WARNING!
Cerita ini mengandung unsur semacam kekerasan, omongan kasar, dan beberapa hal buruk yang tidak pantas ditiru.
Semua tokoh, ras, agama, latar, hanya fiktif belakang.
Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya.
Selamat membaca!!
“Hidup tanpa masalah itu bagai sayur tanpa garam. Hidup penuh masalah itu bagai sayur kebanyakan garam.”
-Althaf-
Keluarga Atlas memang bisa membawa ketenangan tersendiri, Fat juga merasakan itu sekarang. Dia ikut bergabung untuk sarapan bersama, Fat merasa seperti memiliki keluarga baru saat ini.Dia juga menemukan sosok Althaf yang jika di rumah sangat manja pada Mamahnya. Gak tau aja si Fat kalo dulu Althaf gimana pas belom tobat.
Fat tidak pernah merasakan kehangatan keluarga tapi saat ini dia bisa merasakannya meski bukan dari keluarganya sendiri.
Alfan menggeser segelas susu cokelat ke dekat piring Fat. Fat langsung menatap Alfan.
Alfan tersenyum manis. "Punya kamu."
Fat membalas senyuman Alfan. "Terima kasih," balasnya sopan. Lewat Alfan, Fat juga bisa melihat bagaimana caranya bersyukur saat memiliki kekurangan dan bagaimana menganggap kekurangan itu menjadi kelebihan.
"Eh Fat." panggil Althaf. Fat kini beralih menatap Alfan.
"Dengerin gue ya." jeda sekian detik, Althaf juga menatap satu persatu anggota keluarganya.
"Hidup itu berjalan berdampingan dengan masalah, jadi jalani aja masalah yang lagi nempel sama lo. Terus nih ya gak apa-apa banget kalo lo ngerasa kecewa, ngerasa dunia gak adil sama lo. Gak apa-apa, namanya juga manusia, sesekali boleh ngerasain kayak gitu—"
"Tapi harus tetap bersyukur sama semuanya," sela Altan yang langsung mendapat tatapan tajam dari Althaf karena menyela pembicaraannya.
"Eh Tan! Gue tuh kurang setuju kalo semisal orang lagi ngerasain kecewa terus langsung disuruh bersyukur. Kayak aneh gitu, orang kalo lagi sedih, kecewa, gak bisa langsung bersyukur!" balas Althaf menggebu-gebu. "Gak mungkin pas gue sedih terus lo bilang, eh Althaf, bersyukur dong lo, lo udah lahir jadi anaknya Atlas yang banyak duit." terus gue langsung bersyukur gitu? Gak bisa segampang itu Joko!" ucapnya lagi lengkap dengan gerakan mengibaskan tangan.
Hasna tertawa setelah mendengar ucapan Althaf yang menurutnya lucu meski memiliki makna tersendiri. Atlas dan Hafsah hanya bisa tersenyum dengan semua tingkah anak-anak mereka.
Anak-anak mereka memang tumbuh dengan cara berpikir yang berbeda tetapi tetap dalam satu tujuan yang sama-sama menjadi manusia baik untuk dunia yang terkadang pilih kasih.
"Jadi kalo lagi sedih ya udah sedih aja, kalo udah ngerasa baikan, lo harus bangkit buat lawan dunia yang emang kejam," lanjut Althaf.
"Dunia boleh kejam, tapi ada hal lain yang bisa bikin kita bahagia lho." semua mulai menatap ke arah Alfan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIGONOMETRI [Segera Terbit]
Romance📝 FIKSI REMAJA [ Nadia Pratama X Wahyudi Pratama ] Dulu ada yang pernah bertanya padaku, ingin menjadi apa aku ini saat dewasa nanti. "Aku ingin menjadi sinar mentari yang dengan gembira menyinari dunia yang gelap ini. Lalu berubah menjadi bintang...