
--
-
“Setidaknya Tuhan memberi apa yang aku minta, yaitu bahagia bersama sosok yang begitu aku cintai meski itu hanya sesaat.”
-Trigonometri-
Althaf menutup teleponnya, dia mengatur napas dan mimik wajah sebelum kembali bergabung bersama kelurganya di dapur, perkara dengan Kelvin, dia benar-benar akan menghadapi Kelvin meski harus menghadapi situasi yang berbahaya sekalipun. Althaf tidak akan diam saja, dia akan memberikan Kelvin sesuatu hal yang seharusnya dia dapat, seperti, mata dibalas mata.
Althaf mengembangkan senyumnya lalu berjalan menuju dapur, dia merasa bahagia ketika melihat Mamah dan Papahnya tertawa bersama, melihat anggota keluarganya yang kompak meski harus tanpa Alfan.
Althaf juga bersyukur karena masih diizinkan untuk hadir di tengah-tengah keluarganya. Terutama untuk bisa hadir memberi tawa untuk sang Mamah.
"Udah teleponnya?" tanya Hafsah setelah sang putra kembali hadir dan ikut membantu memasukkan kue mereka ke dalam oven. Althaf mengangguk.
"Dari siapa?" tanyanya lagi.
"Oh, tadi Rafa ternyata. Dia pake nomor Ayahnya," balas Althaf setenang mungkin tanpa raut ataupun hal yang mencurigakan.
Hafsah mengangguk pelan. "Ya udah, kamu istirahat aja. Nanti mamah panggil kalo kuenya udah matang."
"Kita istirahat sama-sama aja Mah, nonton tv bareng gitu? Althaf pengen nonton bareng Mamah." kemudian dia menoleh menatap anggota keluarganya yang lain. "Bareng Papah, Altan, Hasna, sama Kakek. Kalo kakek belum tidur sih."
Atlas tersenyum, setidaknya dia bisa merasakan perubahan baik yang begitu besar pada putranya. Melihat bagaimana sifat lembut dan hangat itu hadir dari dalam diri Althaf.
Tentu saja Atlas mengiyakan ajakan putranya, dia juga ingin lebih dekat lagi dengan Althaf, pada akhirnya tembok pembatas yang begitu dingin itu runtuh. Meski dalam hatinya merasakan sedikit terluka dan kecewa karena kehilangan salah satu putranya, tapi ada hikmah yang Atlas petik dan mengharuskannya untuk bersyukur dibalik semua peristiwa kelam yang menimpanya.
“Aku coba liat Kakek dulu ya.” Hasna beranjak dari duduknya dan pergi menuju kamar Kakek Ummar.
Sedangkan Atlas, Hafsah, Althaf, dan Altan, bergegas ke ruang keluarga dan menyalakan televisi. Althaf duduk di samping Mamahnya, bersender di bahu sang Mamah sambil menonton salah satu tayangan film komedi Indonesia.
Hafsah mengusap lembut puncak kepala Althaf, dia bahagia. Sangat bahagia dengan segala sifat hangat yang ada dalam diri Althaf, bersyukur karena putranya perlahan terlepas dari depresi meski penyakit Althaf kapan saja bisa menyerang, tapi dia akan berusaha untuk melindungi putranya.
Hasna datang dan menatap Mamahnya. “Kakek udah tidur ternyata.”
Hafsah mengangguk pelan. "Ya udah gak apa-apa biarin kakek istirahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIGONOMETRI [Segera Terbit]
Romansa📝 FIKSI REMAJA [ Nadia Pratama X Wahyudi Pratama ] Dulu ada yang pernah bertanya padaku, ingin menjadi apa aku ini saat dewasa nanti. "Aku ingin menjadi sinar mentari yang dengan gembira menyinari dunia yang gelap ini. Lalu berubah menjadi bintang...